Pertanyaan:
Bagaimana Abu Bakar, Umar
dan Usman mencapai kursi khilafah? Siapakah yang memilih mereka? Apakah
ada dalil al-Qur’an dan hadis yang menyinggung masalah khilafah mereka
atau tidak?
Jawaban Global:
Berikut ini adalah ilustrasi sekilas proses bagaimana tiga khalifah pertama menduduki
singgasana khilafah:
1.Khilafah Abu Bakar:
Pasca
wafatnya Rasulullah Saw, sementara Baginda Ali As belum lagi
menuntaskan pemandian dan pengafanan jasad suci Rasulullah Saw, sebagian
Muslimin berkumpul di Saqifah dan sibuk memilih khalifah pasca
Rasulullah Saw. Setelah terjadi percekcokan sengit di antara Muhajir dan
Anshar, pada akhirnya urusan khilafah berakhir dan diserahkan di pundak
Abu Bakar.
2.Khilafah Umar bin Khattab:
Setelah
memerintah selama dua tahun beberapa bulan, Abu Bakar menderita sakit
dan untuk membalas jasa Umar yang telah berusaha menetapkan khilafahnya,
Abu Bakar mempersiapkan khilafah untuk Umar dan juga meyakinkan para
penentang. Oleh itu, ia meminta sekelompok sahabat berkumpul dan di
hadapan mereka Abu Bakar melantik Umar sebagai penggantinya. Pada hari
wafatnya Abu Bakar, Umar menduduki tahkta khilafah yang bertepatan
dengan tahun 13 Hijriah dan setelah Abu Bakar dimakamkan, Umar pergi ke
masjid dan mengabarkan kepada masyarakat ihwal khilafah dan mengambil
baiat dari mereka.
3.Khilafah Usman bin Affan:
Setelah
Umar terluka dan pada detik-detik akhir kehidupannya, ia memanggil enam
orang untuk memilih khalifah selepasnya dan membatasi masalah khilafah
dalam bentuk musyawarah (syura) di antara enam orang tersebut.
Keenam orang itu adalah Ali bin Abi Thalib, Thalha, Zubair, Abdurrahman
bin Auf, Usman bin Affan dan Saad bin Abi Waqqas.
Pada saat yang sama, Abu Thalha Anshari memerintahkan lima puluh orang Anshar untuk berdiri di belakang rumah tempat anggota syura
berkumpul dan bersiaga menanti segala tindakan yang diambil oleh mereka
yang berkumpul di dalam rumah untuk memilih khalifah. Abu Thalha
menginstruksikan bahwa apabila setelah berakhir tiga hari masa
pemilihan, lima orang sepakat memilih salah satu dari enam orang dan
satu orang yang menentang maka orang yang menentang itu harus dipenggal
lehernya. Apabila empat orang dari mereka memilih salah satu dari mereka
dan dua orang yang menentang maka kepala kedua orang penentang itu
harus dipisahkan. Dan apabila dalam memilih salah satu dari keenam
orang, masing-masing dua pihak (pro dan kontra) sama-sama nilai suaranya
maka pendapat tiga orang yang Abdurrahman bin Auf salah satu darinya
yang benar dan tiga orang lainya apabila mereka menentang maka kepala
mereka harus dipenggal. Apabila setelah berakhir tiga
hari, suara mereka tidak bulat dan kesemuanya menentang satu sama lain
maka keenam orang itu harus dipenggal kepalanya kemudian kaum Muslimin
akan memilih khalifah untuk mereka sendiri.
Umar
mengemukakan alasan memilih enam orang anggota syura bahwa karena
Rasulullah Saw telah ridha kepada keenam orang ini tatkala wafatnya. Dan
saya sendiri menempatkan keenam orang ini dalam bentuk syura dimana
salah satu dari mereka harus dipilih untuk urusah khilafah.
Setelah
tiga hari percobaan pembunuhan Umar, masing-masing keenam orang
berkumpul di rumah Aisyah dan membahas masalah calon pengganti Umar.
Dalam masalah ini, Thalha menyerahkan urusan khilafah kepada Usman.
Adapun Zubair, ia memberikan suaranya kepada Ali bin Abi Thalib As. Sa’ad bin Abi Waqqas memilih Abdurrahman bin Auf.
Abdurrahman
bin Auf mengumpulkan orang-orang di masjid Nabi untuk mengumumkan
suaranya di hadapan kaum Muhajirin dan Anshar. Pertama-tama ia memilih
Ali bin Abi Thalib dan menetapkan syarat baginya untuk memerintah sesuai
dengan perintah Allah Swt, sunnah Rasulullah dan metode pemerintahan syaikhain
(Abu Bakar dan Umar). Namun Baginda Ali bin ABi Thalib As menampik
syarat tersebut dan bersabda, “Aku akan memerintah sesuai dengan
perintah Allah Swt dan sunnah Rasulullah Saw dan metodeku sendiri yang
merupakan keridhaan Allah Swt dan Rasul-Nya bukan dengan metode yang
lain.” Setelah Ali bin Abi Thalib melontarkan pendapatnya, Abdurrahman
bin Auf berkata kepada Usman dan Usman pun menerima syarat yang
ditetapkan Abdurrahman bin Auf dan berseru, “Aku bersumpah untuk tidak
berjalan kecuali di atas rel syaikhain dan tidak akan menyimpang dari metode keduanya.”
Abdurrahman
bin Auf memberikan tangannya kepada Usman sebagai tanda baiat dan
menyampaikan ucapan selamat atas khilafah kemudian Bani Umayah juga
mengulurkan tangan mereka untuk memberikan baiat kepada Usman.
Usman
setelah memegang kendali khilafah menyalurkan harta benda baitul mal di
antara keluarganya dan memilih para gubernur dan komandannya dari
kalangan keluarganya sendiri tanpa menimbang kelayakan dan kepatutan
mereka dalam memikul jabatan tersebut.
Orang-orang di seluruh negeri muak dengan tindak-tanduk para
penguasa pilihan Usman dan berulang kali keluhan mereka disampaikan
kepada para sahabat Rasulullah Saw dan bahkan kepada Usman sendiri namun
pelbagai keluhan tersebut tidak berpengaruh sama sekali. Pada akhirnya
masyarakat dan para sahabat Rasulullah Saw habis kesabarannya dan
memutuskan bahwa pertama-tama supaya ia dinasihati dan apabila tidak
berpengaruh maka ia harus dimakzulkan dari jabatan khilafah.
Karena
nasihat-nasihat mereka tidak berpengaruh maka pemberontakan dan
revolusi melawan pemerintah muncul dan berujung pada pembunuhan Usman
pada tahun 35 Hijriah dan kemudian masyarakat membaiat Ali bin Abi
Thalib sebagai khalifah pasca Usman bin Affan.[1]
Tidak
ada ayat dan hadis yang menunjukkan dan menyinggung atas kebenaran
khilafah tiga khalifah yang memerintah sebelum Ali bin Abi Thalib As.
Hanya saja masalah khilafah dalam pandangan Ahlusunnah bermakna khalifah
Rasulullah Saw dalam urusan pemegang kekuasaan politik dan duniawi,[2] maka atas dasar ini mereka tidak berargumentasi dengan ayat dan hadis untuk menetapkan khilafah tiga orang ini.
Referensi:
[1]. Dengan merujuk pada beberapa literature, Târikh Ya’qubi, jil. 2, hal. 150, 151 dan 165, Najaf, al-Maktabat al-Haidariyyah, 1384 H. Sire-ye Pisywâyân, Mahdi Pisywai, 73-81, Muassasah Imam Shadiq As, Qum, Cetakan Keenam, 1376 S. Syahr Nahj al-Balâghah, Ibnu Abi al-Hadid, jil. 1, Khutbah Syaqsyiqiyah.
[2]. Ibnu Khaldun berkata, khilafah adalah perwakilan dari pemilik syariat dalam menjaga agama dan politik dunia. Dengan ungkapan yang sama disebut khilafah dan imamah dan pemangku jabatan tersebut disebut khalifah dan imam. Muqaddimah Ibnu Khaldun, hal. 365 dan 366, Syerkat-e Intisyarat-e Ilmi wa Farhanggi, Teheran.
(islamquest/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar