Pertanyaan:
Dalam riwayat-riwayat yang
terkait dengan keutamaan Hadhrat Zahra Sa disebutkan bahwa beliau banyak
mendoakan banyak orang bahkan termasuk orang-orang yang berlaku jahat
kepadanya. Pertanyaan saya apakah mungkin Hadhrat Zahra dengan segala
keikhlasan dan ketulusannya memiliki permusuhan terhadap Abu Bakar dan
Umar (yang telah berlaku aniaya kepadanya)?
Hal ini dengan segala sifat keutamaan yang dijelaskan tentangnya nampak sangat bertentangan. Anda sebagai seorang Syiah bagaimana sikap Anda tatkala ada seseorang yang berlaku jahat dan aniaya kepada Anda?
Apakah Anda mendoakannya dan Anda memaafkan kebodohannya. Atau Anda memendam kebencian hingga akhir hayat Anda sebagaimana Hadhrat Fatimah?
Hal ini dengan segala sifat keutamaan yang dijelaskan tentangnya nampak sangat bertentangan. Anda sebagai seorang Syiah bagaimana sikap Anda tatkala ada seseorang yang berlaku jahat dan aniaya kepada Anda?
Apakah Anda mendoakannya dan Anda memaafkan kebodohannya. Atau Anda memendam kebencian hingga akhir hayat Anda sebagaimana Hadhrat Fatimah?
Jawaban Global:
Tiadanya
keridhaan Fatimah, putri kinasih Rasulullah Saw terhadap khalifah
pertama dan kedua dinukil dalam beberapa riwayat. Kendati Abu Bakar dan
Umar berupaya keras dan telah banyak berbuat untuk memperoleh keridhaan
Fatimah namun Hadhrat Fatimah Sa tidak sudi memaafkan mereka dan tidak
mengungkapkan keridhaan kepada keduanya. Alasan utama sikap Hadhrat
Fatimah Sa bahwa pemberian maaf kepada seseorang terkait dengan hak-hak
personal dan pribadi yang dilakukan orang kepadanya dan beliau
sekali-kali tidak rela lantaran penentangan mereka dengan sadar terhadap
perintah-perintah Rasulullah Saw misalnya khilafah Imam Ali As dan hak
ini merupakan hak mazhab, agama dan sosial bukan hak personal. Apabila
Hadhrat Zahra menutup mata dari penyimpangan besar ini, maka boleh jadi
sebagian generasi masa datang akan berkata bahwa apa yang mereka lakukan
tidak terlalu bermasalah. Di samping itu, orang-orang ini menyampaikan
pernyataan maaf secara lisan namun kenyataannya mereka tidak menyesal
atas apa yang mereka lakukan. Karena untuk menebus
kesalahan-kesalahannya dan mengembalikan pos imamah dan khilafah kepada
Imam Ali As demikian juga mengembalikan harta yang telah dirampas
seperti Fadak mereka tidak melakukan tindakan apa pun.
Jawaban Detil:
Tiadanya
keridhaan Hadhrat Fatimah Zahra Sa putri kinasih Rasulullah Saw kepada
khalifah pertama dan kedua merupakan sebuah perkara yang pasti yang
dinukil dalam beberapa riwayat. Kami meminta Anda menyimak sebuah
riwayat yang berkisah tentang tiadanya keridhaan Hadhrat Fatimah Sa
kepada keduanya sebagai berikut:
Imam Shadiq As dalam sebuah riwayat terkait dengan pertemuan Umar dan Abu Bakar dengan Hadhrat Zahra Sa untuk meminta maaf kepadanya. Pertemuan ini dilakukan dengan mediasi Baginda Ali As. Dalam riwayat ini disebutkan, “Tatkala mata mereka tertuju kepada Hadhrat Zahra dan menyampaikan salam kepadanya. Namun Hadhrat Zahra tidak menjawab salam mereka dan memalingkan mukanya dari keduanya. Maka kedua orang itu mengganti tempat mereka dan duduk di hadapan Hadhrat Zahra Sa. Mereka melakukan hal ini berkali-kali hingga Hadhrat Zahra berkata, “Wahai Ali! Turunkan tirai!” Hadhrat Zahra berkata kepada wanita-wanita yang ada di sekelilingnya, “Palingkan wajahku tatkala ia memalingkan wajahnya.” Umar dan Abu Bakar kembali datang kepadanya! Abu Bakar berkata, “Wahai Putri Rasulullah! Kami datang untuk mendapatkan keridhaanmu dan kami berlindung dari ketidakridhaanmu. Kami memohon maaf dan ampunan darimu!” Hadhrat Zahra Sa bersabda, “Satu kata pun aku tidak akan berkata-kata dengan kalian hingga aku bersua dengan ayahandaku dan menyampaikan keluhanku ulah perbuatan dan tindakan aniaya kalian kepadaku.”[1]
Sesuai dengan riwayat ini, kendati Umar dan Abu Bakar datang ke hadapan Hadhrat Zahra untuk meminta keridhaan atas segala perbuatan dan tindakan mereka namun Hadhrat Zahra sekali-kali tidak memaafkan mereka dan menyatakan ketidakridhaannya kepada keduanya. Demikian juga pada riwayat-riwayat lainnya Hadhrat Zahra menganjurkan dan mewasiatkan kepada Baginda Ali As untuk melangsungkan acara pemakamannya pada malam hari dan menghindari supaya orang-orang ini tidak hadir dalam acara pemakamannya!
