Pertanyaan:
Foto tersingkapnya Ka’bah
dan bukti kemukjizatan kelahiran Imam Ali As tersedia. Namun bukankah
Kabah telah berulang kali mengalami renovasi dan rehabilitasi? Kalau
begitu tersingkapnya Kabah tidak lagi memiliki arti karena ketika itu
boleh jadi bumi yang tersingkap?
Jawaban Global:
Sejarah dan literatur-literatur Islam menyatakan kepada kita bahwa
Kabah didirikan oleh Nabi Adam As kemudian mengalami kerusakan pada
peristiwa taufan Nabi Nuh As dan lalu dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim
Khalil As. Setelah Nabi Ibrahim As, sebuah kaum Arab Jarham membangun
Kabah namun perjalanan waktu yang kembali merusaknya. Amalaqah membangun
kembali untuk yang ketiga kalinya dan giliran keempatnya Quraisy yang
mendapatkan kehormatan membangun Kabah.
Setelah Abdul Malik Marwan memegang tampuk khilafah, Hajjaj bin Yusuf
merusak rumah yang dibangung oleh Abdullah bin Zubair dan mengembalikan
bentuknya seperti sedia kala. Kondisi Kabah tetap bertahan hingga
seperti sekarang ini sampai Sultan Sulaiman Utsmani pada tahun 960
berkuasa mengganti atap Kabah. Dan karena pada tahun 1121 Hijriah
menduduki singgasana khilafah, perbaikan atas Kabah dilakukan dan
setelah banjir bandang yang melanda pada tahun 1039 merusak sebagian
dinding bagian Utara, Timur dan Barat Kabah. Sultan Murad IV, salah
seorang raja Dinasti Usmaniyah memerintahkan Kabah diperbaiki dan Kabah
setelah itu tidak lagi mengalami perbaikan hingga hari ini.
Namun tidak terdapat keraguan sehubungan dengan proses kelahiran Imam
Ali As dan tersingkapnya dinding Kabah. Di samping literatur-literatur
Sunni juga literatur-literatur Syiah menyebutkan kejadian ini dengan
pasti. Hanya saja setelah kelahiran Imam Ali, Kabah senantiasa mengalami
renovasi dan rehabilitasi. Karena itu tentu saja, secara natural, bekas
tersingkapnya Kabah akibat kelahiran Imam Ali As yang membekas pada
Kabah juga harus hilang dan hal ini merupakan suatu hal yang tidak
diingkari oleh orang-orang Syiah dan juga tidak memiliki nilai
signifikansi yang tinggi bahwa pengaruh tersingkapnya telah sirna akibat
adanya renovasi dan rehabilitasi bangunan Kabah. Karena yang penting
adalah kemukjizatan tersingkapnya Kabah itu sendiri yang secara pasti
pernah terjadi dan literatur-literatur Syiah dan Sunni banyak
menjelaskan tentang kejadian ini.
Jawaban Detil:
Untuk diketahui bahwa untuk sampai pada jawaban yang lebih baik maka
kiranya kami harus melakukan rekonstruksi sejarah ringkas atas rumah
suci ini.
Apa yang disebutkan dalam literatur Islam dalam hal ini adalah bahwa
Kabah adalah rumah tauhid pertama yang dibangun di muka bumi. Kabah
merupakan tempat ibadah yang paling klasik yang pernah ada di kolong
jagad raya. Tiada satu pun sentral doa dan peribadatan sebelumnya yang
pernah dibangun, sebuah rumah yang didirikan dan dibangun demi
kepentingan umat manusia pada sebuah situs sentral sosial dan tempat
yang penuh mengandung keberkahan.
Rumah Kabah didirikan oleh Nabi Adam As kemudian mengalami kerusakan
pada peristiwa taufan Nabi Nuh As dan lalu dibangun kembali oleh Nabi
Ibrahim Khalil As. Imam Ali As dalam Nahj al-Balaghah bersabda tentang
hal ini, “”[1] (Khutbah Qasiah)
Ibnu Syahr Asyub meriwayatkan dari Amirul Mukminin As terkait dengan
makna ayat, “Inna awwala baitin wudhi’a linnas” dalam menjawab
pertanyaan seseorang yang berkata, “Apakah Kabah ini adalah rumah?” Imam
Ali As menjawab, “Tidak. Sebelum Kabah masih ada rumah-rumah yang lain.
Namun Kabah merupakan rumah pertama yang mengandung berkah yang
dibangun demi manusia. Kabah adalah sebuah rumah yang terdapat di
dalamnya hidayah, rahmat dan keberkahan. Orang yang pertama kali
membangun rumah itu adalah Ibrahim dan setelah itu sebuah kaum Arab
bernama Jahram yang membangunnya namun perjalanan waktu yang kembali
menghancurkan Kabah, kemudian Amalaqah membangunnya untuk yang ketiga
kalinya. Dan untuk keempat kali kaum Quraisy yang melakukan rekonstruksi
bangungan tersebut.[2]
Selepas itu pemangku jabatan pengurusan Kabah jatuh di tangan Qasha bin
Kilab, salah satu datuk Rasulullah Saw (yaitu abad kedua sebelum
Hijriah). Qasha merusak bangunan tersebut dan melakukan renovasi yang
lebih kukuh dan menutup blok-bloknya dengan kayu (pohon yang mirip pohon
kurma) dan bangunan ini tetap utuh hingga Abdullah bin Zubair pada masa
Yazid bin Muawiyah berkuasa di tanah Hijaz dan Yazid mengutus salah
seorang panglima perangnya bernama Hushain untuk merusak Kabah dan
berdasarkan pengaruh perang dan lontaran batu-batu besar yang
dilemparkan ke kota Mekah oleh pasukan Yazid dengan manjanik (semacam
ketapel) sehingga dengan serangan ini Kabah hancur dan api-api yang
dilontarkan ke arah kota dengan manjanik membuat kain Kabah dan bagian
dari kayu-kayunya terbakar. Setelah dengan kematian Yazid perang
berakhir, Abdullah bin Zubair kemudian berpikir untuk menghancurkan
Kabah dan membangunnya kembali. Karena itu, ia memerintahkan kapur yang
baik dikirimkan dari Yaman dan membangun Kabah dengan kapur dari Yaman.
Abdullah bin Zubair membangun Kabah dengan kapur dan menjadikan hajar
Ismail sebagai bagian dari Kabah yang tadinya berada pada tempat yang
tinggi, Abdullah Zubair kemudian merendahkannya. Ia pun menambahkan
sebuah pintu baru sehingga masyarakat dapat masuk melalui satu pintu dan
keluar dari pintu lainnya. Tinggi Kabah adalah 27 hasta (kurang lebih
13.5 meter) dan karena pekerjaan restorasi Kabah telah usai, jalan
keluar dan masuk Kabah disemerbaki dengan kesturi dan farfum yang harum
dan menutupinya dengan kain sutra. Pada tanggal 17 Rajab 64 Hijriah
Abdullah bin Zubair menyelesaikan pekerjaannya ini.
Setelah Abdullah Malik Marwan naik tampuk kekuasaan, Hajjaj bin Yusuf
menghancurkan rumah yang dibangun oleh Abdullah bin Zubair dan
mengembalikan bentuknya seperti sedia kala. Hajjaj merusak dinding Kabah
dari sisi Utara enam hasta dan satu jengkal dan sampai pada asas
bangunan kaum Quraisy dan bangunannya ia dasarkan dengan asas kaum
Quraisy. Pintu Timur Kabah yang diturunkan oleh Ibnu Zubair ditempatkan
pada tempatnya semula (kira-kira satu meter setengah atau dua meter
lebih tinggi dari jengkal) dan menutup pintu Barat yang ditambahkan oleh
Abdullah bin Zubair. Kemudian membentangkan karpet di atas lantai
(tanah) Kabah yang tadinya dipenuhi dengan bebatuan.
Kondisi Kabah tetap bertahan dengan cara seperti ini hingga Sultan
Sulaiman Usmani menduduki pemerintahan pada tahun 690. Ia mengganti atap
Kabah dan tatkala pada tahun 1221 Ahmad Usmani naik pucuk pemerintahan,
beberapa perbaikan dilakukan. Dan ketika banjir bandang pada tahun 1309
merusak sebagian dinding bagian Utara, Timur dan Barat, Sultan Murad
IV, salah satu raja Alu Utsman memerintahkan supaya bagian yang rusak
tersebut diperbaiki dan Kabah setelah itu tidak lagi diutak-atik
bangunannya.[3]
Sehubungan dengan kelahiran Imam Ali As dalam Kabah tiada seorang pun
yang mengingkari peristiwa ini. Seluruh kaum Muslimin, baik Syiah atau
Sunni menerima “mukjizat” ini dan dalam litetarur-literatur standar
Syiah disebutkan bahwa Yazid bin Qa’nab berkata, “Saya duduk bersama
Abbas bin Abdul Muthhalib dan sebagian Abdul Uzzah di depan Kabah dan
kemudian pada saat itu Fatimah bin Azad, ibu Amirul Mukminin Ali As yang
hamil sembilan bulan datang dan merasakan sakit ingin melahirkan; ia
berkata lirih, “Tuhanku! Saya beriman kepadamu dan kepada apa yang
datang dari sisi-Mu; saya beriman kepada para rasul dan kitab-kitab
serta membenarkan sabda datukku Ibrahim Khalil As dan dialah yang
membangun rumah tua ini. Demi yang membangun rumah ini dan demi bocah
yang berada dalam kandunganku ini, mudahkanlah proses kelahirannya
bagiku.” Yazid bin Qa’nab berkata, “Kami melihat dengan mata kepala
sendiri bahwa rumah Allah tersingkap dari belakang dan Fatimah masuk ke
dalamnya kemudian menghilang dari pandangan kami. Dinding Kabah kembali
tertutup. Kami ingin membuka gembok pada rumah Allah namun tidak dapat
terbuka. Kami tahu bahwa urusan ini merupakan urusan Allah Swt dan
setelah empat hari, Fatimah keluar dan membawa Amirul Mukminin dalam
gendongannya. Fatimah lalu berkata saya memiliki keutamaan atas seluruh
wanita pada masa lalu; karena Asiyah binti Muzahim menyembah Tuhan
secara diam-diam di tempat yang seharusnya Tuhan tidak disembah kecuali
terpaksa. Adapun Maryam binti Imran menggerak-gerakkan pohon kurma
kering sehingga dapat memetik kurma segar dan memakannya. Sementara saya
memasuki rumah Allah dan menyantap buah surgawi dan tatkala saya ingin
keluar sebuah ilham menyampaikan pesan, “Wahai Fatimah! Berikanlah nama
Ali bagi anakmu karena dia adalah Ali. Allah A’la (Yang
Mahatinggi) berfirman,”Namanya Aku ambil dari nama-Ku dan mengajarkannya
adab kepadanya dari adab-Ku. Kepelikan ilmu-Ku Aku ajarkan kepadanya.
Ia menghancurkan berhala-berhala di rumah-Ku dan dialah yang membacakan
adzan di pelataran rumah-Ku. Ia memuja dan memuji-Ku. Alangkah
bahagianya mereka yang mencintai dan menaatinya. Alangkah celakanya
orang yang memusuhi dan membangkang perintahnya.”[4]
Di kalangan Ahlusunnah juga terdapat banyak ulama yang menegaskan
peristiwa ini dan menyebutnya sebagai sebuah keutamaan yang tiada
bandingnya. Sebagai contoh, Hakim Naisyaburi dalma Mustadrak berkata,
“Dalam khabar-khabar mutawatir disebutkan bahwa Fatimah binti Asad
melahirkan Imam Ali dalam rumah Kabah.”[5]
Demikian juga Sa’idi sesuai dengan nukilan dari Shihah Sittah Ahlusunnah
berkata, “Sesuai dengan sebuah pendapat, Imam Ali As pada hari Jumat,
13 Rajab, 30 tahun setelah Tahun Gajah berlalu dan 23 tahun sebelum
hijrah Rasulullah Saw, lahir di Mekkah al-Mukarramah di dalam rumah
Kabah. Sesuai dengan pendapat lain, Imam Ali lahir pada masa 25 tahun
setelah Tahun Gajah dan dua belas tahun sebelum bi’tsat (pengutusan
resmi Rasulullah Saw). Dan sesuai dengan pendapat lainnya, Imam Ali
lahir pada masa sepuluh tahun sebelum bi’tsat dan sebelum Imam Ali As
tiada satu pun anak yang pernah lahir di rumah Kabah.[6]
Dengan memperhatikan beberapa hal ini maka menjadi jelas bahwa Syiah
dan Sunni meyakini bahwa mukjizat tersingkapnya Kabah merupakan suatu
hal yang pasti dan Imam Ali As di dalam Kabah. Karena itu, dengan
memperhatikan adanya perusakan dan perbaikan bangunan Kabah pada
tahun-tahun pasca kelahiran dan masa hidup Imam Ali As secara natural
bekas tersingkapnya dinding Kabah setelah dimasuki oleh Fatimah tentu
telah sirna dan hal ini merupakan sebuah hakikat yang tidak dapat
diingkari oleh siapa pun. Tiada seorang pun dari pihak Syiah yang
mengingkari kenyataan ini. Namun apa yang dikembangkan kemudian oleh
Syiah adalah bahwa mukjizat ini bersumber dari seseorang yang
satu-satunya lahir di Kabah dan Syiah memiliki kebanggaan dan kehormatan
mengikutinya. Adapun bekas tersingkapnya masih ada atau tidak, atau
hilang diakibatkan oleh adanya rekonstruksi bangunan Kabah bukanlah hal
yang penting. Karena yang penting adalah kemukjizatan tersingkapnya
Kabah yang secara pasti pernah terjadi dan literatur-literatur Syiah dan
Sunni banyak menjelaskan peristiwa ini.
Referensi:
[1]. Sayid Radhi, Nahj al-Balaghah, Khutbah Qasiah.
[1]. Sayid Radhi, Nahj al-Balaghah, Khutbah Qasiah.
[2]. Sayid Hasyim Bahrani, Tafsir al-Burhân, jil. 1, hal. 661, Hadis 36, Bunyad Bi’tsat, Cetakan Pertama, Teheran, 1416 H.
[3]. Sayid Baqir Musawi Hamadani, Terjemahan Persia al-Mizan, jil. 3, hal. 555, Jamiah Mudarrisin, Qum, 1374 S.
[4]. Syaikh Shaduq, Âmâli, terjemahan Persia oleh Kumeri, hal. 133, Nasyir Islamiyah, Cetakan Keenam, Teheran, 1376 S.
[5]. Muhammad Hakim Naisyaburi, Mustadrak ‘ala Shahihain, jil. 3, hal. 483, Nasyir Dar al-Ma’rifah, Cetakan Kedua, Beirut, 1406 H.
[6]. Muhammad Baqir Sa’idi, Fadhâil Panj Tan As dar Shihâh Syisgâneh Ahlusunnah, jil. 1, hal. 304, Firuz Abadi, Cetakan Pertama, Qum, 1374 S sesuai nukilan dari Nur al-Abshâr, hal. 69.
(islamquest/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar