Apakah hal-hal yang
berkenaan dengan syahâdah Hadhrat Fatimah Sa dapat dijumpai pada
literatur-literatur Ahlusunnah?
Tolong Anda sebutkan literatur-literatur
itu dan sedapat mungkin dikirim ke email saya. Terima kasih.
Fakta
sejarah ini tetap hidup dan terjaga dalam kitab-kitab sejarah dan
hadis. Para pembesar Ahlusunnah seperti Ibnu Abi Syaibah, Baladzuri,
Ibnu Qutaibah dan sebagainya mengakui fakta ini. Untuk mengetahui lebih
jauh beberapa referensi terkait dengan penyerangan rumah Hadhrat Zahra
Sa demikian juga beberapa referensi berkenaan dengan syahâdah Hadhrat
Fatimah Zahra Sa kami persilahkan Anda untuk melihat jawaban detil dari
site ini.
Penyerangan rumah dan syahâdah Fatimah Zahra Sa.
Terkait
dengan hal ini kami akan mengutip beberapa matan dari kitab-kitab
Ahlusunnah sehingga menjadi jelas bahwa masalah penyerangan kediaman
Hadhrat Fatimah Zahra Sa merupakan sebuah peristiwa sejarah faktual dan
niscaya serta bukan sebuah mitos dan legenda!! Meski pada masa para
khalifah terjadi sensor besar-besaran terhadap penulisan keutamaan dan
derajat (para maksum); akan tetapi kaidah menyatakan bahwa “hakikat
(kebenaran) adalah penjaga sesuatu.” Hakikat sejarah ini tetap hidup dan
terjaga dalam kitab-kitab sejarah dan hadis. Di sini kami akan mengutip
beberapa referensi dengan memperhatikan urutan masa semenjak abad-abad
pertama hingga masa kiwari.
1. Ibnu Abi Syaibah dan kitab “Al-Musannif”
Abu Bakar bin Abi Syaibah (159-235 H) pengarang kitab al-Mushannif dengan sanad sahih menukil demikian:
“Tatkala
orang-orang memberikan baiat kepada Abu Bakar, Ali dan Zubair berada di
rumah Fatimah berbincang-bincang dan melakukan musyawarah. Hal ini
terdengar oleh Umar bin Khattab. Ia pergi ke rumah Fatimah dan berkata,
“Wahai putri Rasulullah, ayahmu merupakan orang yang paling terkasih
bagi kami dan setelah Rasulullah adalah engkau. Namun demi Allah!
Kecintaan ini tidak akan menjadi penghalang. Apabila
orang-orang berkumpul di rumahmu maka Aku akan perintahkan supaya
rumahmu dibakar. Umar bin Khattab menyampaikan ucapan ini dan keluar.
Tatkala Ali As dan Zubair kembali ke rumah, putri Rasulullah Saw
menyampaikan hal ini kepada Ali As dan Zubair: Umar datang kepadaku dan
bersumpah apabila kalian kembali berkumpul maka ia akan membakar rumah
ini. Demi Allah! Apa yang ia sumpahkan akan dilakukannya![1]
2. Baladzuri dan kitab “Ansab al-Asyrâf”
Ahmad
bin Yahya Jabir Baghdadi Baladzuri (wafat 270) penulis masyhur dan
sejarawan terkemuka, mengutip peristiwa sejarah ini dalam kitab “Ansab
al-Asyrâf” sebagaimaan yang telah disebutkan.
Abu
Bakar mencari Ali As untuk mengambil baiat darinya, namun Ali tidak
memberikan baiat kepadanya. Kemudian Umar bergerak disertai dengan alat
untuk membakar dan kemudian bertemu dengan Fatima di depan rumah.
Fatimah berkata, “Wahai putra Khattab! Saya melihat kau ingin membakar
rumahku? Umar berkata, “Iya. Perbuatan ini akan membantu pekerjaan yang
untuknya ayahmu diutus.”[2]
3. Ibnu Qutaibah dan kitab “Al-Imâmah wa al-Siyâsah”
Sejarawan
kawakan Abdullah bin Muslim bin Qutaibah Dainawari (216-276) yang
merupakan salah seorang tokoh dalam sastra dan penulis kawakan dalam
bidang sejarah Islam, penulis kitab “Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits” dan
“Adab al-Kitab” dan sebagainya. Dalam kitab “Al-Imamah wa al-Siyasah” ia
menulis sebagai berikut:
“Abu
Bakar mencari orang-orang yang menghindar untuk memberikan baiat
kepadanya dan berkumpul di rumah Ali bin Abi Thalib. Kemudian ia
mengutus Umar untuk mendatangi mereka. Ia datang ke rumah Ali As dan
tatkala ia berteriak untuk meminta mereka keluar namun orang-orang dalam
rumah tidak mau keluar. Melihat hal ini Umar meminta supaya kayu bakar
dikumpulkan dan berkata, “Demi Allah yang jiwa Umar di tangan-Nya!
Apakah kalian akan keluar atau aku akan membakar rumah (ini).” Seseorang
berkata kepada Umar, “Wahai Aba Hafs (julukan Umar) dalam rumah ini ada
Fatimah, putri Rasulullah.” Umar menjawab: “Sekalipun.”!![3]
Ibnu
Qutaibah sebagai kelanjutan kisah ini, menulis lebih mengerikan, “Umar
disertai sekelompok orang mendatangi rumah Fatimah. Ia mengetuk rumah.
Tatkala Fatimah mendengar suara mereka, berteriak keras: “Duhai
Rasulullah! Selepasmu alangkah besarnya musibah yang ditimpakan putra
Khattab dan putra Abi Quhafah kepada kami.” Tatkala orang-orang yang
menyertai Umar mendengar suara dan jerit tangis Fatimah, maka mereka
memutuskan untuk kembali namun Umar tinggal disertai sekelompok orang
dan menyeret Ali keluar rumah dan membawanya ke hadapan Abu Bakar dan
berkata kepadanya, “Berbaiatlah.” Ali berkata, “Apabila Aku tidak
memberikan baiat lantas apa yang akan terjadi?” Orang-orang berkata,
“Demi Allah yang tiada tuhan selain-Nya, kami akan memenggal kepalamu.”[4]
Tentu
saja penggalan sejarah ini sangat berat dan pahit bagi mereka yang
mencintai syaikhain (dua orang syaikh, Abu Bakar dan Umar). Karena itu,
mereka meragukan kitab ini sebagai karya Ibnu Qutaibah. Padahal Ibnu
Abil Hadid, guru sejarah ternama, memandang bahwa kitab ini merupakan
karya Ibnu Qutaibah dan senantiasa menukil hal-hal di atas. Namun amat
disayangkan kitab ini telah mengalami distorsi dan sebagian hal telah
dihapus tatkala dicetak sementara hal yang sama disebutkan dalam Syarh
Nahj al-Balâghah karya Ibnu Abil Hadid.
Zarkili
menegaskan bahwa kitab “Al-Imâmah wa al-Siyâsah” ini merupakan karya
Ibnu Qutaibah dan mengimbuhkan bahwa sebagian memiliki pendapat terkait
dengan masalah ini. Artinya keraguan dan sangsi disandarkan kepada orang
lain bukan kepada mereka, sebagaimana Ilyas Sarkis[5] memandang bahwa kitab ini merupakan salah satu karya Ibnu Qutaibah.
4. Thabari dan kitab “Târikh”
Muhammad bin Jarir Thabari (W 310 H) dalam Târikh-nya peristiwa penyerangan ke rumah wahyu menjelaskan demikian:
Umar
bin Khattab mendatangi rumah Ali bin Abi Thalib sementara sekelompok
orang-orang Muhajir berkumpul di tempat itu. Umar berkata kepada mereka:
“Demi Allah! Saya akan membakar rumah ini kecuali kalian keluar untuk
memberikan baiat.” Zubair keluar dari rumah sembari membawa pedang
terhunus, tiba-tiba kakinya terjungkal dan pedangnya terjatuh. Dalam
kondisi ini, orang lain menyerangnya dan mengambil pedang darinya.[6]
Penggalan
sejarah ini merupakan sebuah indikator bahwa pengambilan baiat
dilakukan dengan intimidasi dan ancaman. Seberapa nilai baiat semacam
ini? Kami persilahkan Anda untuk menjawabnya sendiri.
5. Ibnu Abdurabih dan kitab “Al-‘Aqd al-Farid”
Syihabuddin
Ahmad yang lebih dikenal dengan Ibnu Abdurabih Andalusi (463 H) penulis
kitab al-Aqd al-Farid dalam kitabnya menulis sebuah pembahasan rinci
terkait dengan sejarah Saqifah dengan judul “Orang-orang yang menentang
baiat kepada Abu Bakar.” Berikut tulisannya, “Ali, Abbas dan Zubair
duduk di rumah Fatimah dimana Abu Bakar mengutus Umar bin Khattab untuk
mengeluarkan mereka dari rumah Fatimah. Ia berkata kepadanya, “Apabila
mereka tidak keluar, maka berperanglah dengan mereka! Dan ketika itu,
Umar bin Khattab bergerak menuju ke rumah Fatimah dengan membawa api
untuk membakar rumah tersebut. Dalam kondisi seperti ini, ia berjumpa
dengan Fatimah. Putri Rasulullah Saw berkata, “Wahai putra Khattab! Kau
datang untuk membakar (rumah) kami. Ia menjawab: “Iya. Kecuali kalian
memasuki apa yang telah dimasuki umat![7]
Kiranya
kami cukupkan sampai di sini penggalan kisah tentang adanya keinginan
untuk menyerang rumah Fatimah. Sekarang mari kita mengulas pembahasan
kedua kita yang menunjukkan alasan adanya niat untuk menyerang ini.
Apakah penyerangan itu benar-benar terjadi?
Di
sini ucapan-ucapan kelompok yang hanya menyinggung niat buruk khalifah
dan para pendukungnya berakhir sampai di sini saja. Sebuah kelompok yang
tidak ingin atau tidak mampu menyuguhkan laporan tragedi yang terjadi
dengan jelas, sementara sebagian kelompok menyinggung inti tragedi yaitu
penyerangan terhadap rumah dan sebagainya, sehingga tersingkap kedok
yang sebenarnya meski pada tingkatan tertentu. Di sini kami akan
menyebutkan beberapa referensi terkait dengan penyerangan dan penodaan
kehormatan (pada bagian ini juga dalam mengutip beberapa literatur dan
referensi ghalibnya dengan memperhatikan urutan masa penulis atau
sejarawan):
1. Abu Ubaid dan kitab “Al-Amwâl”
Abu
Ubaid Qasim bin Salam (W 224 H) dalam kitabnya “Al-Amwâl” yang menjadi
sandaran para juris Islam menukil: “Abdurrahman bin Auf berkata, “Aku
datang ke rumah Abu Bakar untuk membesuknya yang tengah sakit. Setelah
berbicara panjang-lebar, ia berkata: “Saya berharap kiranya saya tidak
melakukan tiga perbuatan yang telah saya lakukan. Demikian juga saya
berharap saya bertanya tiga hal kepada Rasulullah Saw. Adapun tiga hal
yang telah saya lakukan dan saya berharap kiranya saya tidak
melakukannya adalah: “Kiranya saya tidak menodai kehormatan rumah
Fatimah dan membiarkanya begitu saja meski pintunya tertutup untuk
(siap-siap) perang.”[8]
Abu
Ubaid tatkala sampai pada redaksi ini, tatkala sampai pada redaksi ini,
alih-alih menulis “Lam aksyif baita Fatima wa taraktuhu…” Ia malah
menulis, “kadza..kadza..” dan menambahkan bahwa saya tidak ingin
menyebutkannya!
Namun
kapan saja Abu Ubaid berdasarkan fanatisme mazhab atau alasan lainnya
menolak untuk menukil kebenaran dan hakikat ini; namun para peneliti
kitab al-Amwâl menulis pada catatan kaki: Redaksi kalimatnya telah
dihapus dan disebutkan pada kitab “Mizân al-I’tidâl” (sebagaimana yang
telah dijelaskan). Di samping itu, Thabarani dalam “Mu’jam” dan Ibnu
Abdurrabih dalam “Aqd al-Farid” dan lainnya menyebutkan redaksi kalimat
yang telah dihapus itu. (Perhatikan baik-baik)
2. Thabarani dan kitab “Mu’jam al-Kabir”
Abu
al-Qasim Sulaiman bin Ahmad Thabarani (260-360 H) dimana Dzahabi
bercerita tentangnya dalam Mizân al-I’tidâl: Ia adalah seorang yang
dapat dipercaya.[9]
Dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir yang berulang kali telah dicetak,
terkait dengan Abu Bakar, khutbah-khutbah dan wafatnya, Thabarani
menyebutkan: “Abu Bakar sebelum wafatnya ia berharap dapat melakukan
beberapa hal. Kiranya saya tidak melakukan tiga hal. Kiranya saya
melakukan tiga hal. Kiranya saya bertanya tiga hal kepada Rasulullah.
Ihwal tiga perkara yang dilakukan dan berharap kiranya tidak
dilakukannya, Abu Bakar menuturkan, “Saya berharap saya tidak melakukan
penodaan atas kehormatan rumah Fatimah dan membiarkannya begitu saja![10] Redaksi-redaksi ini dengan baik menunjukkan bahwa ancaman Umar itu terlaksana.