Namun mengapa Hadhrat Zahra Sa, dengan derajat maksum dan pelbagai keutamaan yang terekam dalam sejarah, tidak memaafkan kedua orang ini?
Harus kami katakan bahwa kemurahan, pengasih dan sifat pemaaf Hadhrat Zahra berkaitan dengan pelbagai perlakuan dan tirani orang-orang jahil yang tidak mengetahui hak-hak personal dan pribadinya. Dalam hal ini, beliau tidak hanya tidak memendam kesumat kepada seseorang bahkan beliau mendoakan orang tersebut dengan tulus dan didorong oleh kelembutan dan kepemurahan supaya memperoleh hidayah. Namun tiadanya maaf terhadap khalifah pertama dan khalifah kedua disebabkan mereka menginjak-injak pelbagai titah Rasulullah kendati mereka menyaksikan sabda dan perintah tegas Rasulullah Saw pada pelbagai kesempatan terkait dengan khilafah Imam Ali As, namun dengan sadar dan sengaja menginjak-injak perintah ini dan mengabaikan begitu saja imamah Baginda Ali As. Dengan ulahnya seperti ini keduanya telah berlaku aniaya kepada Rasulullah Saw, kaum Muslimin dan seluruh umat manusia! Tentu dengan tindakan tiranik seperti ini keduanya tidak patut dimaafkan.
Dari sisi lain, apabila Hadhrat Zahra menutup mata dengan penyimpangan besar ini dan memaafkan mereka boleh jadi sebagian generasi masa depan memanfaatkan perbuatan ini bahwa Hadhrat Zahra sama sekali tidak melancarkan protes atas perbuatan tersebut. Di samping itu, orang-orang ini kendati memohon maaf namun pada kenyataannya mereka tidak menyesali apa yang telah mereka lakukan. Karena mereka tidak melakukan tindakan untuk menebus kesalahan-kesalahan mereka dan mengembalikan pos imamah (khilafah) kepada Imam Ali As dan juga mengembalikan hak-hak yang telah dirampas seperti Fadak! Sementara syarat taubat yang sebenarnya adalah dengan menebus perbuatan-perbuatan tidak terpuji di masa lalu. Sebab itu, Hadhrat Zahra memilih bersikap demikian (tidak memaafkan) untuk mengabarkan kepada pelbagai generasi pencari kebenaran hingga hari Kiamat dan yang membaca sejarah.
Imam Shadiq As dalam sebuah riwayat terkait dengan pertemuan Umar dan Abu Bakar dengan Hadhrat Zahra Sa untuk meminta maaf kepadanya. Pertemuan ini dilakukan dengan mediasi Baginda Ali As. Dalam riwayat ini disebutkan, “Tatkala mata mereka tertuju kepada Hadhrat Zahra dan menyampaikan salam kepadanya. Namun Hadhrat Zahra tidak menjawab salam mereka dan memalingkan mukanya dari keduanya. Maka kedua orang itu mengganti tempat mereka dan duduk di hadapan Hadhrat Zahra Sa. Mereka melakukan hal ini berkali-kali hingga Hadhrat Zahra berkata, “Wahai Ali! Turunkan tirai!” Hadhrat Zahra berkata kepada wanita-wanita yang ada di sekelilingnya, “Palingkan wajahku tatkala ia memalingkan wajahnya.” Umar dan Abu Bakar kembali datang kepadanya! Abu Bakar berkata, “Wahai Putri Rasulullah! Kami datang untuk mendapatkan keridhaanmu dan kami berlindung dari ketidakridhaanmu. Kami memohon maaf dan ampunan darimu!” Hadhrat Zahra Sa bersabda, “Satu kata pun aku tidak akan berkata-kata dengan kalian hingga aku bersua dengan ayahandaku dan menyampaikan keluhanku ulah perbuatan dan tindakan aniaya kalian kepadaku.”[1]
Sesuai dengan riwayat ini, kendati Umar dan Abu Bakar datang ke hadapan Hadhrat Zahra untuk meminta keridhaan atas segala perbuatan dan tindakan mereka namun Hadhrat Zahra sekali-kali tidak memaafkan mereka dan menyatakan ketidakridhaannya kepada keduanya. Demikian juga pada riwayat-riwayat lainnya Hadhrat Zahra menganjurkan dan mewasiatkan kepada Baginda Ali As untuk melangsungkan acara pemakamannya pada malam hari dan menghindari supaya orang-orang ini tidak hadir dalam acara pemakamannya!
Namun mengapa Hadhrat Zahra Sa, dengan derajat maksum dan pelbagai keutamaan yang terekam dalam sejarah, tidak memaafkan kedua orang ini?
Harus kami katakan bahwa kemurahan, pengasih dan sifat pemaaf Hadhrat Zahra berkaitan dengan pelbagai perlakuan dan tirani orang-orang jahil yang tidak mengetahui hak-hak personal dan pribadinya. Dalam hal ini, beliau tidak hanya tidak memendam kesumat kepada seseorang bahkan beliau mendoakan orang tersebut dengan tulus dan didorong oleh kelembutan dan kepemurahan supaya memperoleh hidayah. Namun tiadanya maaf terhadap khalifah pertama dan khalifah kedua disebabkan mereka menginjak-injak pelbagai titah Rasulullah kendati mereka menyaksikan sabda dan perintah tegas Rasulullah Saw pada pelbagai kesempatan terkait dengan khilafah Imam Ali As, namun dengan sadar dan sengaja menginjak-injak perintah ini dan mengabaikan begitu saja imamah Baginda Ali As. Dengan ulahnya seperti ini keduanya telah berlaku aniaya kepada Rasulullah Saw, kaum Muslimin dan seluruh umat manusia! Tentu dengan tindakan tiranik seperti ini keduanya tidak patut dimaafkan.
Dari sisi lain, apabila Hadhrat Zahra menutup mata dengan penyimpangan besar ini dan memaafkan mereka boleh jadi sebagian generasi masa depan memanfaatkan perbuatan ini bahwa Hadhrat Zahra sama sekali tidak melancarkan protes atas perbuatan tersebut. Di samping itu, orang-orang ini kendati memohon maaf namun pada kenyataannya mereka tidak menyesali apa yang telah mereka lakukan. Karena mereka tidak melakukan tindakan untuk menebus kesalahan-kesalahan mereka dan mengembalikan pos imamah (khilafah) kepada Imam Ali As dan juga mengembalikan hak-hak yang telah dirampas seperti Fadak! Sementara syarat taubat yang sebenarnya adalah dengan menebus perbuatan-perbuatan tidak terpuji di masa lalu. Sebab itu, Hadhrat Zahra memilih bersikap demikian (tidak memaafkan) untuk mengabarkan kepada pelbagai generasi pencari kebenaran hingga hari Kiamat dan yang membaca sejarah.
