Oleh: Mohammad Adlany
Untuk
mengenal kesempurnaan apapun, langkah awal yang harus dilakukan adalah
mengenal substansi dan hakikat sesuatu tersebut, karena apabila hakikat
sesuatu tidak menjadi jelas, maka mustahil ada kemungkinan untuk
mengenal kesempurnaannya.
Tuhan Yang Maha Mengetahui mencipta beragam eksistensi
berdasarkan hikmah-Nya. Dalam mekanisme penciptaan tersebut,
masing-masing eksistensi memiliki karakteristik dan kecenderungan
tertentu dengan fungsi dan manfaat dalam syarat-syarat yang tertentu
pula, sedemikian sehingga tujuan khusus dari masing-masing mereka
berbeda dari selainnya dan masing-masing mereka pasti akan melakukan
aktivitasnya dalam ruang lingkup dan asas yang telah ditentukan oleh
Tuhan.
Demikian juga, menghilangkan batasan dan ruang lingkup
aktivitas masing-masing perangkat eksistensi atau bahkan pemusnahan
salah satu dari wujud mereka ini senantiasa akan diiringi dengan
kerugian global yang tidak bisa tergantikan. Dan karena di alam
eksistensi ini mustahil terjadi perulangan penciptaan, dan setiap batas
dan bentuk dengan seluruh syarat-syarat wujudnya mempunyai karakteristik
dan pengaruh yang khas, maka tujuan dari maujud masing-masing
penciptaan sama sekali tidak akan bisa digantikan oleh selainnya. Dalam
ilmu tasawuf dan irfan teoritis, masalah ini dituangkan dalam bentuk
sebuah kaidah yang mengatakan bahwa perulangan dalam manifestasi tajalli adalah mustahil.
Dari keempat poin di atas, yaitu:
- Pengenalan kesempurnaan bergantung pada pengenalan substansi dan hakikat benda;
- Masing-masing eksistensi memiliki karakteristik, pengaruh dan manfaat tertentu dalam koridor syarat-syarat tertentu pula;
- Menghilangkan salah satu eksistensi dalam mekanisme penciptaan adalah mustahil dan akan menimbulkan kerusakan system;
- Pengulangan dalam penciptaan maujud-maujud tertentu adalah mustahil atau pengulangan dalam manifestasi khusus adalah mustahil; akan bisa mengantarkan kita kepada pemahaman tentang mekanisme dan sistem penciptaan yang penuh dengan hikmah, agung, rapi dan teratur yang berujung pada dimensi yang menakjubkan akan kebesaran Sang Pencipta Alam Eksistensi.
Di bawah ini kami akan menganalisa dan mengkaji satu persatu dari keempat poin di atas:
1. Pengenalan kesempurnaan lewat pengenalan hakikat
Pengenalan kesempurnaan bergantung pada pengenalan hakikat,
yaitu kita akan menemukan arah dan tujuan serta dimensi kesempurnaan
wujud sesuatu sebatas kemampuan kita dalam mengenal hakikat dan
esensinya.
Pengetahuan manusia pun seluruhnya berputar mengelilingi
tolok ukur ini, sedemikian sehingga setiap cabang ilmu hanya akan
mengalami kemajuan dan perkembangan ketika telah mampu mengenal
subyek-subyek yang ada di dalamnya secara mendetail dan telah mampu
menemukan lebih banyak karakteristik dan keistimewaan serta
pengaruh-pengaruh yang ditimbulkannya.
Seorang ahli botani, selama dia belum mampu mengenali
substansi sesuatu dan belum melakukan analisa dan eksperimen terhadap
wujud sesuatu, maka dia tidak akan mampu menentukan khasiat dan
karakteristik wujudnya dan memhami kesempurnaannya.
Seseorang yang hingga saat ini tidak pernah melihat jeruk
nipis dan tidak mengenal wujudnya, dia tidak akan mengetahui bahwa
kesempurnaan jeruk nipis terletak pada keasamannya, semakin asam rasanya
akan semakin sempurna keberadaan dan eksistensinya.
