Pertanyaan:
Amat disayangkan terdapat
banyak site yang menyebarkan hadis-hadis tanpa referensi dan sanad
sehingga acap kali disalahgunakan. Tolong Anda sebutkan validitas dan
invaliditas masing-masing riwayat sebagaimana berikut terkait dengan
pahala nikah mut’ah:
1. Rasulullah Saw bersabda, “Setiap orang selama hidupnya hendaknya melakukan mut’ah sekali. Derajatnya yang akan diraihnya adalah seperti derajat Hasan Mujtaba As. Dan barang siapa yang dua kali melakukan mut’ah maka derajatnya sama seperti derajat Imam Husain As dan barang siapa yang melakukan mut’ah tiga kali maka ia akan meraih derajat Ali bin Abi Thalib As dan barang siapa yang melakukan mut’ah empat kali maka derajatnya akan sama dengan derajatku.
2. Rasulullah Saw bersabda, “Dua orang yang melangsungkan nikah mut’ah tatkala mereka berbicara satu sama lain maka ucapan mereka adalah tasbih dan tatkala mereka saling berpegangan maka dosa-dosanya akan berguguran melalui jari-jemari mereka. Tatkala mereka saling berciuman, Allah Swt akan memberikan pahala haji umrah atas setiap ciuman dan tatkala mereka berpisah, Allah Swt akan menganugerahkan kebaikan sebesar gunung-gunung yang menjulang dalam catatan amalannya atas setiap kenikmatan yang mereka peroleh. Kemudian Rasulullah Saw mengimbuhkan, “Bagi sesiapa saja yang menciptakan hubungan di antara mereka, akan memperoleh ganjaran-ganjaran seperti ini.” Rasulullah Saw melanjutkan, “Satu Dirham (yang dikeluarkan) untuk mut’ah lebih baik dari seribu Dirham yang dibelanjakan di jalan Allah Swt. Demi Allah mut’ah adalah lebih baik. Mut’ah adalah apa yang disampaikan dalam al-Qur’an dan sunnah.”
3. Dalam sebuah hadis dari Imam Baqir As diriwayatkan seseorang bertanya kepada beliau: “Apakah bagi orang yang melangsungkan nikah mut’ah juga memiliki pahala?” Imam Baqir As menjawab, “Kapan saja seseorang melangsungkan nikah mut’ah dengan seorang wanita semata-mata demi keridhaan Allah Swt dan menentang orang yang mengharamkannya. Setiap kalimat yang disampaikan kepada wanita itu akan dituliskan kebaikan baginya. Ia tidak mengulurkan tangan kecuali Allah Swt menuliskan sebuah pahala baginya. Apabila ia mendekatinya, Allah Swt akan mengampunkan dosanya. Apabila ia mandi junub, Allah Swt akan mengampunkan dosanya seukuran aliran air yang mengucur dari rambut-rambutnya.” Periwayat dengan nada kaget bertanya, “Seukuran rambut-rambut?” Imam Baqir As bersabda, “Benar seukuran rambut-rambut.”
1. Rasulullah Saw bersabda, “Setiap orang selama hidupnya hendaknya melakukan mut’ah sekali. Derajatnya yang akan diraihnya adalah seperti derajat Hasan Mujtaba As. Dan barang siapa yang dua kali melakukan mut’ah maka derajatnya sama seperti derajat Imam Husain As dan barang siapa yang melakukan mut’ah tiga kali maka ia akan meraih derajat Ali bin Abi Thalib As dan barang siapa yang melakukan mut’ah empat kali maka derajatnya akan sama dengan derajatku.
2. Rasulullah Saw bersabda, “Dua orang yang melangsungkan nikah mut’ah tatkala mereka berbicara satu sama lain maka ucapan mereka adalah tasbih dan tatkala mereka saling berpegangan maka dosa-dosanya akan berguguran melalui jari-jemari mereka. Tatkala mereka saling berciuman, Allah Swt akan memberikan pahala haji umrah atas setiap ciuman dan tatkala mereka berpisah, Allah Swt akan menganugerahkan kebaikan sebesar gunung-gunung yang menjulang dalam catatan amalannya atas setiap kenikmatan yang mereka peroleh. Kemudian Rasulullah Saw mengimbuhkan, “Bagi sesiapa saja yang menciptakan hubungan di antara mereka, akan memperoleh ganjaran-ganjaran seperti ini.” Rasulullah Saw melanjutkan, “Satu Dirham (yang dikeluarkan) untuk mut’ah lebih baik dari seribu Dirham yang dibelanjakan di jalan Allah Swt. Demi Allah mut’ah adalah lebih baik. Mut’ah adalah apa yang disampaikan dalam al-Qur’an dan sunnah.”
3. Dalam sebuah hadis dari Imam Baqir As diriwayatkan seseorang bertanya kepada beliau: “Apakah bagi orang yang melangsungkan nikah mut’ah juga memiliki pahala?” Imam Baqir As menjawab, “Kapan saja seseorang melangsungkan nikah mut’ah dengan seorang wanita semata-mata demi keridhaan Allah Swt dan menentang orang yang mengharamkannya. Setiap kalimat yang disampaikan kepada wanita itu akan dituliskan kebaikan baginya. Ia tidak mengulurkan tangan kecuali Allah Swt menuliskan sebuah pahala baginya. Apabila ia mendekatinya, Allah Swt akan mengampunkan dosanya. Apabila ia mandi junub, Allah Swt akan mengampunkan dosanya seukuran aliran air yang mengucur dari rambut-rambutnya.” Periwayat dengan nada kaget bertanya, “Seukuran rambut-rambut?” Imam Baqir As bersabda, “Benar seukuran rambut-rambut.”
Jawaban Global:
Terdapat ragam jawaban pada site ini yang secara langsung atau tidak langsung membahas masalah mut’ah dan syarat-syaratnya.[1]
Namun di antara tiga riwayat yang Anda kemukakan dalam pertanyaan di
atas, hanya riwayat terakhir yang dapat dijumpai pada
literatur-literatur primer dan standar Syiah.
Namun dua riwayat pertama, tidak hanya tidak dapat dijumpai pada kitab arba’ah (empat kitab standar), bahkan pada kumpulan-kumpulan riwayat yang lebih belakangan yang notabene lebih banyak mengumpulkan hadis-hadis juga tidak dapat dijumpai dua hadis semacam ini.
Adapun teks riwayat ketiga yang terjemahannya mengemuka pada pertanyaan adalah sebagai berikut:
Shaleh bin Uqbah meriwayatkan dari Abu Ja’far (Imam Baqir), “Apakah bagi orang yang melangsungkan nikah mut’ah juga memiliki pahala?” “Kapan saja seseorang melangsungkan nikah mut’ah dengan seorang wanita semata-mata demi keridhaan Allah Swt dan menentang orang yang mengharamkannya. Setiap kalimat yang disampaikan kepada wanita itu akan dituliskan kebaikan baginya. Ia tidak mengulurkan tangan kecuali Allah Swt menuliskan sebuah pahala baginya. Apabila ia mendekatinya, Allah Swt akan mengampunkan dosanya. Apabila ia mandi junub, Allah Swt akan mengampunkan dosanya seukuran aliran air yang mengucur dari rambut-rambutnya.” Periwayat dengan nada kaget bertanya, “Seukuran rambut-rambut?” Imam Baqir As bersabda, “Benar seukuran rambut-rambut.”[2]
Namun dua riwayat pertama, tidak hanya tidak dapat dijumpai pada kitab arba’ah (empat kitab standar), bahkan pada kumpulan-kumpulan riwayat yang lebih belakangan yang notabene lebih banyak mengumpulkan hadis-hadis juga tidak dapat dijumpai dua hadis semacam ini.
Adapun teks riwayat ketiga yang terjemahannya mengemuka pada pertanyaan adalah sebagai berikut:
"وَ
رَوَى صَالِحُ بْنُ عُقْبَةَ عَنْ أَبِیهِ عَنْ أَبِی جَعْفَرٍ (ع) قَالَ
قُلْتُ لَهُ لِلْمُتَمَتِّعِ ثَوَابٌ قَالَ إِنْ کَانَ یُرِیدُ بِذَلِکَ
وَجْهَ اللَّهِ تَعَالَى وَ خِلَافاً عَلَى مَنْ أَنْکَرَهَا لَمْ
یُکَلِّمْهَا کَلِمَةً إِلَّا کَتَبَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِهَا حَسَنَةً
وَ لَمْ یَمُدَّ یَدَهُ إِلَیْهَا إِلَّا کَتَبَ اللَّهُ لَهُ حَسَنَةً
فَإِذَا دَنَا مِنْهَا غَفَرَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِذَلِکَ ذَنْباً
فَإِذَا اغْتَسَلَ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِقَدْرِ مَا مَرَّ مِنَ الْمَاءِ
عَلَى شَعْرِهِ قُلْتُ بِعَدَدِ الشَّعْرِ قَالَ نَعَمْ بِعَدَدِ
الشَّعْرِ".
Shaleh bin Uqbah meriwayatkan dari Abu Ja’far (Imam Baqir), “Apakah bagi orang yang melangsungkan nikah mut’ah juga memiliki pahala?” “Kapan saja seseorang melangsungkan nikah mut’ah dengan seorang wanita semata-mata demi keridhaan Allah Swt dan menentang orang yang mengharamkannya. Setiap kalimat yang disampaikan kepada wanita itu akan dituliskan kebaikan baginya. Ia tidak mengulurkan tangan kecuali Allah Swt menuliskan sebuah pahala baginya. Apabila ia mendekatinya, Allah Swt akan mengampunkan dosanya. Apabila ia mandi junub, Allah Swt akan mengampunkan dosanya seukuran aliran air yang mengucur dari rambut-rambutnya.” Periwayat dengan nada kaget bertanya, “Seukuran rambut-rambut?” Imam Baqir As bersabda, “Benar seukuran rambut-rambut.”[2]
Dalam
kaitannya dengan riwayat ini juga terdapat satu poin yang patut
mendapat perhatian bahwa seluruh pahala yang dijanjikan yang terdapat
dalam teks riwayat, tatkala dilakukan dengan niat mencari keridhaan
Allah Swt dan kita tahu bahwa amalan-amalan mubah juga apabila dilakukan
dengan niat Ilahi maka kita juga dapat berharap memperoleh pahala dari
Allah Swt.
Dalam
sebuah riwayat dinukil bahwa Rasulullah Saw menasihatkan Abu Dzar untuk
menjalin hubungan suami-istri dengan istri permanennya dan berharap
mendapatkan ganjaran ukhrawinya. Abu Dzar dengan nada kaget bertanya,
“Apakah saya juga akan mendapatkan pahala dari pekerjaan seperti ini?”
Rasulullah Saw bersabda, “Sebagaimana engkau akan mendapatkan hukuman
dalam hubungan haram, hubungan halal juga akan memperoleh pahala.”[3]
Atas
dasar itu, tidak ada yang perlu dikagetkan apabila hubungan-hubungan
halal yang terjalin dalam format akad dan nikah temporal juga akan
menuai pahala dan nilai-nilai spiritual sebagaimana yang disinggung pada
riwayat di atas.
Referensi:
[1]. Di antara jawaban yang tersedia pada site, 3181 (Site: 3427), 3320 (Site: 4098), Evaluasi Hadis-hadis Mut’ah, 6021.
[2]. Syaikh Shaduq, Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih, jil. 3, hal. 463, Hadis 4600, Intisyarat-e Jami’a Mudarrisin, Qum, 1413 H.
[3]. Muhammad bin Ya’qub Kulaini, Ushûl al-Kâfi, jil. 5, hal. 496, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.
0 komentar:
Posting Komentar