SELAMAT DATANG DI AHLUL BAIT NABI SAW

AHLUL BAIT NABI SAW: Media Agama Dan Hati Umat Islam * Media Persatuan dan Kesatuan Sunni Dan Syiah


Oleh: Ayatullah Murtadha Muthahhari

Apakah para nabi mempunyai peran dalam gerakan sejarah?
Kalau punya, bagaimanakah peran itu?
Apakah peran itu positif atau negatif?

Kaum anti-agama pun mengakui bahwa para nabi memiliki peran yang efektif dalam sejarah. Di masa lalu mereka merepresentasikan sumber kekuatan nasional yang fantastis. Di zaman dahulu kekuatan nasional tersebut beda dengan hubungan darah, hubungan suku, perasaan patriotis, atau beda dengan kecenderungan agama dan ikatan doktrin. Kepala suku dan kepala bangsa mewakili kecenderungan pertama, sedangkan nabi dan pemimpin agama mewakili kecenderungan kedua. Ada dua pandangan mengenai fakta bahwa nabi merupakan sebuah kekuatan yang terbentuk berkat pengaruh agamanya. Namun demikian, ada beberapa pendapat mengenai efektivitas kekuatan ini:

Pertama: Segolongan orang, dalam tulisan mereka, pada umumnya mengatakan bahwa karena nabi memiliki pandangan spiritual dan anti-temporal, maka perannya negatif. Menurut mereka, poin utama ajaran nabi adalah menolak dunia, berkonsentrasi kepada akhirat, melakukan introspeksi dan meninggalkan realitas sekitar. Itulah sebabnya mengapa kekuatan agama dan nabi, yang menjadi simbol kekuatan ini, selalu mendorong orang untuk tidak peduli kepada kehidupan dunia, dan menghambat kemajuan. Jadi, dalam sejarah, peran nabi selalu negatif. Inilah pandangan yang pada umumnya dikemukakan oleh orang-orang yang mengaku berpikiran luas.


Kedua: Segolongan orang lagi berpendapat bahwa peran yang dimainkan kaum agama adalah negatif. Argumen mereka ini sama sekali beda. Menurut mereka, orientasi kaum agama adalah dunia, dan orientasi spiritualnya hanyalah kedok untuk memperdaya orang-orang bodoh. Arab upaya kaum agama selalu adalah mewujudkan dan melindungi kepentingan para penindas, dan memperdaya kaum tertindas. Kaum agama selalu berupaya keras mempertahankan status quo, dan menentang evolusi masyarakat. Para pendukung pandangan ini mengatakan bahwa sejarah, seperti fenomena lainnya, bergerak secara dialektis. Gerakan dialektis ini terjadi akibat adanya kontradiksi internal dalam tubuh sejarah. Dengan munculnya hak milik, masyarakat terbagi menjadi dua kelas yang saling bertentangan: yang satu berkuasa dan melakukan eksploitasi, dan yang satunya lagi dieksploitasi. Dengan maksud melindungi posisi istimewanya sendiri, kelas penguasa selalu berupaya mempertahankan situasi yang ada, kendatipun alat-alat produksi mengalami perkembangan yang tak terelakkan, dan ingin mempertahankan kondisi masyarakat sebagaimana adanya. Namun kelas tertindas, dengan terjadinya perkembangan alat-alat produksi, ingin mengubah situasi yang ada, dan ingin mengganti situasi ini dengan situasi yang lebih maju. Kelas penguasa menggunakan berbagai taktik. Untuk mencapai maksud-maksud jahatnya, kelas penguasa menggunakan tiga faktor: kekuatan, harta dan kebohongan.

Dalam permainan ini, peran kaum agama adalah menipu masyarakat demi kepentingan para tiran dan penindas. Kaum agama tidak sungguh-sungguh peduli kepada akhirat. Penampilan mereka yang sok agamawan, hanyalah kedok untuk menutupi kepentingan duniawi mereka, dan dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian kaum tertindas dan kaum revolusioner. Dengan demikian, peran kaum agama selalu saja negatif, karena mereka selalu mendukung kaum kaya dan kaum kuat yang berkepentingan mempertahankan situasi yang ada. Inilah teori yang diajukan oleh kaum Mantis untuk menjelaskan perkembangan sejarah.Menurut Marxisme, tiga faktor—agama, pemerintah dan harta—itu usianya sama tuanya dengan milik pribadi, dan sepanjang sejarah peran ketiganya selalu merugikan kepentingan masyarakat luas.

Ketiga: Sebagian orang menafsirkan sejarah dengan tafsiran yang berbeda dengan tafsiran kaum Marxis. Mereka juga memandang peran agama dan nabi itu negatif. Menurut mereka, hukurn evolusi alam dan hukum perkembangan sejarah didasarkan pada dominasi si kuat dan penyingkiran si lemah. Si kuat menjadi pihak yang selalu memberikan sumbangsih bagi kemajuan sejarah, sedangkan si lemah senantiasa menjadi pihak yang bertanggung jawab atas kemandekan dan kemunduran sejarah. Si lemah menciptakan agama untuk mengerem si kuat. Para pendukung agama men­ciptakan konsepsi moral seperti keadilan, kemerdekaan, kebajikan, cinta, kasih sayang, kerja sama dan seterusnya. Kaum pendukung agama menciptakan konsepsi-konsepsi seperti itu tak lain untuk kepentingan si lemah (kelas bawah) dan untuk merugikan si kuat (kelas atas), kaum yang mewujudkan kemajuan. Kaum agama berupaya mengendalikan kekuatan-kekuatan psikologis si kuat, dan berupaya agar si lemah tidak tersingkir. Dengan demikian kaum agama merintangi kemajuan umat manusia dan tampilnya pahlawan. Karena itu peran agama dan nabi yang mewakili agama, sifatnya negatif, karena agama dan nabi mendukung mentalitas yang menentang kualitas unggul yang memberikan sumbangsih bagi kemajuan sejarah dan masyarakat. Inilah pandangan Nietzsche sang Filosof Jerman.

Keempat: Di samping tiga golongan yang sudah dipaparkan di atas, ada lagi golongan yang di dalamnya ada kaum anti-agamanya. Mereka mengakui bahwa peran nabi di masa lalu memang positif dan bermanfaat dan memberikan sumbangsih bagi kemajuan sejarah. Golongan ini mempertimbangkan dengan semestinya kandungan sosial dan moral ajaran nabi serta peristiwa-peristiwa sejarahnya. Mereka mengakui bahwa di masa lalu nabi sangat penting perannya dalam mereformasi, menyejahterakan dan memajukan masyarakatnya. Budaya manusia memiliki dua segi: material dan spiritual. Segi materialnya adalah segi teknis dan segi industnalnya yang masih terus mengalami perkembangan di setiap zaman hingga dewasa ini. Segi spiritualnya menyangkut hubungan timbal balik umat manusia. Untuk memberikan penilaian yang benar mengenai hubungan ini, manusia berutang budi kepada ajaran nabi. Karena segi materialnya berpeluang tumbuh dan berkembang dengan benar dengan dibayang-bayangi segi spiritual­nya, maka peran nabi dalam perkembangan segi spiritual peradaban bersifat langsung, sedangkan dalam perkembangan segi materialnya bersifat tidak langsung. Menurut golongan ini, peran positif ajaran nabi di masa lalu tak mungkin disangsikan.

Namun demikian sebagian dari golongan ini berpendapat bahwa zaman untuk peran positif ajaran nabi sekarang sudah berakhir. Menurut mereka, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, maka ajaran agama sudah tak berlaku lagi. Dan di masa mendatang juga demikian. Golongan lain justru berpandangan bahwa peran agama dan ideologi agama tak mungkin dapat digantikan oleh ilmu pengetahuan, walaupun luar biasa kemajuan yang dapat dibuat oleh ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tak akan pernah dapat menggantikan posisi agama. Begitu pula mazhab-mazhab filsafat.
Di masa lalu peran nabi beragam. Memang ada kasus-kasus tertentu, di mana had nurani kolektif manusia tak lagi membutuhkan dukungan agama. Namun peran nabi yang sangat asasiah sangat dibutuhkan di masa mendatang. Peran asasiah ini sangat dibutuhkan di masa lalu. Inilah beberapa contoh berpengaruhnya ajaran nabi pada perkembangan sejarah.


Mendidik

Di masa lalu alasan mendidik adalah alasan agama. Alasan inilah yang menyemangati guru dan orang tua. Setelah berkembang-nya had nurani sosial, maka di bidang pendidikan tak lagi dibutuh­kan alasan agama.


Memperkuat Perjanjian

Kehidupan sosial bisa tegak bila ada sikap menghargai perjanjian, akad dan kesepakatan, dan bila janji dipegang teguh. Menghargai kesepakatan dan memegang teguh janji merupakan salah satu arus utama sisi-sisi manusiawi budaya. Peran yang selalu diemban agama adalah mewujudkan sikap menghargai ini. Hingga sekarang peran tersebut tak dapat digantikan.

Will Durant, seorang Atheis, mengakui fakta ini dalam bukunya “Lessons from History” (Hikmah Sejarah). Katanya:
“Dalam agama, hubungan manusia-Tuhan dihormati. Berkat ritual-ritual agama, dari sikap menghormati ini lahir penghormatan kepada janji yang dibuat di antara manusia. Dengan demikian, berkat agama, maka janji menjadi kuat posisinya.”

Sebagai keseluruhan, agama memberikan dukungan kuat kepada nilai-nilai moral dan manusiawi. Nilai-nilai moral tanpa agama laksana mata uang yang tak mendapat dukungan finansial. Mata uang seperti itu kehilangan nilainya.


Membebaskan Manusia dari Perbudakan Sosial

Dalam menentang kelaliman, tirani, dan segala segi penindasan, sangatlah penting. Al-Qur’an Suci menekankan peran nabi ini. Al-Qur’an Suci menggambarkan bahwa tujuan utama diutusnya nabi adalah untuk menegakkan keadilan. Berulang-ulang Al-Qur’an Suci membawakan kisah-kisah konflik antara para nabi dan para wakil kelaliman. Banyak ayat Al-Qur’an Suci dengan jelas menyebutkan bahwa orang-orang yang selalu menentang para nabi adalah mereka yang berasal dari golongan lalim ini.

Pandangan Marx dan para pengikutnya yang kira-kira mengatakan bahwa agama, pemerintah dan harta merupakan tiga fakta yang digunakan golongan berkuasa untuk menekan kaum tertindas, tak lain hanyalah omong kosong. Pandangan ini bertentangan dengan fakta-fakta sejarah yang tak terbantahkan.

Menjelaskan pandangan Marx, Dr. Arani mengatakan:
“Agama selalu dimanfaatkan oleh kelas berkuasa dalam masyarakat. Untuk menundukkan kelas tertindas, tasbih dan salib selalu bahu-membahu dengan bayonet.”

Kalau mau menerima interpretasi tentang sejarah seperti itu, maka kita harus menutup mata dan mengabaikan fakta sejarah. Imam All as adalah ahli pedang dan tasbih. Namun Imam Ali as tidak menggunakan keduanya untuk menekan kaum tertindas. Moto Imam Ali as adalah: “Tentang sang penindas, dan bantu sang tertindas.”

Sepanjang hayatnya, Imam Ali as adalah penggemar pedang yang tidak disukai kaum kaya dan penguasa. Dalam bukunya “Comedy of Human Intelect” (Komedi Akal Manusia), Dr. Ali al-Wardi menyebutkan bahwa melalui kepribadiannya, Imam Ali as telah membuktikan kesalahan fllosofi Marx.

Pandangan Nietzsche, yang bertentangan sekali dengan pandangan Marx, bahkan lebih tak masuk akal lagi. Menurut Nietzsche, agama menjadi bagian dari kemandekan dan kemunduran, karena agama mendukung si lemah, sementara si kuat yang merupakan golongan yang sangat maju bertanggung jawab atas perkembangan masyarakat. Nampaknya dalam pandangan Nietzsche, masyarakat manusia dapat maju dengan pesat bila yang mengatur masyarakat manusia adalah hukum rimba. Menurut Marx, kaum lemah merupakan bagian dari perkembangan, dan para nabi menentang golongan ini. Namun Nietzsche beranggapan bahwa golongan kuat merupakan bagian dari perkembangan, dan para nabi menentang golongan ini. Marx mengatakan bahwa agama merupakan rekayasa kaum kuat dan kaya. Nietzsche justru mengatakan bahwa agama merupakan rekayasa kaum lemah dan tertindas. Tentu saja Marx salah:
Pertama, basis penafsiran Marx atas sejarah semata-mata kontradiksi kepentingan kelas, dan Marx mengabaikan sisi manusiawi sejarah.
Kedua, Marx beranggapan bahwa kaum lemah dan tertindas sajalah yang menjadi bagian dari perkembangan.
Ketiga, Marx memandang para nabi mendukung kelas berkuasa. Kalau Nietzsche, dia telah membuat kesalahan, yaitu dia memandang unsur kekuatan sebagai bagian dari perkembangan sejarah, dalam pengertian bahwa dia telah menyamakan si kuat dengan manusia unggul dan percaya bahwa si kuat sajalah yang menjadi unsur yang memajukan sejarah.

(teosophy/ABNS)

0 komentar:

Sejarah

ABNS Fatwa - Fatwa

Pembahasan

 
AHLUL BAIT NABI SAW - INFO SEJARAH © 2013. All Rights Reserved. Powered by AHLUL BAIT NABI SAW
Top