Seseorang yang mengetahui substansi air, dia akan
mengetahui bahwa paling sempurnanya air adalah yang tidak berasa, tidak
berwarna, dan memiliki massa tertentu. Tentunya, terkadang pengenalan
seperti ini diperoleh dari pengalaman berturut-turut dalam mengamati
pengaruh-pengaruh suatu benda, dimana metodologi ini sama sekali tidak
bertentangan dengan asumsi kami, karena dengan eksperimen terkadang
esensi sesuatu dapat dikenali baik secara mutlak ataupun nisbi dan
kemudian menentukan kesempurnaan dan tujuan wujudnya dengan berpijak
pada pengenalan esensinya.
2. Karakteristik Khas setiap eksistensi
Setiap eksistensi di alam penciptaan mempunyai fungsi,
manfaat, dan tanggung jawab khusus untuk melakukan suatu aktivitas dalam
syarat-syarat yang tertentu.
Kita mengetahui bahwa seekor kambing tidak akan terlahir
dari seekor rubah dan biji kurma tidak akan pernah berbuah anggur,
karena setiap wujud memiliki batasan, sifat, dan karakteristik khas yang
membuatnya hanya bergerak dan beraktivitas pada batasan tertentu
tersebut. Hal ini sedemikian sehingga ketika seorang ahli pertanian
hendak memulai menanam bibit dan biji tertentu di lahan pertanian, pada
awal tahapan itu juga dia telah mampu menggambarkan pekerjaan-pekerjaan
yang akan dia hadapi pada sekian tahun yang akan datang, dia telah bisa
menggambarkan keuntungannya, bentuk, dan kondisi buah serta panennya.
Petani ini mengetahui tahapan pembibitan, penanaman, dan
panennya, dan pengetahuannya ini tidak lain karena adanya pengenalan
hakiki terhadap kesempurnaan wujud biji itu, hal ini terbukti dengan
keberhasilan panen. Apabila pengetahuan ini tidak mendetail, maka tidak
ada satu pekerjaanpun yang akan membawa ketenangan dalam kehidupan
manusia dan tidak seorangpun akan rela melakukan suatu pekerjaan.
Jadi, kemudahan perputaran roda kehidupan masyarakat
bergantung pada satu poin berikut bahwa seluruh pengaturan
program-program kehidupan telah didesain berdasarkan fungsi dan peran
penciptaan.
Oleh karena itu, dengan mengenal manfaat setiap maujud
berarti ia telah menetapkan asas usaha berdasarkan pengaturan di atas,
yang hal ini akan mengantarakannya pada hasil yang sesuai. Sebagai
misal, apabila seseorang menanam gandum akan tetapi yang keluar adalah
padi, maka ketidakjelasan dan kebingungan yang muncul dari peristiwa ini
sedemikian berat sehingga hal ini akan bisa mengakibatkan destruksi dan
musnahnya generasi manusia pada masa yang akan datang.
3. Satu makhluk Musnah berefek pada keseimbangan
Penghapusan salah satu asas penciptaan atau pemusnahan
salah satu wujud ciptaan niscaya akan menyebabkan kekacauan dan
kehancuran mekanisme penciptaan.
Mekanisme eksistensi merupakan satu realitas yang tunggal,
dimana seluruh partikel-partikel dan anggota-anggota dalam mekanisme
tersebut, beroperasi dan berjalan secara serasi, teratur, dan saling
memberikan efek dan pengaruh, dan yang menakjubkan adalah bahwa seluruh
realitas alam mengarah pada satu tujuan universal dan senantiasa
mengalami kesatuan dan keterikatan alami.
Mengenai masalah ini, dalam filsafat Hikmah Muta’aliyah,
Mulla Sadra menjelaskan bahwa alam eksistensi merupakan hakikat tunggal
yang kemajemukan dan keberagamannya kembali kepada kemanunggalannya.[1]
Alamah Thabathabai pada beberapa tempat dalam kitabnya Al-Mizan
menekankan tentang kesatuan alam eksistensi, keragaman aktivitas
maujud, dan kesatuan tujuan dari majemuk eksistensi. Dari sini
disimpulkan bahwa menghilangkan salah satu dari anggota eksistensi akan
merusak sistem operasional global yang berlangsung pada seluruh
eksistensi dan akan memicu ketidakseimbangan dalam seluruh dimensi
mekanisme penciptaan.
Tentunya menghapuskan salah satu realitas, fungsi, dan
manfaat sesuatu dari alam eksistensi adalah berbeda dengan perubahan
salah satu substansi menjadi substansi yang lain, dengan kata lain,
kemungkinan terbakar dan musnahnya sebuah pohon adalah sangat mungkin
terjadi, akan tetapi pohon yang telah terbakar itu tidak berarti bahwa
ia telah menjadi tiada dan musnah dari alam wujud, melainkan ia hanya
mengalami perubahan dari satu wujud ke wujud yang ain, dan persoalan ini
secara normal terjadi pada seluruh maujud dan eksistensi alam.
Yang mustahil terjadi adalah musnahnya satu satu eksistensi
yakni keberadaannya terhapus dan hilang sama sekali dari mata rantai
eksistensi, dan tidak mengalami perubahan ke dalam bentuk yang lain.
Beberapa waktu yang lalu pada salah satu negara barat,
pihak pemerintah mengubah sebuah hutan menjadi sebuah jalan yang hal ini
menjadi bahan aksi dan protes sekelompok ilmuwan, mereka mengatakan
bahwa pemanfaatan yang tidak logis ini akan menyebabkan perubahan pada
mekanisme ekosistim alam dan akan menciptakan lingkungan kehidupan yang
tidak seimbang bagi generasi manusia mendatang.
Demikian juga terdapat beberapa kelompok ilmuwan yang
mengutarakan keberatannya ketika sekelompok lainnya hendak menciptakan
obat-obatan untuk memusnahkan dan menghilangkan generasi nyamuk dan
lalat dari alam eksistensi, para penentang mengatakan bahwa nyamuk dan
lalat merupakan salah satu realitas penciptaan alam dan kita tidak boleh
semudah itu untuk menghapuskannya.
Setelah melakukan beberapa kali pengkajian ulang, akhirnya
mereka sampai pada kesimpulan penting berikut bahwa apabila hal ini
dilaksanakan maka manusia akan kehilangan anggota inti mekanisme
penyerbukan, karena fertilisasi dan penyerbukan pada sekelompok besar
tumbuhan dilakukan oleh makhluk-makhluk kecil ini.
Jadi, setiap eksistensi wujud yang berada di alam ini,
masing-masing bergerak sesuai dengan arah, tujuan, fungsi, karakter,
sifat, manfaat, dan kewajiban mereka, dan aktivitas mereka di alam
natural ini begitu jelas dan bertujuan, yang hal ini telah tertetapkan
sebelumnya. Jadi, sebenarnya mereka semua bergerak ke tujuan satu dengan
langkah-langkah yang berbeda, jelas, dan rasional.
4. Kemustahilan pengulangan ciptaan khusus
Pernyataan ini mempunyai makna bahwa di alam mekanisme
penciptaan eksistensi ini tidak diciptakan dua wujud yang memiliki sifat
dan karakter yang mutlak sama. Dua helai daun dari sebuah pohon tidak
akan pernah sama secara sempurna. Dua butir kacang, dua tangkai anggur,
dua biji delima dalam sebuah delima, mustahil memiliki kesamaan secara
mutlak, dan minimal mereka memiliki perbedaan pada ruang dan waktu. Pada
poin ini, al-Quran mengisyarahkan dengan firman-Nya, “Setiap waktu Dia berada dalam kesibukan”[2]. Yakni setiap “detik” Tuhan memencarkan rahmat-Nya dan mencipta suatu realitas yang khusus.
Sebuah ‘akibat’ senantiasa mengikuti ‘sebabnya’,
dengan ini setiap maujud merupakan hasil dan ‘akibat’ dari ‘sebabnya’
sendiri dan senantiasa mengikuti rangkaian kausalitas wujud, dan pada
dasarnya ‘akibat’ yang khas merupakan intisari dari ‘sebab’ khas, dimana
bentuk dan karakteristik wujud ‘akibat’ pun memiliki kekhususan sesuai
dengan yang diciptakan oleh sebab yang khas pula, karena itu ‘akibat’
juga mempunyai fungsi, manfaat, dan kecenderungan tertentu.
Jadi, jelaslah bahwa kondisi, waktu, dan tingkatan wujud
setiap ‘sebab-sebab’ memiliki perbedaan satu sama lain, dengan demikian
konsekuensinya adalah juga terjadi perbedaan alami pada masing-masing
‘akibat’ yang diwujudkan oleh ‘sebab-sebab’ tersebut.
Sebagai contoh, setiap orang tua akan melahirkan anak, dan
anak-anak yang kelak merupakan orang tua masa datang ini akan melahirkan
anak-anak pula yang memiliki keistimewaan dan karakteristik tertentu
yang berbeda dengan anak-anak lain. Atau setiap biji dan batang akan
mengeluarkan buah sesuai dengan kondisi tanah dan iklim, dan setiap
hasil dan buah akan mempunyai karakteristik dan keistimewaan tersendiri
sesuai dengan tanah dan iklim dimana dia tumbuh.
Dari pendahuluan di atas, bisa dipahami dengan baik bahwa
tingkat kesempurnaan setiap eksistensi terletak pada tujuan khas yang
telah tertetapkan dalam perjalanan wujudnya secara alami.
Dari sini, kesempurnaan setiap eksistensi bergantung pada
tujuan dan maksud yang telah ditetapkan padanya dalam mekanisme alam
penciptaan, dan mengimplementasikan tujuan pada batas yang sesuai
tersebut merupakan suatu kesempurnaan bagi setiap realitas wujud dalam
kesatuan majemuk eksistensi. Rasa dan bau obat-obatan penyembuh yang
terdapat di dalam buah-buahan dan makanan bukan hanya tidak sesuai
dengan selera manusia bahkan bisa menimbulkan ketidaksenangan dan phobia
pada manusia.
Dengan demikian, pengaruh dari tujuan yang telah diatur
pada beragam eksistensi alam sedemikian kuatnya sehingga masing-masing
memiliki tanggung jawab dalam aktivitasnya sendiri tanpa menunggu
pengaruh dari eksistensi lain.
Bahkan apabila orang menyangka bahwa rasa obat-obatan yang
pahit sebagaimana pengaruh dan efek rasa madu yang manis dan lezat,
demikian juga menganggap rusa sebagaimana karakter singa, kambing dan
rubah, berarti dia tidak memiliki informasi dan pengetahuan tentang
mekanisme Ilahi yang sangat mendetail ini dan juga tidak memiliki ilmu
terhadap aturan dan hukum dalam tingkatan eksistensi.
Kebodohan semacam inilah yang telah menyebabkan persoalan
‘kesempurnaan’ menjadi sangat sulit dijelaskan bagi sebagian kelompok,
sehingga mereka mengingkari kesempurnaan universal dalam mekanisme
penciptaan atau menolak kesempurnaan masing-masing maujud atau mereka
menggambarkan makna kesempurnaan secara universal kemudian
membandingkannya dengan eksistensi-eksistensi partikular sehingga
mendefenisikan kesempurnaan setiap maujud sebagai sesuatu yang relatif.
Referensi:
[1] . Rujuk, al-Asfar, Mulla Sadra, jilid 6, hal. 266 dan 385.
[2] . Qs. Ar-Rahman: 29.
(teosophy/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar