Luthfe- tuu nagufteye maa mii syunuud (Matsnawi, I, hlm. 602).
Kelembutan - Mu menjawab doa-doa diam kami:
Konon, bahkan belum ada ruang maupun waktu apa - pun. Zat - Nya sendiri. Ia - pun sedih karena kesendirian - Nya. Tapi karena Zat - Nya adalah Wujud Mutlak Tiada Berbatas. Benar- benar tak ada apa - pun selain Zat - Nya.
Pembatas dari Zat - Nya adalah ketiadaan mutlak. Dan sungguh ketiadaan mutlak benar - benar tak punya bahkan potensi apa-pun untuk membatasi dalam arti apa-pun.
Maka Ia menyaksikan ke-Esa-an Wujud - Nya dengan Wujud - Nya sendiri. Dan bukankah Ia disebut sebagai Yaa Munfarid.
Maka dengan Kelembutan - Nya, didengarlah potensi - potensi yang maha tersembunyi dalam palung - palung tergelap ketiadaan. Itulah doa-doa diam kita yang masih merintih - rintih dalam ketiadaan. Dalam kegelapan.
Siapakah yang merintih, siapakah yang berdoa, siapakah potensi - potensi itu? Tiada lain adalah Nama - Nama dari diri - Nya sendiri yang merintih kesakitan, kerna ingin dikenali. Sebagian orang menyebutnya sebagai a’yaanuts-tsaabit (bakat-bakat yang tetap). Sebagian orang menyebutnya sebagai Idea. Sebagian orang menyebutnya sebagai archetype.
Nama-Nama, a’yaanuts-tsaabit, idea, archetype, tidak mempunyai Wujud Mutlak. Maka, Ia dengan Wujud-Nya mengecup Nama-Nama - Nya sendiri, kun fayakun. Jadilah, maka jadilah ia.
Maka dikatakan dalam sebuah hadits qudsi, “Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Aku ingin dikenali. Karena itu Aku ciptakan makhluk-makhluk, agar aku dikenali di dalam makhluk-makhluk tersebut.”
Maha Suci Zat-Nya dari semua apa yang kita sifatkan! Makhluk - nya tidaklah ‘ada’ melainkan hanya bak bayangan fatamorgana. Makhluk - nya, - apakah ruang, waktu dan segala alam yang maujud-, hanyalah khayalan. Hanyalah Nama - Nama dari Zat yang Satu.
Wahai Yang Maha Sendiri dalam Ke-Tunggalan-Nya, telah kaudengarkan doa-doa diam kami dalam ketiadaan dan kausentuh kami dalam ketiadaan dengan Wujud - Mu Yang Maha Cantik. Maka, kini ke-Cantik-an dan ke-Indah-an Wujud - Mu mengalir, dan dadaku dipenuhi airmata darah kerinduan atas Wujud - Mu. Wahai Yang Maha Ada, kaucicipkan manisnya Wujud-Mu pada ‘bayangan ketiadaan’ ini, maka apatah setrilyun lidahku yang tertekuk mampu mengungkap manisnya Syukurku, sedangkan Engkau sendirilah Yaa Syakuur.
Maka ada - lah berjuta hikmah yang terlantunkan dari doa Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib (k.w.), Allohumma yaa man dala’a lisaanash-shobaahi bi nuthqi tabaljih. Wa saro’a qitho’al-lailil-muzhlimi bighoyaahibi talajlujih. Wa atqona sun’al falaqid dawwaari fiya maqoodiiri tabarrujih, wasya’sya’a dhiyaa`asy-syamsi binuuri ta`ajjujih. Yaa man dalla ‘ala dzaatihi bidzaatihi,..... (Doa Ash-Shobah). Diumpamakan dalam doa ini betapa Ia memotong-motong kegelapan malam (baca ; ketiadaan), dan menggantinya dengan terangnya matahari (baca; Cahaya Wujud-Nya), membuat segala yang ada Gemilang dalam Samudra Wujud-Nya, Samudra Ke-Tunggalan Zat-Nya.
Subhanallooh, Yaa Allah , dengan Rahmat - Mu telah kaukuakkan fajar ketiadaan ke dalam Kegemilangan Kesempurnaan Zat-Mu Yang Esa. Kasihanilah tetesan airmata hambamu, - bayangan ketiadaan yang telah kaukasihani ini-, dan rahmatilah ia menuju menatap Wajah - Mu Yang Esa.
Kasihanilah hambamu yang mahamiskin dan mahahina ini, - yang bahkan tak mempunyai wujudnya sendiri ini-, Duhai Pemilik Segenap Keindahan dan Kemuliaan. Dengan berkah Sholawat pada Muhammad dan keluarganya.
Wallahu a’lam bish-showwab
Referensi:
[1] Merujuk pada hadits qudsi
yang terkenal, “Kuntu kanzan makhfiyyan
....”
(filsafatislam/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar