SELAMAT DATANG DI AHLUL BAIT NABI SAW

AHLUL BAIT NABI SAW: Media Agama Dan Hati Umat Islam * Media Persatuan dan Kesatuan Sunni Dan Syiah


Oleh: Syaikh Muhammad Mar’i al-Amin al-Antaki, Bekas Qadhi Besar Mazhab Syafi’i Di Halab, Syria.

Sejarah Ringkas Hidupku
Aku dilahirkan pada tahun 1344H/1894M di kampung Unsu di Wilayah Antakiyah. Sebuah kampung yang cantik, udaranya nyaman dipenuhi oleh bermacam-macam tumbuhan seperti zaitun, anggur dan lain-lain. Di sana terdapat seorang Syaikh yang mengajar membaca dan menulis al-Qur’an kepada kanak-kanak. Ayahku meletakkanku di sisinya supaya aku belajar membaca dan menulis al-Qur’an. Selepas aku selesai membaca dan menulis, ayahku mengambilku supaya aku menolong sebagian dari pekerjaannya.

Ketika umurku meningkat remaja, aku mulai mencintai ilmu pengetahun dan para ulama. Lantaran itu ketika aku melihat seorang ulama, aku dengan segera melakukan khidmatku kepadanya menurut kemampuanku.
Kemudian terbenam di hatiku perasaan cinta kepada ilmu dan ianya makin memuncak. Pada masa itu seorang syaikh bernama Syaikh Rajab adalah seorang alim tinggal berhampiran dengan kampung kami. Maka di sanalah aku dan saudaraku Ahmad belajar darinya hampir tiga tahun. Kemudian kami berpindah ke kota Antakiyyah dan kami memasuki madrasah melalui Syaikh Nazif. Kami belajar darinya dan ayahnya Syaikh Ahmad Afandi al-Tawil hampir tujuh tahun. Pada masa itu juga datang seorang alim yang dihormati bernama Syaikh Muhammad Sa’id al-’Urfiyy dari daerah Dair al-Zur. Dia telah dibuang daerah oleh pihak kerajaan Perancis sepanjang penjajahan negara Syria selepas berakhirnya perang dunia yang pertama pada tahun 1919M. Kami sempat belajar darinya semasa dia berada di Antakiyyah.

Di Universitas al-Azhar
Kemudian aku sampai juga di Mesir sekalipun saudaraku Ahmad telah sampai lebih awal daripadaku. Hampir sebulan kami belajar di Universitas al-Azhar, Syaikh Said al-’Urfiyy pun datang. Dan kedatangannya ke Mesir banyak memberi faedah kepada kami. Dan di Universitas al-Azharlah kami menuntut berbagai macam ilmu pengetahuan dari syaikh-syaikh al-Azhar yang termasyhur.

Guru-guruku di Universitas al-Azhar
1. al-Allamah al-Akbar Syaikh Mustafa al-Maraghi, Rektor Universitas al-Azhar dan Ketua Majlis Islam.
2. al-Allamah al-Kabir Syaikh Muhammad Abu Taha al-Mihniyy.
3. al-Allamah al-Kabir Syaikh Rahim dan syaikh-syaikh al-Azhar yang lain.

Pencapaian Ijazah dari Universitas al-Azhar
Manakalah kami tamat belajar, kami telah memperoleh beberapa ijazah yang tinggi dari Universitas al-Azhar. Dan ketika kami ingin pulang ke tanah air, beberapa orang yang terkemuka di Mesir meminta supaya kami menjadi Pensyarah di Universitas al-Azhar. Tetapi disebabkan negara kami lebih memerlukan kami, apatah lagi Mesir sebuah negara ilmu yang mempunyai para ulama yang masyhur, tidak begitu memerlukan kami sedangkan negara kami hampir tidak mempunyai ulama yang berwibawa di dalam ilmu Fiqh, Tafsir dan Hadits.

Kembalinya Kami ke Tanah Air
Kami kembali ke negara kami dan bertugas sebagai imam shalat jama’ah dan juma’at, mengajar, memberi fatwa dan ceramah selama lima belas tahun.

Perselisihan di Kalangan Mazhab Empat
Selama lima belas tahun kami mengkaji tentang perselisihan (khilaf) di kalangan empat mazhab. Aku dan saudaraku Ahmad merasakan suatu kepelikan karena kami dapati perselisihan berlaku dalam satu masalah dalam mazhab yang sama. Lebih-lebih lagi perselisihan yang berlaku di antara satu mazhab dengan tiga mazhab yang lain. Sehingga kami dapati satu mazhab menghalalkan satu masalah sementara mazhab yang lain pula mengharamkannya. Begitu juga satu mazhab mengatakan ianya makruh sementara mazhab yang lain pula mengatakan ianya sunnah. Begitulah seterusnya. Sebagai contoh Syafi’i berpendapat bahwa menyentuh perempuan ajnabi membatalkan wudhu, sementara Hanafi berpendapat ianya tidak membatalkan wudhu.
Malik pula berpendapat bahwa sentuhan jika dengan syahwat atau sengaja membatalkan wudhu. Jika tidak maka ia tidak membatalkan wudhu.

Syafi’i mengharuskan seseorang mengahwini anak perempuan zinanya, sementara Abu Hanifah, Malik dan Ahmad bin Hanbal mengharamkannya.

Hanafi berpendapat bahwa sedikit darah yang keluar dari tubuh adalah membatalkan wudhu. Sementara yang tiga lagi berpendapat bahwa ianya tidak membatalkannya.

Hanafi berpendapat bahwa wudhu harus dilakukan dengan Nabidh (air kurma umpamanya) dan susu yang bercampur dengan air. Sementara tiga lagi berpendapat ianya tidak harus.

Malik berpendapat bahwa memakan daging anjing adalah harus (boleh). Sementara yang tiga lagi berpendapat bahwa ianya tidak harus.

Syafi’i berpendapat bahwa memakan daging serigala (tha’lab), daging musang (dhab’) dan daging belut (jar’y) adalah harus. Sementara Abu Hanifah berpendapat bahwa memakannya adalah haram.
Syafi’i berpendapat bahwa landak (qunfuz) adalah halal, sementara yang tiga lagi berpendapat ianya haram. Dan banyak lagi perselisihan-perselisihan yang berlaku di kalangan mereka bermula dari bab fiqh hinggalah ke akhirnya.

Subhanallah! Adakah syariat Islam itu tidak lengkap sehingga mereka melengkapinya dengan perselisihan di kalangan mereka? Satu mazhab menghalalkannya, dan satu lagi mengharamkannya. Sementara yang lain pula mengharuskannya dan yang lain pula berpendapat sebaliknya.

Perhatikanlah bagaimana Syafi’i telah menyusun mazhabnya yang lama (Qadim) dan menyebarkannnya di kalangan kaum Muslimin di Iraq, Hijaz, Yaman, dan Syria. Kemudian dia berpindah ke Mesir karena sebab-sebab tertentu. Di sana dia bergaul dengan orang Maghribi dan mengambil ilmu daripada mereka. Lalu dia berpindah dari mazhabnya yang lama dengan menyusun mazhabnya yang dia menamakannya dengan mazhab jadid (baru). Sehingga beberapa masalah tinggal pada mazhabnya yang pertama.

Aku berkata: Sekiranya mazhab pertamanya betul kenapa dia mencipta mazhab yang kedua dan sebaliknya. Begitu juga kita perhatikan Abu Hanifah memberi pendapatnya di dalam satu-satu masalah, murid-muridnya, Abu Yusuf, Muhammad dan Zufar menyalahinya. Kadangkala seorang daripada mereka sependapat dengannya. Sementara dua lagi menyalahinya. Atau ketiga-tiga menyalahinya atau bersetuju dengannya.

