Apakah dengan bersandar pada ayat-ayat Al-Qur’an kita dapat menetapkan imâmah Imam Ali As? Tentu saja saya ingin menunjukkan dalil-dalil ini kepada saudara-saudara yang bermazhab Ahlusunnah. Dan tolong jelaskan metode apa yang harus saya gunakan dalam menetapkan dalil-dalil ini?
Sebaik-baik jalan untuk menetapkan imâmah Imam Ali As bagi Ahlusunnah adalah bersandar kepada Al-Qur’an dan riwayat-riwayat yang menjelaskan ayat-ayat tersebut yang dinukil dari kitab-kitab mereka. Dan tentu saja orang itu harus merupakan seorang pencari kebenaran sehingga tidak bersandar pada pembenaran-pembenaran yang keliru dan non-rasional serta tidak menutup matanya terhadap kebenaran.
Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat, dengan menyandingkannya dengan hadis-hadis yang dinukil dari Nabi Saw, yang turun untuk Imam Ali As yang menetapkan imâmah Imam Ali As.
Berikut ini adalah beberapa ayat yang diturunkan untuk Baginda Ali As:
1. Ayat Tabligh: "Yaa ayyuharrasul balligh ma unzila ilaika min rabbik…" (Qs. Al-Maidah [5]:67). Ayat ini, sesuai dengan riwayat-riwayat standar Ahlusunnah, diturunkan pada peristiwa al-Ghadir. Pada hari bersejarah ini Nabi Saw menyempurnakan risalahnya dengan memproklamasikan wilâyah dan khilâfah Baginda Ali bin Abi Thalib As.
2. Ayat Wilâyah: "Innama waliyyukumuLlah wa rasuluhu walladzina amanulladzina yuqimuna al-shalat.." (Qs. Al-Maidah [5]:54). Ayat ini menetapkan bahwa wilâyah Ali bin Abi Thalib As[i] berada di samping wilâyah Allah Swt dan Rasulullah Saw.
3. Ayat Ulul Amri: Yaa ayyyuhalladzina Amanu Athi'ullaha wa Athi'urrasula wa Ulul Amri minkum." (Qs. Al-Nisa [5]:59) dimana ketaatan kepada Ulul Amri diwajibkan secara mutlak. Dan dari kewajiban ini dapat dipahami bahwa imam harus maksum. Karena itu selain Baginda Ali, yang tidak maksum, tidak dapat menjadi imam. Di samping itu, terdapat banyak riwayat, terkait dengan ayat ini, dalam kitab-kitab Ahlusunnah yang memperkenalkan Baginda Ali As sebagai imam dan khalifah Rasulullah Saw.
4. Ayat Shadiqin: "Yaa Ayyuhalladzina amanu ittaqullaha wa Kunu ma'a al-Shadiqin.." (Qs. Al-Taubah [9]:119). Ayai ini menjelaskan bahwa: Wahai orang yang beriman! Bertakwalah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar. Dalam sebagian riwayat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan shâdiqin pada ayat ini adalah Imam Ali As dan Ahlulbait Nabi Saw.
Berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan riwayat-riwayat yang dijelaskan dalam kitab-kitab Ahlusunnah adalah sebaik-baik jalan untuk menetapkan imâmah Imam Ali bin Abi Thalib As bagi saudara-saudara yang bermazhab Ahlusunnah. Dalam hal ini, Anda harus melihat apa yang menjadi petunjuk dan kandungan ayat. Dan untuk memahami apa yang menjadi petunjuk dan kandungan ayat, Anda harus memperhatikan indikasi-indikasi lafzhiyah (pengucapan) dan haliyah (situasi), riwayat-riwayat yang berkenaan dengan turunnya ayat yang dimaksud, dan yang menjelaskan tafsir dan obyek ayat-ayat tersebut. Kesemua hal ini memiliki peran penting dalam upaya Anda untuk memahami ayat-ayat tersebut dan menetapkan imâmah Imam Ali As.
Di dalam Al-Qur’an, terdapat banyak ayat yang menjelaskan dan menetapkan imâmah Imam Ali As dan para imam lainnnya. Tentu saja petunjuk ayat-ayat ini[1] diperoleh dengan memperhatikan hadis-hadis mutawatir yang dinukil dari Rasulullah Saw terkait dengan sebab-sebab diwahyukan dan diturunkannya ayat-ayat tersebut. Hadis-hadis tersebut adalah hadis-hadis yang diterima oleh Sunni dan Syi’ah. Sebagai contoh, akan kami kemukakan di sini beberapa dari hadis tersebut.[2]
1. Ayat Tabligh: "Wahai rasul! sampaikanlah apa yang diturunkan padamu (secara utuh) dari Tuhan-mu (kepada manusia). Dan jika kamu tidak mengerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (Qs. Al-Maidah [5]:67)[3]
Allah Swt menitahkan dengan tegas kepada Nabi Saw untuk menyampaikan risalahnya kepada masyarakat. Dan sesuai dengan riwayat, Nabi Saw setelah turunnya ayat ini, memilih Baginda Ali bin Abi Thalib As sebagai penggantinya (khalifah) di sebuah tempat yang bernama Ghadir Khum.[4]
Peristiwa Ghadir Khum pada risalah akhir usia Nabi Saw terjadi pada hajjatul wida' dimana Nabi Saw ketika itu dengan sabdanya "Man kuntu mawla fahadza 'Ali Mawlahu." (Barang siapa yang menjadikan Aku sebagai pemimpinnya maka 'Ali adalah pemimpinnya). Di tempat itu juga, Rasulullah Saw menjelaskan secara tegas imâmah Ali bin Abi Thalib dan menyampaikan risalahnya kepada manusia.
Peristiwa ini dinukil oleh sejumlah besar (110 orang) sahabat[5] Rasulullah Saw, demikian juga 84 orang thabi'in, dan 36 orang dari para ulama dan penyusun kitab. ‘Allamah Amini mengemukakan semua nukilan ini berupa bukti-bukti dan dalil-dalil kuat dari sumber-sumber Islam (Ahlusunnah dan Syi’ah) dalam kitabnya al-Ghadir.
2. Ayat Wilâyah: "Sesungguhnya pemimpinmu hanyalah Allah, rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, sedang mereka dalam kondisi rukuk." (Qs. Al-Maidah [5]:55).
Kebanyakan mufassirin (para penafsir) dan muhaddits (ahli hadis) berkata bahwa ayat ini diturunkan untuk Baginda Ali bin Abi Thalib As.
Suyuti, salah seorang ulama terkemuka Ahlusunnah dalam kitab tafsirnya "al-Durr al-Mantsur" terkait dengan ayat ini menukil dari Ibnu Abbas bahwa "Tatkala Ali bin Abi Thalib dalam kondisi ruku' datanglah seorang peminta-minta dan Ali bin Abi Thalib menyerahkan cincinnya kepada orang tersebut sebagai sedekah. Rasulullah Saw bertanya kepada peminta-minta itu, "siapakah gerangan yang telah menyedekahkan cincinnya kepadamu? Si peminta-minta itu menunjuk Baginda Ali As dan berkata: Orang itulah yang telah memberikanku sedekah ketika ia dalam keadaan ruku." Kemudian pada saat itulah ayat ini turun.[6]
Demikian juga dua orang ulama Ahlusunnah lainnya "Wahidi"[7] dan "Zamakhsyari"[8] menukil riwayat ini dalam kitab mereka dan menegaskan bahwa ayat "Innama waliyyukumuLlah…" diturunkan berkenaan dengan Baginda Ali As.
Fakhrurrazi dalam kitab Tafsir al-Kabir-nya menukil dari Abdullah bin Salam bahwa tatkala ayat ini turun, aku berkata kepada Rasulullah Saw bahwa aku melihat sendiri dengan mata kepalaku Ali As menyerahkan cincinnya kepada seorang yang membutuhkan ketika ia sedang ruku. Atas alasan inilah kami menerima wilâyah (imâmah)nya! Fakhrurazi demikian juga menukil riwayat lain seperti dengan riwayat ini yang dinukil dari Abu Dzar terkait dengan asbâb al-nuzul (sebab-sebab diturunkannya) ayat ini.[9]
Thabari juga dalam kitab Tafsir-nya mengemukakan banyak riwayat terkait dengan ayat ini dan menukil asbâb al-nuzul ayat ini dimana kebanyakan dari riwayat tersebut menegaskan bahwa: Ayat ini turun berkenaan dengan Baginda Ali As.[10]
‘Allamah Amini Ra dalam kitabnya al-Ghadir, menukil riwayat tentang turunnya ayat kepada Baginda Ali As ini dari -kurang-lebih- 20 kitab standar Ahlusunnah dengan menyebutkan bukti-bukti dan sumber-sumbernya.[11]
Pada ayat ini wilâyah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib sederetan dan sejajar dengan wilâyah Allah Swt dan Rasulullah Saw.
3. Ayat Ulul Amri: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya) dan Ulul amri (para washi Rasulullah) di antara kamu." (Qs. Al-Nisa [4]:59).
Disebutkan dari ulama[12] bahwa ayat Ulul Amri diturunkan berkenaan dengan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As.
Misalnya "Hakim Haskani" Hanafi Naisaburi (mufassir Ahlusunnah) terkait dengan ayat ini menukil lima hadis yang kesemuanya berujudul "Ulul Amri" yang tepat dan cocok dengan pribadi Ali bin Abi Thalib As.[13]
Dalam tafsir "al-Bahr al-Muhith" karya Abu Hayyan Andalusi Maghribi di antara ucapan-ucapan ihwal Ulul Amri yang dinukil dari Maqatil, Maimun, Kalbi (tiga penafsir) yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Ulul Amri itu adalah para Imam Ahlulbait As.[14]
Abu Bakar bin Mukmin Syirazi salah seorang ulama Ahlusunnah dalam risalah "I'tiqâd" menukil dari Ibnu Abbas bahwa ayat tersebut diturunkan berkaitan dengan Baginda Ali As.[15]
Dari sisi lain, pada ayat ini dengan struktur dan model tunggal dan tidak diulanginya redaksi "athi'û" (taatlah kalian), yang menandaskan ketaatan kepada Allah, Rasulullah dan Ulul Amri. Karena itu Ulul Amri adalah sosok yang maksum (kalau tidak demikian, maka ketaatan kepada Allah, Rasul dan Ulul Amri secara mutlak tidak memiliki makna). Sebagaimana Allah Swt dan Rasulullah Saw adalah maksum. Dan sesuai dengan apa yang disampaikan dalam riwayat, orang-orang maksum hanya terbatas pada para Imam Syi’ah.
Apa yang dijelaskan di atas hanyalah sebagian hadis dari kitab-kitab Ahlusunnah dan masih banyak hadis-hadis yang diterima oleh mereka terdapat pada kitab-kitab Syi’ah. Di sini kami hanya mengetengahkan tiga ayat yang merupakan ayat-ayat yang diturunkan berkenaan dengan wilâyah dan imâmah Ali bin Abi Thalib As. Ayat-ayat ini dan ayat-ayat lainnya yang patut mendapat perhatian terdapat pada kitab-kitab Ahlusunnah dimana untuk telaah lebih jauh kami persilahkan Anda merujuk kepada kitab-kitab standar dan muktabar Ahlusunnah.
Selain tiga ayat ini yang dijelaskan secara ringkas, terdapat ayat-ayat lain seperti "Yaa Ayyuhalladzina Amanu ittaqullah wa Kunuu ma'a al-shadiqin"[16] dan ayat al-Qurba "Qul laa as'alukum 'alaihi ajran illa al-mawaddata fi al-qurba."[17] yang juga secara langsung menengarai masalah wilâyah dan imâmah Baginda Ali bin Abi Thalib As pada riwayat-riwayat Rasulullah Saw yang dinukil pada kitab-kitab Ahlusunnah dan Syi’ah.
Di samping ayat-ayat ini, terdapat ayat-ayat lainnya yang mengungkap pelbagai keutamaan Baginda Ali As dan keunggulan Imam Ali As daripada sahabat-sahabat, penolong dan kerabat Rasulullah Saw. Dengan bersandar pada hukum akal yang memandang tercela "mendahulukan utama atas yang lebih utama" maka dapat diambil kesimpulan bahwa imâmah dan khilâfah Rasulullah Saw merupakan hak Baginda Ali As.[]
Untuk telaah lebih jauh, Anda dapat merujuk pada Tafsir Payam-e Nur, Ayatullah Makarim Syirazi, jilid 9, Imâmah wa Wilâyah dar Qur'an Majid, hal. 177 dan seterusnya.
0 komentar:
Posting Komentar