3. Ibnu Abdurrabih dan “Aqd al-Farid”
Ibnu
Abdurrabih Andalusi (W 463 H) penulis kitab “Aqd al-Farid” dalam
kitabnya menukil dari Abdurrahman bin Auf: ““Aku datang ke rumah Abu
Bakar untuk membesuknya yang tengah sakit. Setelah berbicara
panjang-lebar, ia berkata: “Saya berharap kiranya saya tidak melakukan
tiga perbuatan yang telah saya lakukan. Salah satu dari tiga hal
tersebut adalah. Kiranya saya tidak menodai kehormatan rumah Fatimah dan
membiarkanya begitu saja meski pintunya tertutup untuk (siap-siap)
perang.”[11] Dan juga nama-nama dan ucapan-ucapan orang-orang yang menukil ucapan khalifah ini akan disebutkan bagian mendatang.
4. Nazzham dan “Al-Wâfi bi al-Wafâyât”
Ibrahim
bin Sayyar Nazzham Muktalizi (160-231) yang lantaran keindahan
tulisannya dalam puisi dan prosa sehingga ia dikenal sebagai Nazzham.
Dalam beberapa kitab menukil tragedi pasca hadirnya beberapa orang di
rumah Fatimah As. Ia berkata, “Umar, pada hari pengambilan baiat untuk
Abu Bakar, memukul perut Fatimah dan ia keguguran seorang putra yang
diberi nama Muhsin yang ada dalam rahimnya.”[12] (Perhatikan baik-baik)
5. Mubarrad dan kitab “Kâmil”
Muhammad
bin Yazid bin Abdulakbar Baghdadi (210-285), seorang sastrawan, penulis
terkenal dan pemilik karya-karya terkemuka, dalam kitab “Al-Kâmil”-nya,
mengutip kisah harapan-harapan khalifah dari Abdurrahman bin Auf. Ia
menyebutkan, “Saya berharap kiranya saya tidak menyerang rumah Fatimah
dan membiarkannya begitu saja pintunya (meski) tertutup untuk
(siap-siap) perang.”[13]
6.Mas’udi dan “Murûj al-Dzahab”
Mas’udi
(W 325 H) dalam Murûj al-Dzahab menulis: “Tatkala Abu Bakar menjelang
wafatnya berkata demikian, “Tiga hal yang saya lakukan dan berharap
kiranya saya tidak melakukannya. Salah satunya adalah: Saya berharap
kiranya saya tidak menodai kehormatan rumah Fatimah. Hal ini banyak
(kali) ia sebutkan.”[14]
Mas’udi
meski ia memiliki kecendrungan yang baik kepada Ahlulbait namun sayang
ia menghindar untuk mengungkap ucapan khalifah dan menyampaikannya
dengan bahasa kiasan. Akan tetapi Tuhan mengetahui dan hamba-hamba Tuhan
juga secara global mengetahui hal ini!
7.Ibnu Abi Daram dalam Mizân al-I’tidâl
Ahmad
bin Muhammad yang dikenal sebagai “Ibnu Abi Daram” ahli hadis Kufa (W
357 H), adalah seseorang yang dikatakan oleh Muhammad bin Ahmad bin
Himad Kufah: “Ia adalah orang yang menghabiskan seluruh hidupnya di
jalan lurus.”
Dengan
memperhatikan martabat ini, ia menukil bahwa di hadapannya berita ini
dibacakan, “Umar menendang Fatimah dan ia keguguran seorang putra
bernama Muhsin yang ada dalam rahimnya![15] (Perhatikan baik-baik)
8. Abdulfatah Abdulmaqshud dan kitab “Al-Imâm Ali”
Ia
menyebutkan dua hal terkait dengan penyerangan ke rumah wahyu dan kita
hanya menukil satu darinya: “Demi (Dzat) yang jiwa Umar berada di
tangan-Nya. Apakah kalian keluar atau aku akan membakar rumah ini
(berikut penghuninya). Sebagian orang yang takut (kepada Allah) dan
menjaga kedudukan Rasulullah Saw dari akibat perbuatan ini, mereka
berkata: “Aba Hafs, Fatimah dalam rumah ini.” Tanpa takut, Umar
berteriak: “Sekalipun!! Ia mendekat, mengetuk pintu, kemudian menggedor
pintu dengan tangan dan kaki untuk masuk ke dalam rumah secara paksa.
Ali As muncul.. pekik jeritan suara Zahra kedengaran di dekat tempat
masuk pintu rumah… suara ini adalah suara meminta pertolongan..”[16]
Kami
ingin mengakhiri pembahasan ini dengan satu hadis lainnya dari “Maqatil
Ibnu ‘Athiyyah” dalam kitab al-Imâmah wa al-Siyâsah (Meski masih banyak
yang belum diungkap di sini!)
Ia menulis dalam kitab ini sebagai berikut:
“Tatkala Abu Bakar mengambil baiat dari orang-orang dengan ancaman, pedang dan paksaan, Umar, mengirim Qunfudz dan sekelompok orang ke rumah Ali dan Fatimah As dan Umar mengumpulkan kayu bakar dan membakar pintu rumah…”[17]
Untuk diketahui bahwa di bawah riwayat ini terdapat beberapa ungkapan yang tidak dapat dituliskan di sini.
Kesimpulan:
Apakah
dengan seluruh referensi dan literatur jelas yang umumnya dari
literatur-literatur Ahlusunnah mereka masih berkata-kata bahwa syahâdah
Hadhrat Fatimah itu sebagai mitos dan legenda..” Dimana sikap fair Anda?
Pasti setiap orang yang membaca pembahasan pendek ini dengan bersandar
pada beberapa referensi jelas memahami prahara yang terjadi pasca
wafatnya Rasulullah Saw. Untuk sampai pada kekuasaan dan khilafah apa
yang telah mereka lakukan. Hal ini merupakan penuntasan hujjah Ilahi
(itmâm al-hujjah) bagi seluruh pemikir bebas yang jauh dari sikap
fanatik. Lantaran kami tidak menulis sesuatu dari kami
sendiri, apa pun yang kami tulis semuanya dari literatur-literatur yang
mereka terima sendiri.[18]
Referensi:
[1]. Ibnu Abi Saibah, al-Musannif, 8/572, Kitab al-Maghazi:
«
انّه حین بویع لأبی بکر بعد رسول اللّه(صلى الله علیه وآله) کان علی و
الزبیر یدخلان على فاطمة بنت رسول اللّه، فیشاورونها و یرتجعون فی أمرهم.
فلما بلغ ذلک عمر بن الخطاب خرج حتى دخل على فاطمة، فقال: یا بنت رسول
اللّه(صلى الله علیه وآله) و اللّه ما أحد أحبَّ إلینا من أبیک و ما من أحد
أحب إلینا بعد أبیک منک، و أیم اللّه ما ذاک بمانعی إن اجتمع هؤلاء النفر
عندک أن امرتهم أن یحرق علیهم البیت. قال: فلما خرج عمر جاؤوها، فقالت:
تعلمون انّ عمر قد جاءَنى، و قد حلف باللّه لئن عدتم لیُحرقنّ علیکم البیت،
و أیم اللّه لَیمضین لما حلف علیه.»
[2]. Ansab al-Asyrâf, 1/582, Dar Ma’arif, Kairo:
«انّ
أبابکر أرسل إلى علىّ یرید البیعة فلم یبایع، فجاء عمر و معه فتیلة!
فتلقته فاطمة على الباب. فقالت فاطمة: یابن الخطاب، أتراک محرقاً علىّ
بابى؟ قال: نعم، و ذلک أقوى فیما جاء به أبوک...»
[3]. Al-Imâmah wa al-Siyâsah, hal. 12, Maktab Tijariyah Kubra, Mesir:
«
انّ أبابکر رضی اللّه عنه تفقد قوماً تخلّقوا عن بیعته عند علی کرم اللّه
وجهه فبعث إلیهم عمر فجاء فناداهم و هم فی دار على، فأبوا أن یخرجوا فدعا
بالحطب و قال: والّذی نفس عمر بیده لتخرجن أو لاحرقنها على من فیها، فقیل
له: یا أبا حفص انّ فیها فاطمة فقال، و إن!! »
[4].
Al-Imâmah wa al-Siyâsah, hal. 13, Maktab Tijariyah Kubra, Mesir:
« ثمّ
قام عمر فمشى معه جماعة حتى أتوا فاطمة فدقّوا الباب فلمّا سمعت أصواتهم
نادت بأعلى صوتها یا أبتاه رسول اللّه ماذا لقینا بعدک من ابن الخطاب، و
ابن أبی قحافة فلما سمع القوم صوتها و بکائها انصرفوا. و بقی عمر و معه قوم
فأخرجوا علیاً فمضوا به إلى أبی بکر فقالوا له بایع، فقال: إن أنا لم أفعل
فمه؟ فقالوا: إذاً و اللّه الّذى لا إله إلاّ هو نضرب عنقک...!»
[5]. Mu’jam al-Mathbu’ât al-Arabiyah, 1/212.
[6]. Târikh Thabari, 2/443:
«
أتى عمر بن الخطاب منزل علی و فیه طلحة و الزبیر و رجال من المهاجرین،
فقال و اللّه لاحرقن علیکم أو لتخرجنّ إلى البیعة، فخرج علیه الزّبیر
مصلتاً بالسیف فعثر فسقط السیف من یده، فوثبوا علیه فأخذوه.»
[7]. Aqd al-Farid, 4/93, Maktabatu Hilal:
.«
فأمّا علی و العباس و الزبیر فقعدوا فی بیت فاطمة حتى بعثت إلیهم أبوبکر،
عمر بن الخطاب لیُخرجهم من بیت فاطمة و قال له: إن أبوا فقاتِلهم، فاقبل
بقبس من نار أن یُضرم علیهم الدار، فلقیته فاطمة فقال: یا ابن الخطاب أجئت
لتحرق دارنا؟! قال: نعم، أو تدخلوا فیما دخلت فیه الأُمّة!»
[8]. Al-Amwâl,
Catatan Kaki 4, Nasyr Kulliyat Azhariyah, al-Amwal, hal. 144, Beirut
dan juga dinukil Ibnu Abdurrabih dalam Aqd al-Farid, 4/93:
« وددت انّی لم أکشف بیت فاطمة و ترکته و ان اغلق على الحرب»
[9]. Mizân al-I’tidâl, jil. 2, hal. 195.
[10]. Mu’jam Kabir Thabarani, 1/62, Hadis 34, Tahqiq Hamdi Abdulmajid Salafi:
« أمّا الثلاث اللائی وددت أنی لم أفعلهنّ، فوددت انّی لم أکن أکشف بیت فاطمة و ترکته. »
[11]. Aqd al-Farid, 4/93, Maktabatu al-Hilal:
« وودت انّی لم أکشف بیت فاطمة عن شی و إن کانوا اغلقوه على الحرب.»
[12]. Al-Wâfi bil Wafâyât, 6/17, No. 2444. Al-Milal wa al-Nihal, Syahrastani, 1/57, Dar al-Ma’rifah, Beirut. Dan pada terjemahan Nazzham silahkan lihat, Buhuts fi al-Milal wa al-Nihal, 3/248-255.
« انّ عمر ضرب بطن فاطمة یوم البیعة حتى ألقت المحسن من بطنها.»
[13]. Syarh Nahj al-Balâghah, 2/46-47, Mesir:
« وددت انّی لم أکن کشفت عن بیت فاطمة و ترکته ولو أغلق على الحرب.»
[14]. Muruj al-Dzahab, 2/301, Dar Andalus, Beirut:
« فوددت انّی لم أکن فتشت بیت فاطمة و ذکر فی ذلک کلاماً کثیراً! »
[15]. Mizân al-I’tidâl, 3/459:
«انّ عمر رفس فاطمة حتى أسقطت بمحسن.»
[16]. Abdulfattah Abdulmaqshud, ‘Ali bin Abi Thalib, 4/276-277:
«
و الّذی نفس عمر بیده، لیَخرجنَّ أو لأحرقنّها على من فیها...! قالت له
طائفة خافت اللّه، و رعت الرسول فی عقبه: یا أبا حفص، إنّ فیها فاطمة...!
فصاح لایبالى: و إن..! و اقترب و قرع الباب، ثمّ ضربه و اقتحمه... و بداله
علىّ... و رنّ حینذاک صوت الزهراء عند مدخل الدار... فان هى الا طنین
استغاثة...»
[17]. Maqatil ibn ‘Athiyyah, Kitâb al-Imâmah wa al-Khilâfah,
hal. 160-161, diterbitkan dengan kata pengantar Dr. Hamid Daud, dosen
Universitas ‘Ain al-Syams, Kairo, Cetakan Beirut, Muassasah al-Balagh:
«
ان ابابکر بعد ما اخذ البیعة لنفسه من الناس بالارهاب و السیف و القوّة
ارسل عمر، و قنفذاً و جماعة الى دار علىّ و فاطمه(علیه السلام) و جمع عمر
الحطب على دار فاطمه و احرق باب الدار!..»