Begitu juga Malik dan Ahmad bin Hanbal, perselisihan berlaku di kalangan mereka dalam semua masalah dan ia tentu sekali membuatkan kita berada di dalam keraguan.

Faham Wahabi
Kami mendengar dari orang Wahabi bahwa mereka melaksanakan hukum hudud dan hukum-hukum syarak yang lain dengan sepenuhnya.

Akhirnya kami berpindah ke Hijaz dan bersahabat dengan mereka beberapa kali. Tetapi sayangnya kami dapati berita-berita yang telah sampai kepada kami dahulu dari Hijaz adalah bertentangan dengan hakikat sebenar. Karena Wahabi lebih membahayakan Islam daripada yang lain. Mereka telah mengaburkan imej Islam dengan perbuatan-perbuatan dan fatwa-fatwa ulama mereka serta layanan mereka yang jahat terhadap itrah tahirah dengan merusak makam-makam mereka. Malah mereka telah mencoba untuk merusak makam Nabi yang suci SAWAW. Tetapi ianya ditentang oleh kebanyakan Mukminin di Timur dan di Barat. Karena itu mereka tidak melaksanakannya karena takut fitnah dan pemberontakan. Perhatikanlah fatwa-fatwa mereka yang pelik. Wahabi berkata:
“Apabila seorang haj atau seorang meletakkan tangannya di atas kubur, maka dia adalah musyrik (dia dihampiri oleh seorang polisi Saudi seraya berkata: Angkatlah tangan anda wahai musyrik). Dan apabila seorang memegang kubur atau mengucupnya, atau mengambil berkat dengannya, maka dia adalah seorang musyrik (polis akan memukulnya dan menengkingnya sambil berkata kepadanya: Jangan anda melakukannya wahai musyrik).”

Demikianlah di antara fikiran-fikiran dangkal yang tidak sejajar dengan syariat Islam yang mulia, malah ianya menggelikan. Di dalam khutbah-khutbah, mereka mencaci-maki amalan suci tersebut dengan perkataan: Wahai musyrik, wahai kafir! Itu adalah pada tingkat pertama, jika tidak darahnya halal dan ia wajib dibunuh sebagaimana yang telah dilakukan oleh Wahabi di Hijaz, di Iraq, dan lain-lain. Apakah pendapat kalian wahai kaum Muslimin di Timur dan di Barat tentang mazhab kotor yang baru direka yang menentang Islam hakiki dan Muslimin selain daripada mereka? Maka kepada Engkaulah wahai Tuhan rayuan kami terhadap mereka.

Ringkasnya, ketika kami telah melihat perlakuan-perlakuan mereka, maka kamipun kembali ke negara kami. Dan meneruskan kerja kami dahulu. Maka berkepanjanganlah keadaan kami.

Disebabkan kami senantiasa dalam keadaan syak terhadap apa yang kami lihat tentang perselisihan-perselisihan yang berlaku di kalangan mazhab empat diantara mereka sendiri, barangkali itulah yang membawa kepada terjalinnya hubungan kami dengan golongan Syiah.

Siapakah Syiah?
Mereka itulah golongan yang benar dan yang terpilih dari makhluk Allah. Golongan yang selamat yang berpegang kepada wila’ Allah, Rasul-Nya dan para imam yang suci dari Ahlu l-Baitnya SAWAW. Mereka mengetahui hak para imam mereka dengan sebenar-benarnya; mengetahui orang yang memusuhi mereka. Lalu memberikan setiap mereka hak mereka pula. Mereka menyembah Allah yang satu, tidak ada sekutu dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya.

Mereka beriman dengan risalah Nabi yang teragung Muhammad bin ‘Abdullah SAWAW. Mereka beriman dengan:
(1) Imam Amiru l-Mukminin Abu l-Hasan Ali bin Abi Talib, al-Murtadha, lahir 23 tahun sebelum Hijrah, wafat 40H/601-661M;
(2) Abu Muhammad Hasan bin ‘Ali, al-Mujtaba, 3-50H/625-670M;
(3) Abu ‘Abdullah Husain bin Ali, Saiyyidu sy-Syuhada’, 4-61H/626-680M;
(4) Abu l-Hasan ‘Ali bin Husain, Zaina l-’Abidin, 38-95H/658-713M;
(5) Abu Ja’far Muhammad bin ‘Ali, al-Baqir, 57-114H/478-732M;
(6) Abu ‘Abdillah J’afar bin Muhammad, al-Sadiq, 83-148H/702-765M;
(7) Abu l-Hasan Musa bin Ja’far, al-Kazim, 128-183H/745-799M;
(8) Abu l-Hasan ‘Ali bin Musa, al-Ridha, 148-203H/732-818M;
(9) Abu Ja’far Muhammad bin ‘Ali, al-Taqiyy al-Jawad, 195-220H/810-835M;
(10) Abu l-Hasan ‘Ali bin Muhammad, al-Hadi al-Naqiyy, 212-254H/827-868M;
(11) Abu Muhammad Hasan bin ‘Ali, al-Zakiyy al-’Askari, 232-260H/846-870M;
(12) Abu l-Qasim Muhammad bin Hasan, al-Mahdi al-Muntazar, 256H/870M.

Syiah mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, khums, mengerjakan haji, berjuang di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan tidak takut karena Allah (di atas) celaan orang yang mencela. Menyuruh perkara baik dan mencegah kemungkaran. Bersegera kepada kebaikan, melaksanakan kewajiban dan mencegah segala yang diharamkan.

Syiah adalah Golongan yang Selamat
Sebab keselamatan golongan ini, di samping apa yang telah disebutkan, ialah keistimewaannya dari semua golongan Islam sebagaimana sabda Nabi SAWAW yang bermaksud: ”Umatku akan berpecah kepada 73 golongan, semuanya ke neraka, melainkan satu golongan saja.”

Kita dapati bahwa umat Islam semuanya mengucap: La-illaha illa lah Muhammadun Rasulullah. Sekiranya kita berkata: Semuanya selamat, niscaya kita mendustakan hadits ini. Dan jika kita berkata: Semuanya binasa, niscaya kita mendustakan hadits tersebut. Lantaran itu golongan yang selamat ialah golongan yang berpegang kepada Ahlu l-Bait Rasulullah SAWAW. Dan dalil keselamatannya ialah wujudnya dalil-dalil dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAWAW dikedua-dua pihak Sunnah dan Syiah.

Lantaran itu golongan yang selamat mesti mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh semua golongan, yaitu al-Wila’ (mewalikan Ahlu l-Bait AS) dan al-Bara’ (membersihkan diri dari musuh Ahlu l-Bait AS). Mereka juga percaya kemaksuman para imam mereka.

Dengan nama Tuhan wahai pembaca yang insaf, mulia dan mukmin. Adakah dikatakan kepada orang seperti itu kafir, musyrik, murtad dan halal darah mereka? Dikaitkan kepada mereka dengan segala tuduhan yang penuh dengan kebatilan, pembohongan yang diciptakan dan kata-kata yang bohong dan keji sebagaimana yang telah dilakukan oleh Ibn Taimiyyah, Ibn Hajr al-Haithami, al-Qusaimi, al-Hafnawi, Musa Jarullah, Ahmad Amin, al-Jabhani dan lain-lain.

Begitu juga dengan Syaikh Nuh yang telah memberi fatwa kekafiran Syiah, pembunuhan mereka, perampasan harta mereka dan lain-lain. Dia mengakhiri fatwanya yang panjang dengan kata-katanya: Sama ada mereka bertaubat ataupun tidak. Lihatlah fatwanya yang ditulis oleh Imam Syarafuddin di dalam bukunya Fusul al-Muhimmah2 Bab 9.

Tidakkah anda mengetahui wahai pembaca yang budiman apakah dosa Syiah? Adakah disebabkan mereka tidak mengiktiraf khilafah selain dari para imam mereka atau karena mereka berkata: Khilafah adalah untuk mereka dari awal kerasulan Muhammad SAWAW hinggalah keakhirnya dunia. Maka dengan nama Tuhan kalian katakanlah: Adakah dosa ini menyebabkan kekafiran dan kemurtadan? La haula wala Quwwata illa bi llah.

Selepas kajian yang mendalam, kami dapati bahwa jumlah Syiah hari ini lebih dari seratus juta. Dan jikalaulah mereka tidak menghadapi pembunuhan, permusuhan dari musuh-musuh mereka, serta berbagai-bagai kezaliman dan tekanan sepanjang abad-abad yang lalu, niscaya jumlah mereka hari ini sekurang-kurangnya seribu juta. Mereka berkembang di seluruh pelosok dunia, timur dan barat, utara dan selatan.

Kebanyakan mereka berada di dalam negara-negara Islam. Mereka menyebarkan dakwah Islam menurut mazhab mereka. Mereka telah melakukan perkhidmatan yang besar di mana orang-orang Islam bermegah dengan khidmat mereka. Buku-buku mereka melimpahi dunia sehingga tidak terhitung banyaknya. Untuk tujuan ini lihatlah buku al-Dahri’ah ila Tasanif al-Syiah karangan Syaikh Bazrak al-Tahrani. Dan ini merupakan sebagian kecil dari senarai buku-buku tersebut.

Di kalangan Syiah terdapat para ulama Islam, fuqaha’, filosof dan ahli-ahli fikir. sultan, menteri, sasterawan, penyair, penulis, pakar ilmu bintang, matematik, falak, arkitek-arkitek, doktor-doktor, ahli-ahli seni dan lain-lain. Mereka memenuhi bumi Allah yang luas dengan ilmu dan amal. Mereka mempunyai pusat-pusat pengajian tinggi, masjid-masjid yang besar yang dipenuhi oleh orang-orang yang datang bersembahyang, baik di Timur maupun di Barat. Sebagai contoh Imam al-Akbar al-Sayyid Abu l-Hasan al-Musawi al-Asfahani (RH) telah membangun masjid-masjid dan madrasah-madrasah di berbagai tempat di dunia. Begitu juga al-Imam al-Burujurdi (RH) telah menghantarkan pendakwah-pendakwah ke seluruh dunia dan membangun masjid-masjid di Amerika, Jerman, London dan Paris. Adakah anda benar-benar mengenali Syiah wahai pencaci?

Apa yang menyedihkan ialah kami tidak dapati di dalam buku-buku sirah, dan sejarah di kalangan Ahlus Sunnah selain daripada cacian, malah pengkafiran terhadap Syiah secara terang-terangan. Kenapa? Sebabnya karena mereka (Syiah) adalah Musyrikin! Begitulah ditulis di dalam buku al-Sawa’iq am-Muhriqah (petir-petir yang membakar) oleh Ibn Hajr al-Haithami. Semoga Allah membakar penulisnya di akhirat kelak.

Jika dikatakan karena mereka tidak hadir sembahyang juma’at dan jama’ah, ini adalah tuduhan yang besar. Adakah harus mengkafirkan muslim yang meninggalkan juma’at dan jama’ah wahai Muslimun?

Sebab-sebab yang Mendorong Kami Berpegang kepada Mazhab Ahlu l-Bait AS

1. Aku fikir beramal dengan mazhab Ahlu l-Bait AS diberi ganjaran yang sewajarnya di samping mendapat kebersihan jiwa tanpa syak. Apatah lagi ramai di kalangan ulama Ahlus Sunnah yang terdahulu dan sekarang telah memberi fatwa-fatwa mereka tentang keharusan berpegang kepada mazhab Syiah Ja’fariyyah seperti sahabat kami Syaikh al-Akbar, Syaikh Mahmud Syaltut. Dia telah mengeluarkan fatwanya yang disiarkan pada tahun 1959M, di majalah Risalatu l-Islam yang diterbitkan oleh Darul al-Taqrib baina l-Madhahib al-Islamiyyah atau Lembaga Pendekatan antar Mazhab-mazhab dalam Islam, yang berpusat di Kairo, Mesir, nombor 3 tahun 11 halaman 227 sebagai berikut:

“Agama Islam tidak mewajibkan suatu mazhab tertentu atas siapapun di antara pengikutnya. Setiap muslim berhak sepenuhnya untuk mengikuti salah satu mazhab yang manapun yang telah sampai kepadanya dengan cara yang benar dan menyakinkan. Dan hukum-hukum yang berlaku di dalamnya telah dicatat dengan teliti dan sempurna dalam kitab-kitab mazhab yang bersangkutan, yang memang dikhususkan untuknya. Begitu pula, setiap orang yang telah mengikuti salah satu di antara mazhab-mazhab itu, diperbolehkan pula untuk berpindah ke mazhab yang lain – yang manapun juga – dan dia tidak berdosa sedikitpun dalam perbuatannya itu…..”

Kemudian dia berkata lagi: “Sesungguhnya mazhab Ja’fariyyah yang dikenali dengan sebutan mazhab Syiah Imamiyyah Ithna Asy’ariyah adalah satu mazhab yang setiap orang boleh beribadah dengan berpegang kepada aturan-aturannya seperti juga mazhab-mazhab yang lain….”

“Kaum Muslimin seharusnya mengerti tentang hal ini, dan berusaha melepaskan diri dari kongkongan ‘asabiyyah (fanatik) dalam membela sesuatu mazhab tertentu tanpa berasaskan kebenaran….”

2. Dalil-dalil yang kuat dan hujah-hujah yang kokoh dan terang seperti matahari di waktu siang tanpa dilindungi awan, telah menyakinkan kami bahwa mazhab Ahlu l-Bait AS adalah mazhab yang benar yang telah diambil oleh Syiah dari para imam Ahlu l-Bait AS dan dari datuk mereka Rasulullah SAWAW dari Jibrail AS dari Allah SWT. Mereka tidak akan menukarkannya dengan yang lain sehingga mereka berjumpa dengan Allah SWT.

3. Wahyu telah diturunkan di rumah mereka dan Ahlul l-Bait (isi rumah) lebih mengetahui dengan apa yang ada dalam rumah daripada orang lain. Lantaran itu orang yang berfikiran waras tidak akan meninggalkan dalil-dalil dari Ahlu l-Bait AS dengan mengambil dalil-dalil dari orang-orang asing (di luar rumah).

4. Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang mendukung pernyataan kami dan kami akan menerangkannya kepada kalian nanti.

5. Banyak hadits-hadits yang sahih dari Nabi SAWAW yang menunjukkan kebenaran Ahlu l-Bait AS di dalam buku-buku Ahlus Sunnah dan Syi’ah. Silahkan melihat buku kami Syi’ah Wa Hujjahtu-hum al-Tasyayyu’ (Syi’ah dan hujah mereka tentang Tasyayyu’) dan juga buku al-Muruja’at (Dialog Sunnah-Syi’ah) khususnya dialog keempat. Ianya akan memuaskan hati anda jika anda orang yang insaf. Jika tidak, keudzuran anda adalah disebabkan kejahilan anda sendiri.

(dedyzulvita/ABNS)

0 komentar:

Sejarah

ABNS Fatwa - Fatwa

Pembahasan

 
AHLUL BAIT NABI SAW - INFO SEJARAH © 2013. All Rights Reserved. Powered by AHLUL BAIT NABI SAW
Top