SELAMAT DATANG DI AHLUL BAIT NABI SAW

AHLUL BAIT NABI SAW: Media Agama Dan Hati Umat Islam * Media Persatuan dan Kesatuan Sunni Dan Syiah



Abu Abd Allah Muhammad ibn Muhammad ibn al-Nu'man
Judul al-Syaikh al-Mufid
Yg dibawa lahir 948 H
Meninggal 1022 H
Era Zaman keemasan Islam
Bunga utama (s) Kalam , Hadits , Ilm ar-Rijal , Ushul dan Fiqh
Karya terkenal (s) Al-Amali dan Kitab al-Irshad
Abu Abd Allah Muhammad ibn Muhammad ibn al-Nu'man al-'Ukbari al-Baghdadi yang dikenal sebagai al-Syaikh al-Mufid dan Ibn al-Mu'allim untuk keahliannya dalam teologi filosofis (c. 948-1022 M) adalah sebuah terkemuka Dua Belas Syiah teolog. [1]

Biografi

Al-Syaikh Al-Mufid lahir pada tanggal 11 Dzul Qa'dah, 336 Hijrah (atau 338 AH menurut Sheikh Tusi) di 'Ukbara , sebuah kota kecil di sebelah utara Baghdad [2] dan kemudian bermigrasi bersama dengan ayahnya untuk Baghdad , di mana Syiah Buwaihi yang berkuasa. Dalam tradisi Syiah, ia belajar dengan tradisionis terkenal al-Syaikh al-Saduq Ibnu Babawaih al-Qummi . Siswa yang menonjol nya termasuk Sharif al-Murtadha , al-Syaikh al-Tusi , umumnya dikenal sebagai pemimpin Syiah dan al-Karajaki. Karirnya bertepatan dengan yang terkenal Mu'tazilah teolog dan pemimpin Bahshamiyya sekolah, 'Abd al-Jabbar al-Asadabadi al-Hamadhani dan dengan perselisihan dan konflik intra-sektarian di Baghdad. Dia sehingga sering diserang dan perpustakaan dan sekolah hancur. Tapi dia tetap bek intelektual setia dan signifikan dari Dua Belas Syiah dan dihormati oleh teman-teman dan lawan. [3]
Al-Mufid cukup sering dituduh menggabungkan mode penalaran teologis umum di sekolah Baghdad dari Mu'tazilah sebagaimana dicontohkan oleh gurunya Abu'l-Qasim al-Ka'bi al-Balkhi dalam teologi Imamiyah Syiah. Namun ini atas dasar penelitian mengandalkan Sunni interpretasi sejarah teologis Syiah. Penafsiran Syiah adalah bahwa Mu'tazilah dipinjam dari Syiah jauh sebelum al-Mufid dan doktrin Syiah itu sudah di tempat pada saat al-Mufid. [4]
Al-Mufid meninggal pada malam Jumat, 3 Ramadhan, 413 AH Muridnya Sayyid al-Murtada dipimpin doanya pemakaman (Salat-e-mayyit), di hadapan hampir delapan puluh ribu orang, kerumunan pernah terlihat sebelumnya dalam pemakaman di Baghdad.
Syekh Tusi (. d 460 AH) menjelaskan acara ini menyedihkan di al-Fihrist:
"Hari kematiannya menarik kerumunan terbesar yang pernah terlihat di pemakaman apapun, dan kedua, teman-teman dan musuh, menangis tak terkendali".
Al-Mufid tetap dimakamkan di rumahnya sendiri selama dua tahun, dan kemudian tubuhnya dipindahkan ke Masjid Al Kadhimiya di mana ia dimakamkan dekat mentornya, makam Ja'far bin Qawlayh ini menghadapi kaki Imam Muhammad at-Taqi . Makamnya masih dikunjungi oleh orang-orang yang mengunjungi tempat-tempat suci di Kadhimayn .

Bagaimana Al-Mufid bernama

Dikatakan bahwa al-Mufid meraih gelar al-Mufid sebagai akibat dari sengketa tentang manfaat relatif dari dua peristiwa - Ghadir Khum dan Gua. Cerita berlanjut bahwa ketika al-Mufid - Abu 'Abd Allah karena ia - pergi untuk mengunjungi ulama' Ali b. 'Isa al-Ramani, yang disebutkan di atas, ada kerumunan besar orang dengan sarjana. Ketika orang banyak tumbuh tipis, Abu muda 'Abd Allah mendekati sarjana. Namun, kemudian kedatangan seorang pria dari Basra diumumkan. Kedua, yaitu 'Ali b. 'Isa dan tamunya dari Basra, berbicara untuk beberapa waktu. Kemudian pengunjung bertanya 'Ali b. 'Isa apa yang dia katakan tentang peristiwa Ghadir Khum dan Gua. 'Ali b. 'Isa menjawab:
"Tradisi Gua yang pasti pengetahuan (diraya) sedangkan tradisi Ghadir adalah (status) dari narasi (riwaya). Sebuah narasi (riwaya) tidak memerlukan sama (penerimaan) sebagai pasti pengetahuan (diraya). " The Basran tidak bisa menemukan jawaban untuk ini dan berangkat.
 
Namun, al-Mufid mengambil diskusi:
"O Syekh, saya memiliki masalah," katanya kepada 'Ali b. 'Adalah.
"Masukan ke depan, maka," jawab yang terakhir.
"Apa yang akan Anda katakan tentang seseorang yang berjuang melawan hanya Imam?" tanya al-Mufid.
"Dia adalah orang yang tidak beriman (kafir)," adalah jawabannya. Kemudian setelah jeda ia berubah ke "orang berdosa kuburan (fasiq)."
"Apa yang Anda katakan tentang Amirul Mukminin, 'Ali b. Abi Thalib?" . Dia adalah seorang Imam. "
"Apa yang Anda katakan tentang Pertempuran Unta, dan beberapa sahabat yang berperang melawan Ali b. Abi Thalib." Oleh karena itu sesuai dengan argumen di atas mereka harus digambarkan sebagai fasiq, yaitu orang-orang berdosa kuburan yang akan pergi ke neraka. (Namun ada tradisi yang sahabat ini berada di antara sepuluh orang yang Nabi berkata akan pergi ke surga. Jadi 'Ali b. Isa harus menjelaskan bagaimana mereka bisa fasiq dan pergi ke surga. Dia melakukan ini dalam jawaban berikutnya. )
"Mereka bertobat."
"Tradisi Pertempuran Unta adalah pasti pengetahuan (diraya) sedangkan tradisi pertobatan adalah narasi (riwaya)," jawab al-Mufid.
 
Jadi al-Mufid telah mengubah tabel pada dirinya. Acara gua adalah sesuatu yang semua Muslim diterima sebagai fakta tapi tidak ada gunanya memberikan tradisi baik dilaporkan status inferior Ghadir Khum, karena jika ini dilakukan, terminologi yang sama dapat digunakan untuk mempertanyakan pertobatan dari para sahabat mengatakan , yang juga diterima oleh sebagian besar umat Islam.
 
'Ali b. 'Isa sangat terkesan dengan alasan pemuda itu. Dia bertanya tentang gurunya dan kemudian memberinya catatan untuk dibawa ke orang itu. Dalam catatan dia direkomendasikan kecerdasan dan memberinya julukan al-Mufid, "orang yang memberi manfaat".

Buku-bukunya

  • Al-Amali
  • Al-Irshad PDF
  • Awa'il al-Maqalat
  • Ahkam al-Nisa '
  • Khulasat al-Iyjaz
  • Jawabat Ahl al-Mawsul
  • Risalat al-Mut`ah
  • Aqsam al-Mawla
  • Risalah fi al-Mahr
  • Iman Abi Thalib
  • Al-Ikhtisas
  • Al-Ifsah fi al-Imamah Amir al-Mu'minin
  • Al-Ishraf
  • Tashih I`tiqadat al-Imamiyah
  • Tafdhil Amir al-Mu'minin
  • Risalah fi al-Ma`na Mawla
  • Al-Jamal
  • Al-Masa'il al-Saghaniyah
  • Al-Masa'il al-Tusiyah
  • Al-Masa'il al-Jarudiyah
  • Al-Masa'il al-`Ukbariyah
  • Al-Nukat al-I`tiqadiyah
  • Al-Masa'il al-`Ashr fi al-Ghaybah
  • Dhaba'ih Ahl al-Kitab
  • Al-Mas'hu ala al-Rijlayn
  • Al-Muqni`yah
  • Al-I`lam bima ittafaqat alaihi al-Imamiyah min al-Ahkam
  • Al-Tadhkirah bil Usul al-Fiqh
  • Masar al-Shi`ah
  • Al-Nukat fi al-Muqadimat al-Ushul

Studi sekunder

  • Tamima Bayhom-Daou, Syaikh Mufid, Pembuat Dunia Muslim, Oxford 2005
  • Martin J.McDermott, The Theology of al-Shaikh al-Mufid, Beirut 1978.
  • Paul Sander, Zwischen Charisma und Ratio, Berlin 1994.

Referensi


Pendapat lain:

Syaikh Mufid

(338 – 413 H.)

Kelahiran

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Nu‘man yang lebih dikenal dengan julukan Syaikh Mufid. Ia dilahirkan di tengah berkecamuknya krisis akidah dan politik pada tahun 338 Hijriah di pinggiran kota Baghdad.

Pendidikan

Ia menamatkan pendidikan permulaan di bawah bimbingan keluarganya sendiri. Karena keluarganya adalah pengikut mazhab Syi‘ah yang militan dan memiliki kecintaan yang luar biasa terhadap Ahlulbait as, ia berpindah ke kota Baghdad dengan tujuan untuk menimba ilmu pengetahuan yang lebih mendalam. Ia menimba ilmu dari para ulama dan ilmuwan tersohor di Baghdad sehingga ia menjadi orang nomor satu dalam bidang ilmu Kalam, Ushul, dan Fiqih. Di samping mutakallim, ia juga adalah seorang faqih pada masanya yang memiliki nama tersohor di seantero dunia Islam.

Kondisi Masa Ia Hidup

Dari sejak kegagalan perlawanan Mukhtar bin Abi ‘Ubaidah ats-Tsaqafî hingga selanjutnya, seluruh pemberontakan kaum tertindas yang anti para penindas memulai pemberontakan mereka dengan mengangkat nama besar Ahlulbait Rasulullah saw. Dengan artian, memberontak atas penguasa yang sedang berkuasa pada masa itu yang dilakukan oleh seluruh aliran yang mencintai Ahlulbait as, baik mazhab Imamiah, Zaidiah, Kaisaniah, Rawandiah, dan aliran-aliran yang lain, memiliki satu tujuan dan misi yang sama, yaitu memberangus pemerintahan rasial dinasti Bani Umaiyah dan menggantikannya dengan sebuah pemerintahan yang berazaskan Al-Qur’an. Dalam pemerintahan ini, bangsa Arab dan non-Arab memiliki kedudukan dan keistimewaan yang sama rata.

Daerah basis pemberontakan yang paling penting pada saat itu adalah Khurasan. Masyarakat Khurasan berkumpul di bawah naungan bendera mazhab Syi‘ah dan ingin mengembalikan kekuasaan dari Bani Umaiyah kepada Bani Ali as. Ketika Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas mengutus para propagandisnya ke Khurasan, ia berpesan supaya mereka tidak menyebut nama tertentu. Yang penting, mereka mengajak masyarakat untuk membela ar-Ridha min Ali Muhammad (figur agung dari keturunan Muhammad saw).

Hasil dari kebangkitan tersebut adalah Bani Abbas berhasil menduduki takhta kerajaan dan keluarga Imam Hasan dan Imam Husain as tercampakkan. Akan tetapi, tindakan politis yang diambil oleh Bani Abbas setelah mereka berhasil menduduki takhta kerajaan atau setelah beberapa saat kerajaannya stabil tidak seperti yang diharapkan oleh kaum tertindas itu. Realita yang terjadi setelah pemberontakan itu berhasil hanyalah terbentuknya sebuah pemerintahan rasial baru dimana Bani Abbas menggantikan posisi Bani Umaiyah. Perbedaan yang ada terletak pada unsur kekuatan Iran yang memiliki andil besar dalam pemberontakan tersebut dan setelah pemberontakan berhasil, mereka memiliki kedudukan penting dalam jajaran kekuatan eksekutif kerajaan. Atas dasar ini, sangat beralasan jika Mu’izud Daulah pada tahun 352 H. menyeru para wanita Syi‘ah supaya mewarnai wajah mereka dengan warna hitam dan memerintahkan mereka untuk keluar ke pasar Baghdad. Para fuqaha Ahlusunah menamakan tahun itu sebagai Tahun Bid‘ah.
Setelah seluruh ujian pahit dan masa kelam itu terjadi, para pemikir dan ulama Syi‘ah mulai sadar dan mengambil sebuah inisiatif—sebagai langkah pertama—untuk mengajarkan ilmu dan akidah Syi‘ah kepada masyarakat luas dan lebih memperkenalkan mereka dengan teori keadilan, kesamaan, dan hukum-hukum Islam. Dari abad ke-2 Hijriah dan selanjutnya, para mutakallim Syi‘ah dan murid universitas Imam al-Baqir dan Imam Ja‘far ash-Shadiq as berusaha keras untuk membangun pondasi-pondasi akidah Syi‘ah dengan dasar logika rasional dan teologis. Dari sejak masa itu hingga tahun 447 Hijriah, yaitu tahun masuknya Thugrul as-Saljuqi ke Baghdad dan penggulingan khalifah terakhir dinasti Syi‘ah Alibuyeh yang bernama al-Malikur Rahim, para pemikir dan ulama Syi‘ah berhasil mencetuskan sebuah teori pemikiran insani dan Islami yang paling unggul selama abad sejarah dengan bersandarkan kepada ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Ahlulbait as. Tindakan ini belum pernah terjadi sebelumnya di dunia Islam. Mereka telah berhasil memperkuat doktrin-doktrin filosofis dan teologis mazhab ini sehingga doktrin-doktrin tersebut tidak hanya bisa bertahan hidup di sepanjang sejarah, bahkan selalu mengalami perkembangan pesat dan berfungsi sebagai solusi bagi setiap problema sosial masyarakat dunia. Dari satu sisi, mereka memasukkan konsep keadilan ke dalam salah satu doktrin akidah mazhab Syi‘ah dan dari sisi lain, mereka memperkenalkan akal sebagai salah satu sumber hukum dalam upaya menelorkan hukum Islam. Dengan kata lain, dalam kedua bidang keyakinan dan amal, mereka menganggap akal sebagai suatu alat yang legal dan dapat berfungsi secara aktif.

Masa kemunculan Syaikh Mufid dan ulama lain yang semasa dengannya terwujud pada saat genting seperti ini. Gerakan berbau agama yang dipelopori oleh para fuqaha dan ulama ini tidak berhenti sampai di situ saja. Gerakan itu terus-menerus diperbaharui dan direnovasi oleh para ulama kenamaan lainnya, seperti Ibn Idris, Allamah al-Hilli, Muhaqqiq al-Hilli, Syaikh Ali al-Karaki, Syaikh Abdul ‘Al, Syaikh Ali Minsyar, Syaikh Baha’i, dan puluhan ulama yang lain sehingga berhasil menembus cakrawala ilmu Fiqih. Mereka juga berhasil menyempurnakan ilmu Fiqih yang telah dicetuskan oleh Syaikh Shaduq, Syaikh al-Kulaini, Syaikh Mufid, dan Syaikh ath-Thusi dari uang  lingkup ibadah dan transaksi menuju ruang lingkup yang lebih sempurna.
Betul bahwa setelah penyerangan kaum Mongol ke pusat-pusat ilmiah Islam, hauzah-hauzah ilmiah Syi‘ah mengalami sedikit stagnansi. Akan tetapi, setelah masa kevakuman pasca penyerangan kaum Mongol itu, para fuqaha dan ulama setelah generasi mereka, seperti Syahid Awal, Syahid Tsani, Muqaddas Ardabilli, Allamah Wahid al-Bahbahani, Syaikh Ja‘far Al Kasyiful Githa’, Syaikh Hasan yang lebih dikenal dengan sebutan Shâhib al-Jawâhir, Mirza Syirazi Yang Agung, dan Syaikh Murtadha al-Anshari, berhasil menghidupkan ilmu Fiqih mazhab Syi‘ah kembali dan dapat bertahan hidup hingga masa kita sekarang ini.

Para Guru

Di dalam penutup kitab Mustadrak Wasâ’il asy-Syi‘ah, Syaikh Nuri menyebutkan lima puluh orang guru Syaikh Mufid. Akan tetapi, yang jelas, jumlah gurunya melampaui jumlah tersebut. Guru-gurunya yang paling tersohor adalah sebagai berikut:

a. Ibn Qawlawaeh al-Qomi.

b. Syaikh Shaduq.

c. Ibn Walid al-Qomi.

d. Abu Ghalib.

e. Ibn Junaid al-Iskafi.

f. Abu Ali ash-Shauli al-Bashrî.

g. Abu Abdillah ash-Shafwani.

h. Ibn Abi ‘Aqil.

Para Murid

Banyak sekali para ulama yang telah menimba ilmu dari lautan ilmu Syaikh Mufid. Yang paling terkenal adalah berikut ini:
a. Sayid Murtadha Alamul Huda, sudara Sayid Radhi.
b. Syaikh ath-Thusi.
c. An-Najasyi.
f. Abul Fath al-Karachiki.
g. Abu Ya’la Ja‘far bin Salar.
h. Abdul Ghani.

Karya Tulis

An-Najasyi menyebutkan seratus sebelas karya Syaikh Mufid di dalam bukunya. Sebagian dari hasil karya tulis tersebut adalah sebagai berikut:
a. Dalam bidang ilmu Fiqih: al-Muqni‘ah, al-Farâ’idh asy-Syar‘iah, dan Ahkâm an-Nisâ’.
b. Dalam bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an: al-Kalâm fî Dalâ’il Al-Qur’an, Wujûh I‘jâz Al-Qur’an, an-Nushrah fî Fadhl Al-Qur’an, dan al-Bayân fî Tafsir Al-Qur’an.
c. Dalam bidang ilmu Kalam dan Akidah: Awa’il al-Maqâlât, Naqdh Fadhîlah al-Mu‘tazilah, al-Ifshâh, al-ÃŽdhâh, dan al-Arkân.

Komentar Para Ulama

a. An-Najasyi, murid tersohor dan kepercayaannya berkomentar, “Keutamaan guru kami ra dalam bidang ilmu Fiqih dan Hadis, dan ke-tsiqah-annya lebih tersohor dari setiap usaha untuk menjelaskannya. Ia memiliki banyak karya tulis, di antaranya al-Muqni‘ah, al-Arkân fî Da‘âim ad-Dîn, al-ÃŽdhâh dan al-Ifshâh dalam bab konsep imamah, al-Irsyâd, al-‘Uyûn, dan al-Mahâsin.”
b. Syaikh ath-Thusi di dalam “al-Fihrist” berkomentar, “Muhammad bin Muhammad bin Nu‘man yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn al-Mu‘allim adalah salah seorang mutakallim mazhab Imamiah pada masa hidupnya. Kepemimpinan dan marja’iah mazhab Syi‘ah berada di tangannya. Dalam bidang ilmu Fiqih dan Kalam selalu diunggulkan atas orang lain. Ia memiliki hafalan yang baik dan otak yang jenius. Dalam menjawab setiap pertanyaan, ia selalu memiliki jawaban yang siap diberikan. Ia memiliki karya tulis besar dan kecil lebih dari dua ratus buku.”
c. Abu Ya‘la al-Ja‘fari, menantu dan pengganti posisinya, pernah berkomentar, “Ia hanya tidur sedikit di waktu malam. Selebihnya, selama siang dan malam, ia mengerajakan shalat, menelaah buku, mengajar, atau membaca Al-Qur’an.”

Komentar Para Ulama Ahlusunah

Di samping para ulama Syi‘ah di atas, para ulama Ahlusunah juga memuji keutamaannya dalam bidang ilmu dan ketakwaan.
a. Ibn Hajar al-‘Asqallani berkomentar, “Ia adalah seorang ahli ibadah, zuhud, khusyuk, dan selalu melakukan shalat tahajud. Ia juga selalu menekuni bidang keilmuan secara kontinyu. Banyak para ulama yang telah menimba ilmu darinya. Ia memiliki hak yang sangat besar atas seluruh pengikut mazhab Syi‘ah. Ayahnya hidup di daerah Wasith. Ia memiliki profesi mengajar dan terbunuh di daerah ‘Ukburi. Menurut sebuah cerita, ‘Adhudud Daulah sering menemuinya dan ketika ia sakit, Raja selalu membezuknya.”
b. ‘Imad a-Hanbali menukil pernyataan buku Târîkh Ibn Abi Thay al-Halabî tentang Syaikh Mufid,  “Ia adalah salah seorang tokoh pembesar mazhab Imamiah dan panutan dalam bidang ilmu Fiqih dan Kalam, dan seni berdialog. Ia selalu mengadakan dialog dan diskusi dengan para pengikut seluruh aliran. Di dalam jajaran pemerintahan dinasti Alibuyeh, ia memiliki kedudukan yang sangat penting. Ia selalu memberikan sedekah yang tak terhingga, ahli tahajud, khusyuk, selalu mengerjakan shalat, dan berpuasa. Pakaiannya pun selalu rapi. ‘Adhudu Daulah selalu menemuinya. Ia berperawakan kurus dan berkulit kuning langsat. Ia berusia tujuh puluh enam tahun dan memiliki lebih dari dua ratus karya tulis. Kisah pengantaran jenazahnya sudah dikenal oleh masyarakat ramai. Lebih dari delapan puluh ribu orang pengikut mazhab Syi‘ah ikut mengantarkan jenazahnya ke liang lahat. Ia meninggal dunia pada bulan Ramadhan. Semoga Allah merahmatinya.”
c. Pada pembahasan peristiwa tahun 413 Hijriah, al-Yafi‘i menulis, “Pada tahun ini, seorang ulama Syi‘ah meninggal dunia. Ia memiliki banyak karya tulis dan panutan yang agung dalam mazhab Syi‘ah Imamiah. Ia dikenal dengan sebutan Mufid dan Ibn al-Mu‘allim. Ia memiliki kepiawaian dalam bidang ilmu Kalam, Fiqih, dan seni berdebat. Ia selalu mengadakan perdebatan dengan penganut setiap akidah dan keyakinan. Ia hidup dengan penuh penghormatan di kalangan jajaran penjabat dinasti Alibuyeh.”

Wafat

Akhirnya, setelah tujuh puluh lima tahun menghaturkan berbagai pengorbanan dan khidmat berharga, Syaikh yang agung ini harus meninggalkan dunai yang fana. Ia meninggal dunia pada tahun tahun 413 Hijriah. Ia mendapatkan penghormatan yang luar biasa dari para ulama. Menurut versi riwayat Syaikh ath-Thusi, muridnya yang ikut hadir mengantarkan jenazah gurunya, hari wafatnya—dilihat dari sisi banyaknya sahabat dan musuh yang mengerjakan shalat dan menangisinya—tiada duanya. Delapan puluh ribu pengikut mazhab Syi‘ah ikut mengantarkan jenazahnya. Sayid Murtadha ‘Alamul Huda memimpin shalat jenazah atasnya. Ia dikuburkan di bawah bagian kaki makam suci Imam al-Jawad, di dekat gurunya, Ibn Qawlawaeh.

*****

Syekh Mufid, Sosok Teladan Dalam Mempersatukan Umat.


Siapakah Syaikh Mufid?
Syaikh Mufid adalah nama panggilan untuk seorang ulama Baghdad yang bernama asli Muhammad bin Muhammad. Ia adalah ilmuwan sekaligus ahli fiqih terkemuka yang lahir di Baghdad. Dibesarkan dalam keluarga yang mencintai ilmu pengetahuan, Syaikh Mufid telah jatuh cinta pada ilmu sejak masih kecil. Keluarganya pula yang memberikannya pendidikan dasar sebelum kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke para ulama terkemuka di zamannya.

Yang membuat nama Syaikh Mufid segera dikenal orang adalah kebiasaan belajarnya yang dianggap kurang lazim—ia suka berdebat dengan para ulama dan para ilmuwan lain untuk menemukan kebenaran yang dicarinya. Melalui perdebatan-perdebatan itulah kemudian Syaikh Mufid mengembangkan ilmu teologi, fiqih, dan perbandingan agama.

Sebagai guru, Syaikh Mufid telah membimbing banyak murid yang kemudian juga banyak yang menjadi ilmuwan serta ulama besar, di antaranya adalah Syaikh Thusi, Sayyid Murtadha, dan Sayyid Ridha. Sepanjang hidupnya, Syaikh Mufid telah menulis 200-an jilid karya, di antaranya berjudul “Al-Irsyad”, “Al-Arkan”, dan “Ushulul Fiqh.”
Sheikh Mufid semasa hidupnya mengajar di sebuah mesjid yang bernama Buratsa di Baghdad, beliau melakukan kegiatannya dengan mengajar, berkhotbah, berdiskusi, dan membahas berbagai macam ilmu pengetahuan Islam di mesjid ini. Dalam menyampaikan khutbahnya, beliau senantiasa mendorong berbagai kelompok Islam untuk senantiasa mengenyampingkan segala perbedaan yang bersifat juzi (parsial), dan melihat ushul (dasar-dasar utama) sebagai suatu hal yang dapat menyatukan mereka semua.
Pada tanggal 11 Zulqaidah 336 H, di sebuah wilayah bernama Suwaiqah bin Bashri, sebuah daerah yang terletak di utara Baghdad, lahirlah seorang yang akan membawa ajaran Islam, khususnya keilmuan Syiah ke puncak tertinggi, yang akan menghiasi kebudayaan Syiah dan membuatnya bersinar di tengah-tengah pemahaman yang menyimpang terhadap keyakinan Syiah, melalui studi ilmiah dan diskusi yang hebat serta berdalil. Kecerdasan yang dimilikinya membuat banyak orang datang dan mengelilinginya di samping sungai Tigris. Upaya ilmiah yang dilakukannya telah membuat ilmu pengetahuan menjadi hidup dan bersinar sepanjang rentang sejarah Islam. Demikian juga dengan pendirian sebuah lembaga Akademi Ilmu pengatahuan dan budaya Islam yang dilakukannya, telah memberikan manfaat yang luar biasa bagi masa depan intelektual Islam, dialah Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad bin Nu’man al-Baghdadi yang lahir dipangkuan ibunda tercinta, serta menjadi pecinta Ahlul Bait dan mendapatkan pendidikan dan bimbingan darinya.

Syekh Mufid hidup pada abad keempat dalam sejarah Islam, era dimana gejolak politik dan ilmu pengetahuan berada pada puncaknya, era dimana tokoh-tokoh filosof terkenal seperti al-Farabi, Ibnu Maskawih dan Ibnu Sina, juga para tokoh ilmuwan Biologi dan matematika serta astronomi yang luar biasa seperti Abu Rayhan al Biruni, Zahrawi dan Ibnu Maysam hidup, beliau juga hidup sezaman dengan tokoh sejarawan terkenal seperti Abul Faraj Isfahani. Sebuah era sejak 300 tahun berlalu dari awal penerapan ajaran Islam.

Pada saat itu, buku-buku ilmu pengetahuan Yunani dan India telah diterjemahkan, dan pada saat itu pula telah lahir dan berkembang berbagai disiplin ilmu pengetahuan Islam seperti ilmu Hadis, Tafsir, Sejarah Islam, khilafah Islam, Sejarah Nabi, Sejarah Politik dan Penaklukan wilayah, bahkan Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi pun telah mengalami perkembangan pesat.

Era ini adalah era bebas, era yang memberikan ruang kepada para muhaddis (ahli hadis) dan mufassir (ahli tafsir) bebas mengemukakan pendapat mereka, demikian pula dengan pengikut mazhab fiqh bebas menentukan untuk mengikuti pendapat para ulama Fiqih mana yang dirasa sesuai bagi mereka. Akan tetapi, walaupun pada masa ini adalah masa berkembangnya ilmu pengetahuan dan penyebaran peradaban, khususnya perkembangan ilmu pengetahuan Islam dan penyebaran peradaban Islam melalui bertambahnya luas wilayah pemerintahan politik Islam, namun kesatuan pemikiran dan keyakinan pada saat itu telah hilang dari mereka.

Faktor utama inilah yang menyebabkan gejolak kejumudan pemikiran spiritual dan intelektual dalam dunia Islam, menyebabkan kelemahan iman dan keyakinan, ditambah lagi dengan masuknya pengaruh pemikiran yang beragam dalam ranah pemikiran Islam.

Keadaan ini diperparah dengan tidak adanya kerjasama yang baik dan konsisten di tubuh umat Islam berupa upaya sterilisasi pemikiran dari ajaran yang beragam itu dengan membangun sebuah sistem kesatuan pemikiran dengan sikap kritis terhadap segala pendapat dan pandangan yang baru ini yang selama ini dianggap sangat longgar karena alasan kebebasan berpikir.

Hal ini selanjutnya menyebabkan semangat dualitas dan konflik serta permusuhan di antara masyarakat, semua ini terjadi akibat dari kesalahan interpretasi dan penyebaran atas kesalahan interpretasi tersebut di kalangan masyarakat, baik berupa penafsiran teks al-Qur’an dan hadis, maupun pemahaman terhadap sejarah, bahkan masuk hingga ke ranah akidah yang dihembuskan oleh para musuh Islam dan juga intelektual Islam sendiri yang dianggap sebagai pembaharu yang “tercerahkan”. Pada akhirnya, hal ini telah melahirkan proses globalisasi pemikiran dan intelektual tanpa batas, yang tidak membawa kepada kebaikan selain kerusakan masyarakat, politik dan kemerosotan pemerintahan dan aparaturnya.

Namun dengan semua permasalahan ini, ‘Adhud Daulah, seorang Sultan pemegang kuat kerajaan Syiah waktu itu di tanah Irak, memiliki peran penting dalam mendorong para ilmuwan untuk melakukan penelitian, diskusi dan analisa berbagai permasalahan saat itu, beliau mendirikan perpustakaan dan lembaga-lembaga penelitian ilmiah lainnya di ibukota kerajaan. Tujuannya, dia berusaha sekuat tenaga agar perhatian dunia syiah beralih dari Qom ke pusat akademi yang didirikannya di Baghdad itu.

Dalam situasi inilah, Syekh Mufid hadir sebagai pelayan kebenaran dan pembawa obor persatuan dan solidaritas keislaman antar sesama muslim, beliau membawa perselisihan kepada jalan kebenaran dan cahaya persatuan dengan cara membangun rasa saling memahami, mengajak para intelektual Islam baik yang setuju ataupun yang tidak setuju, untuk memadamkan api pertengkaran dan perselisihan diantara mereka, dan menghimbau para muridnya dan seluruh masyarakat Islam, baik melalui kelas-kelas tempatnya belajar dan mengajar, ataupun di mesjid-mesjid di depan masyarakat umum untuk menyelesaikan berbagai persoalan pemikiran dan keraguan dalam akidah yang membuat kebenaran berada pada keadaan bahaya degan cara munadharah (perdebatan) dan dialog. Di dalam banyak munadharah, Beliau selalu menggunakan argumentasi yang jelas, bernas, dan dengan segala kemegahan sikap dan kebesaran, serta sikap tawaduk beliau, telah membawa generasi saat itu kepada jalan kebahagiaan dan kemenangan yang sebenarnya.

Pada bab Kesempurnaan Akhlak karya Sheikh Mufid, yang merupakan karya ulama besar Syiah yang agung ini, Mirza Syarafuddin Amili mengatakan: “Jika kedudukan ishmah (perihal maksum dari dosa) juga berlaku bagi selain para nabi dan penggantinya, maka Syeikh Mufid adalah orang pertama yang mendapatkan ishmah setelah mereka.”

Dari sisi ini juga mengapa gerakan intelektual dan ilmiah pada abad keempat disebut sebagai salah satu gerakan terbesar saat itu, yaitu terungkapnya kebenaran Mazhab Syiah setelah lama terpuruk dalam lubang hujatan dan tuduhan terhadapnya.

Syekh Mufid pada usia yang masih sangat muda bersama ayahnya dan para muridnya akhirnya pergi ke Baghdad, pusat ilmu pengetahuan terbesar pada waktu itu, dimana terdapat 59 dosen yang mengajar berbagai disiplin ilmu (sebagian ahli sejarah menyebutkan angka 71 orang) [Almaqalat Va Risalat, Juz 9, hal 10]. Diantara dosen yang terkenal pada waktu itu adalah Syekh Shaduq dan Abul Qosim Ja’far bin Muhammad bin Quluya al Qummi, dua orang yang merupakan pakar fiqh, dan Syeikh Mufid banyak menggunakan waktunya untuk mencatat riwayat-riwayat yang berasal dari mereka.

Disamping itu, beliau juga menghadiri pusat pendidikan Abu Abdillah, seorang teolog dan faqih Mu’tazilah yang merupakan pemikir terkenal pada masa itu, demikian pula dengan pusat pendidikan Abu Yasir, yang juga seorang teolog terkenal. Pada saat belajar pada mereka, terkadang banyak pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Syeikh Mufid kepada mereka, namun mereka tidak mampu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, kerenanya mereka menganjurkan beliau untuk mendatangi Ali bin Isa Rumani yang merupakan teolog tersohor. Demikianlah, hingga pada akhirnya beliau dapat mencicipi semua lautan ilmu para alim dan ulama pada masa itu hingga beliau mencapai tingkat penguasaan ilmu pengetahuan yang tinggi, baik yang bersumber dari ulama syiah sendiri, maupun dari ulama-ulama sunni saat itu.

Seperti disebutkan sebelumnya, Syeikh Mufid hidup pada masa pemerintahan Abbasyiah ketika Bani Buwaih yang merupakan pendukung syiah mengambil alih penguasaan atas kota Baghdad. Karena itu, penyebaran dan publikasi opini yang muncul saat itu adalah penyebaran dan publikasi opini mazhab syiah.
Seiringan dengan ini, Syeikh Mufid memanfaatkan alam kebebasan yang ada pada masa itu, dengan mengajar disebuah mesjid yang bernama Buratsa di Baghdad, beliau mengajar, berkhutbah, berdiskusi, berdebat dan membahas berbagai macam ilmu pengetahuan di mesjid itu, dan senantiasa mendorong berbagai kelompok Islam yang terpecah untuk senantiasa saling memahami dengan dialog, dan mengenyampingkan segala perbedaan yang bersifat Juz i, dan melihat permasalahan Ushul sebagai suatu hal yang dapat menyatukan mereka semua.

Peran dan usaha beliau, membuat Syekh Mufid berada dalam deretan ulama-ulama Imamiyah sebagai seorang tokoh teolog dan faqih yang terkemuka, bukan hanya sebagai pendiri tradisi intelektual, bahkan juga menjadi salah satu rujukan yang sangat membantu dalam dua kategori (teologi dan fiqih) di pusat-pusat pendidikan Islam (hauzah) hingga saat kini.

Beliau selalu dekat dengan masyarakat yang telah terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran yang sesat dan prilaku bejat, dan senantiasa berbicara dan menyeru perbaikan kepada siapa saja di sudut-sudut kota, dan mengajak mereka kepada jalan kebenaran, dalam menyampaikan seruannya. Dalam mengajak masyarakat, terkadang beliau menggunakan kata-kata hikmah India dan Yunani, dan terkadang dengan metode sufi dan para arifin, beliau juga menyeru dan menasehati Abdi Negara yang melakukan kerusakan, dan mengajarkan Islam kepada mereka, menyadarkan mereka dari kealpaan karena kebodohan dan kesesatan mereka, serta menunjukkan penyimpangan dan mengkoreksi kesalahan mereka.

Karena sebab inilah Syekh Mufid terkenal sebagai orang yang memiliki kepedulian yang besar, ulet dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu, sehingga dengan usaha-usaha yang dilakukan beliau diiringi dengan keyakinan yang kuat, akhirnya mampu membangkitkan kesadaran kaum muslimin.

Beliau mendirikan pusat pendidikan Ahlul Bait yang tidak terikat dan bebas sebagai upaya untuk memberi pemahaman yang benar tentang fiqih syiah dan membuat metode penggabungan antara aql dan naql dalam bidang kalam dan fiqih.

Dengan menulis dan mengajar, mendidik dan membimbing para muridnya baik melalui bimbingan di kelas ataupun dalam acara-acara debat dalam berbagai kesempatan, beliau mengajarkan bagaimana menyampaikan kebenaran dan menyelamatkan manusia dari kesesatan, inilah salah satu yang menjadi kebanggaan para pengikut Ahlul Bait, keberhasilan beliau mampu memberi petunjuk kepada firqa­h-firqah­ yang pada saat itu banyak sekali jumlahnya untuk kembali ke jalan yang benar, yaitu jalan kebenaran di bawah payung wilayah dan imamah.

Ibn Katsir dalam salah satu karyanya menulis: “Banyak sekali ilmuwan dari berbagai fiqah menghadiri majelis ilmu yang diadakannya”. Hal ini menunjukkan bahwa cahaya ilmu yang diberikan oleh Syekh Mufid dapat dimanfaatkan oleh berbagai golongan dan mazhab, dan matahari Ilmu dan kesempurnaan langit ilmu yang ditawarkannya menjadi penerang kebenaran yang ditunggu (af), karena itu beliau dipanggil “Mufid” yang menunjukkan pengajaran dan munadharah yang baik, sehingga menjadikannya bermanfaat bagi masyarakat, hal ini dapat kita lihat dari bagaimana 10 abad perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam waktu itu, tidak mampu menafikan keberadaan beliau.

Keterbatasan Pengetahuan Akal
Salah satu pengajaran yang beliau sampaikan dalam kalam adalah, keterbatasan pengetahuan akal. Adalah suatu hal yang sulit untuk menetapkan bahwa pengetahuan terpisah dari akal, karena semua permasalahan yang terdapat dalam pembahasan ilmu kalam tidak mampu dan terkadang butuh pertolongan wahyu untuk menjelaskannya hingga tuntas, walaupun sebenarnya bermanfaat, namun membatasi akal yang dimaksud tentunya adalah membatasinya sebagaimana Kholiq telah membatasinya, dan ini bukanlah kekeliruan.
Perlu disebutkan bahwa perdebatan akidah dan mazhab yang dilakukan oleh Syekh Mufid tidak hanya terbatas pada perdebatan secara verbal melalui lisan, tetapi juga beliau lakukan melalui penulisan dan karangan yang berisikan pandangan beliau dalam menolak pandangan penentangnya, dan menerangkan dimana sumber kesalahan mereka.

Disamping itu bagi golongan mazhab syiah, Syeikh Mufid memiliki keutamaan dan keistimewaan dengan pemberian gelar kemuliaan lansung oleh Imam Zaman (af). Ini merupakan kemuliaan besar yang disandarkan kepadanya. Dalam kitab-kitab terkenal para ulama menulis bahwa terdapat tiga gelar yang telah diberikan kepadanya, yaitu Syekh Sadid Maula Rosyid, Adun Sholeh, dan Saudara Mukhlis dalam mencintai Ahlul Bait, dan gelar lainnya adalah Syekh Mufid.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Baghdad, Syeikh Mufid pun kemudian mengajar para pencinta ilmu, diantara murid-muridnya yang terkenal adalah Najasyi, abdul Futuh Karachi, Syekh Thusi, Salar Dailama, Sayid Murtadha, dan Sayid Radhi.

Mengenai Sayid Murtadha dan Sayid Radhi yang merupakan saudara, beliau pernah bermimpi, hal ini juga dinukil oleh Ibnu Abil Hadid al Mu’tazily dalam syarh Nahjul Balaghahnya, pada suatu malam Syeikh Mufid bermimpi, bahwa beliau saat itu sedang duduk-duduk di dalam mesjid Karakh Baghdad, tiba-tiba datang seorang yang wajahnya bercahaya sambil memegang tangan Husain as berkata kepadanya: “Hey Syeikh!, ajarilah dua anakku ini ilmu fiqh” ketika beliau bangun, dia heran apa yang maksudnya mimpi ini?, dan apa yang akan terjadi?, kemudian pada suatu pagi ketika pulang dari mesjid, tiba-tiba Fathimah ibunda Sayid Murtadha dan Sayid Ridha sambil memegang tangan kedua anaknya memohon Syeikh Mufid untuk mengajar anaknya, pada saat itulah Syeikh Mufid tahu apa maksud mimpinya.

Karakter Ilmiah
Daya intelektual pemikir besar ini dan kejeniusannya dapat ditinjau dari empat sisi:
1. Menghimpun dan mengkompilasi teks-teks dan ajaran Islam.
2. Menolak pemikiran para teolog dengan konsep ilmiah akademis dan meneliti pemikiran mereka.
3. Sangat menekankan persoalan kepemimpinan dan filsafat politik dalam Islam
4. Banyak menulis karya-karya agung dari berbagai disiplin ilmu.

Syeikh Mufid banyak menulis karya-karya dalam menolak kesalahan mazhab lain, khususnya bidang akidah syiah dan hukum-hukum fiqih lebih dari 200 kitab dan artikel yang dapat kita temui baik dalam tulisan beliau sendiri maupun dalam tulisan yang ditulis kembali oleh murid beliau, diantaranya dapat kita sebutkan:
1. Al Muqniah, (pembahasan fiqih lengkap yang di syarah oleh Syeikh Thusi dalam kitabnya Tahzibul Ahkam—satu diantara empat kitab fiqih Syiah)
2. Al ‘ilam, penjelasan hukum-hukum yang disepakati dikalangan Syiah
3. Al Masail as Shogiyyah, meliputi 10 pembahasan fiqih dalam menolak tuduhan terhadap Syiah.
4. Ushulul Fiqh
5. Amali as Syaikhul Mufid (kitab ini adalah kitab terpenting yang memuat hadis-hadis yang bermanfaat, terdiri dari 387 hadis dari Nabi SAWW dan para Imam as dalam 200 pembahasan yang sangat menarik. Amali adalah bentuk jamak dari kata Imlaa i, hal ini karena hadis –hadis ini disebutkan dalam beberapa pertemuan dan beliau mengatakan imla, sehingga dinamakanlah dengan amali, (Dirayah hadis, C, hal. 60),
Beliau adalah orang yang sangat teliti dalam meriwayatkan sesuatu, ketelitiannya dalam menulis karya-karya baik yang berhubungan dengan Ilmu Kalam maupun Ilmu Fiqh tidak tertandingi, seorang faqih dan muhaddis yang tidak diragukan lagi kedalaman ilmunya dalam dasar-dasar Islam mazhab Syiah yang dikuasainya. Dalam menulis, beliau selalu merujuk pada riwayat-riwayat dari para maksumin, dan dalam tulisannya, beliau menuliskannya sumber pengambilannya.

Ketika beliau merujuk sesuatu, maka rujukan beliau adalah rujukan yang menjaga dasar-dasar keilmiahan, bukan berdasarkan penukilannya pribadi, Syeikh Shaduq yang juga adalah gurunya, seorang pakar hadis, juga tidak luput dari kritikan beliau karena tidak teliti dalam menukil hadis. Karena sebab itu, beliau pun akhirnya menulis asas-asas dan kaidah untuk mengenal hadis, menurut beliau, setiap hadis harus dirujuk kepada ahlinya, dan ini adalah sangat darury sifatnya.

Karya-karya Syekh Mufid Dalam Bidang Kalam
1. Al Irsyad (sebuah kitab yang membahas sejarah para Imam)
2. Al Ifshah (pembahasan mengenai kepemimpinan dan falsafah kepemimpinan politik Islam)
3. An Nuqath al I’tiqadiyyah (Ushuluddin)
4. Syarahul ‘Aqaid as Shaduq
5. wailul Maqalat (membahas tentang pendapat teolog dan para ulama)
6. Al Faslul Mukhtarah (kumpulan perdebatan Syeikh Mufid)

Dalam ilmu kalam, kecerdasan Syeikh Mufid adalah tiada bandingnya, banyak perdebatan-perdebatan kalam yang telah dilakukannya, diantara perdebatan beliau yang terkenal adalah dengan salah seorang ulama Ahlus Sunnah yang bernama Qadhi Abu Bakar al Baqilani (salah seorang ulama Asya’irah), juga perdebatan-perdebatan lainnya seperti dengan Thabrani (seorang pemimpin Zaidiyah), Ibnu Lulu (salah seorang pemimpin Isma’iliyyah), Ibnu Qilab al Qhattan (pemimpin golongan Hasyawiyyah), Qadhi Abdul Jabbar (pemimpin golongan Mu’tazilah di Baghdad), dalam perdebatan yang terakhir ini, karena Qadhi Abdul Jabbar tidak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan Syeikh Mufid, akhirnya beliau menunjuknya untuk menggantikan kedudukan beliau dan berkata “Engkau benar-benar seorang yang mufid ­(bermanfaat)”.

*****

Lahirnya Syeikh Mufid, Ulama Besar Islam

Syeikh Mufid Lahir
11 Dzulqa'dah 336 Hijriah, Muhammad bin Muhammad yang dikenal dengan panggilan "Syeikh Mufid", seorang ilmuwan dan ahli fiqih besar muslim, terlahir ke dunia di kota Baghdad. Beliau dibesarkan dalam sebuah keluarga yang mencintai ilmu dan pendidikan dasar Syeikh Mufid didapatnya dari keluarganya. Setelah itu, beliau melanjutkan pelajarannya dengan menuntut ilmu kepada ulama-ulama besar zaman itu. Di antara gerakan pemikiran yang dilakukan oleh Syeikh Mufid adalah melakukan perdebatan dengan ilmuwan-ilmuwan berbagai agama. Melalui perdebatan ini, Syeikh Mufid mengembangkan ilmu teologi, fiqih, dan perbandingan agama di kalangan kaum muslimin. 

Syeikh Mufid juga membimbing banyak murid-murid yang kemudian di antaranya menjadi ulama besar, seperti Syeikh Thusi, Sayyid Murtadha, dan Sayyid Ridha. Syaikh Mufid meninggalkan karya penulisan sebanyak 200 jilid, di antaranya berjudul "al-Irsyad", "al-Arkan", dan "Ushulul Fiqih.

(wikipedia/al-shia/IRIB/ABNS)

0 komentar:

Sejarah

ABNS Fatwa - Fatwa

Pembahasan

 
AHLUL BAIT NABI SAW - INFO SEJARAH © 2013. All Rights Reserved. Powered by AHLUL BAIT NABI SAW
Top