[1]. Bihar al-Anwar, jil. 43, hal. 203, riwayat 31;
[علل
الشرائع] حَدَّثَنَا عَلِیُّ بْنُ أَحْمَدَ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو
الْعَبَّاسِ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ یَحْیَى عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِی
الْمِقْدَامِ وَ زِیَادِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَا أَتَى رَجُلٌ أَبَا
عَبْدِ اللَّهِ ع فَقَالَ لَهُ یَرْحَمُکَ اللَّه.... فَلَمَّا مَرِضَتْ
فَاطِمَةُ ع مَرَضَهَا الَّذِی مَاتَتْ فِیهِ أَتَیَاهَا عَائِدَیْنِ وَ
اسْتَأْذَنَا عَلَیْهَا فَأَبَتْ أَنْ تَأْذَنَ لَهُمَا فَلَمَّا رَأَى
ذَلِکَ أَبُو بَکْرٍ أَعْطَى اللَّهَ عَهْداً لَا یُظِلُّهُ سَقْفُ بَیْتٍ
حَتَّى یَدْخُلَ عَلَى فَاطِمَةَ ع وَ یَتَرَاضَاهَا فَبَاتَ لَیْلَةً فِی
الصَّقِیعِ مَا أَظَلَّهُ شَیْءٌ ثُمَّ إِنَّ عُمَرَ أَتَى عَلِیّاً ع
فَقَالَ لَهُ إِنَّ أَبَا بَکْرٍ شَیْخٌ رَقِیقُ الْقَلْبِ وَ قَدْ کَانَ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ص فِی الْغَارِ فَلَهُ صُحْبَةٌ وَ قَدْ أَتَیْنَاهَا
غَیْرَ هَذِهِ الْمَرَّةِ مِرَاراً نُرِیدُ الْإِذْنَ عَلَیْهَا وَ هِیَ
تَأْبَى أَنْ تَأْذَنَ لَنَا حَتَّى نَدْخُلَ عَلَیْهَا فَنَتَرَاضَى
فَإِنْ رَأَیْتَ أَنْ تَسْتَأْذِنَ لَنَا عَلَیْهَا فَافْعَلْ قَالَ نَعَمْ
فَدَخَلَ عَلِیٌّ عَلَى فَاطِمَةَ ع فَقَالَ یَا بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ
قَدْ کَانَ مِنْ هَذَیْنِ الرَّجُلَیْنِ مَا قَدْ رَأَیْتِ وَ قَدْ
تَرَدَّدَا مِرَاراً کَثِیرَةً وَ رَدَدْتِهِمَا وَ لَمْ تَأْذَنِی لَهُمَا
وَ قَدْ سَأَلَانِی أَنْ أَسْتَأْذِنَ لَهُمَا عَلَیْکِ فَقَالَتْ وَ
اللَّهِ لَا آذَنُ لَهُمَا وَ لَا أُکَلِّمُهُمَا کَلِمَةً مِنْ رَأْسِی
حَتَّى أَلْقَى أَبِی فَأَشْکُوَهُمَا إِلَیْهِ بِمَا صَنَعَاهُ وَ
ارْتَکَبَاهُ مِنِّی قَالَ عَلِیٌّ ع فَإِنِّی ضَمِنْتُ لَهُمَا ذَلِکِ
قَالَتْ إِنْ کُنْتَ قَدْ ضَمِنْتَ لَهُمَا شَیْئاً فَالْبَیْتُ بَیْتُکَ
وَ النِّسَاءُ تَتْبَعُ الرِّجَالَ لَا أُخَالِفُ عَلَیْکَ بِشَیْءٍ
فَأْذَنْ لِمَنْ أَحْبَبْتَ فَخَرَجَ عَلِیٌّ ع فَأَذِنَ لَهُمَا فَلَمَّا
وَقَعَ بَصَرُهُمَا عَلَى فَاطِمَةَ ع سَلَّمَا عَلَیْهَا فَلَمْ تَرُدَّ
عَلَیْهِمَا وَ حَوَّلَتْ وَجْهَهَا عَنْهُمَا فَتَحَوَّلَا وَ
اسْتَقْبَلَا وَجْهَهَا حَتَّى فَعَلَتْ مِرَاراً وَ قَالَتْ یَا عَلِیُّ
جَافِ الثَّوْبَ وَ قَالَتْ لِنِسْوَةٍ حَوْلَهَا حَوِّلْنَ وَجْهِی
فَلَمَّا حَوَّلْنَ وَجْهَهَا حَوَّلَا إِلَیْهَا فَقَالَ أَبُو بَکْرٍ یَا
بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ إِنَّمَا أَتَیْنَاکِ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِکِ وَ
اجْتِنَابَ سَخَطِکِ نَسْأَلُکِ أَنْ تَغْفِرِی لَنَا وَ تَصْفَحِی عَمَّا
کَانَ مِنَّا إِلَیْکِ قَالَتْ لَا أُکَلِّمُکُمَا مِنْ رَأْسِی کَلِمَةً
وَاحِدَةً حَتَّى أَلْقَى أَبِی وَ أَشْکُوَکُمَا إِلَیْهِ وَ أَشْکُوَ
صُنْعَکُمَا وَ فِعَالَکُمَا وَ مَا ارْتَکَبْتُمَا مِنِّی.
0 komentar:
Posting Komentar