Tanggal 4 Syaban 26 H, Abbas bin Ali bin Abi Thalib terlahir ke dunia. Ibunya bernama Fatimah dari Kabilah Bani Kilab. Kabilah Bani Kilab dikenal karena keberanian dan sikap ksatrianya. Ibu yang mulia ini, diperistri oleh Imam Ali as beberapa tahun setelah wafatnya Sayyidah Fatimah Az-Zahra as. Pernikahannya dengan Imam Ali membuahkan empat putra. Lantaran memiliki empat anak laki-laki inilah Fatimah lantas dijuluki sebagai Ummul Banin, ibu anak-anak lelaki. Saat terjadinya tragedi Karbala, anak-anak Ummul Banin begitu banyak berkorban hingga gugur syahid demi membela keluarga nabi dan agama Allah.
Abul Fadhl dikenal memiliki wajah yang rupawan dan tubuh yang kekar. Karena itu, ia dijuluki sebagai Qamarul Bani Hasyim, Rembulan Bani Hasyim. Mengomentari keistimewaan Abul Fadhl ini, Ibnu Shahre Ashub dalam kitab Manaqib menulis, “Dia mendapat gelar Rembulan Bani Hasyim karena keutamaan rohani dan jasmaninya, karena cahaya kehambaan dan ikhlasnya terpancar dari wajahnya”.
Abbas bin Ali dilahirkan di sebuah rumah yang juga menjadi ruang ilmu pengetahuan dan hikmah. Selama 14 tahun, ia melewati masa-masa hidupnya bersama sang ayah, Imam Ali as, sehingga ia pun banyak belajar mengenai keilmuan, iman dan kesempurnaan dari ayahnya itu. Ia pun banyak belajar mengenai budi bahasa dan pandangan yang mendalam dari ayahnya. Imam Ali as sendiri memberikan perhatian khusus kepada putranya ini. Selain memberikan pendidikan ruhani dan spiritual. Imam Ali juga banyak memberikan pendidikan jasmani dan seni perang kepada Abbas.
Salah satu karakter utama Abbas bin Ali adalah kedekatan dan rasa sayangnya kepada sang kakak, Imam Husein as. Sehingga Abbas pun banyak memperoleh pengaruh positif, dari segi keutamaan moral dan spritual dari kakaknya itu. Kedekatan dan kesetian Abbas bin Ali kepada kakaknya, Imam Husein terlihat nyata saat terjadinya tragedi Karbala.
Sejak kecil, kalbu Abbas bin Ali telah terikat dengan Sang Khaliq. Gairah iman dan takwa beliau selalu berkobar di sepanjang masa hidupnya, sehingga prilaku dan tindakan beliau senantiasa dihiasi dengan akhlak yang mulia. Dari segi keilmuan dan spiritualnya, Abbas bin Ali dikenal sebagai tokoh yang amat bertakwa, berprilaku saleh dan menjadi kepercayaan masyarakat. Siapapun yang mengenalnya niscaya mengakui beliau sebagai seorang yang bijak dan mulia. Sikapnya yang terbuka dan ramah membuat siapapun tertarik kepada belaiu.
Kebijaksanaan dan ketinggian ilmu Abbas bin Ali menjadikannya sebagai tempat rujukan umat untuk meminta pandangan dan bermusyawarah. Ia juga dikenal memiliki pengetahuan agama yang mendalam, baik di bidang fiqih maupun akidah. Abal Fadhl atau Abbas bin Ali dijuluki pula sebagai Babul-Khawaij, seseorang yang memenuhi keinginan dan keperluan orang lain, lantaran kebiasaan beliau yang selalu membantu dan menolong orang yang memerlukan.
Abbas bin Ali adalah seorang yang amat rendah hati dan santun. Keteguhan, kesantunan, dan kesabaran Abbas bin Ali mengingatkan kita pada ucapan mutiara Imam Ali yang berbunyi, “Tak ada warisan yang lebih mulia kecuali akhlak”. Ia tak pernah duduk tanpa meminta ijin di hadapan kakak-kakaknya seperti Imam Hasan as dan Imam Husein as. Dan selam 34 tahun masa hidupnya, ia senantiasa memanggil kedua kakaknya itu dengan sebutan wahai putra nabi atau wahai tuanku.
Sikap rela berkorban adalah karakter utama kpribadian Abbas bin Ali. Pengorbanan agungnya itu ia pentaskan dengan begitu indahnya di medan Karbala. Hingga masa-masa akhir hidupnya, ia masih menjadi penolong setia Imam Husein. Sampai-sampai tiap kali nama Imam Husein as disebut dalam mengenang peristiwa Asyura, maka nama Abul Fadhl pun akan terucap pula. Abbas bin Ali adalah pembawa bendera pasukan Imam Husein dalam peristiwa kebangkitan Karbala.
Ketika tragedi Karbala berkecamuk, saat Imam Husein dan keluarga nabi lainnya didera oleh dahaga, dengan gagah beraninya, Abbas bin Ali menerobos kepungan tentara musuh yang berusaha menghalagi pasukan Imam Husein memperoleh air dari sungai Furat. Setibanya di bibir sungai, ia menatap segarnya air sungai. Meski dahaga telah mencekiknya, namun ia mengurungkan niatnya untuk meneguk air lantaran teringat oleh wajah kehausan Imam Husein, saudara-saudara, dan sanak familinya yang lain. Ia pun segera mengisi kantong persediaan airnya dengan air sungai dan memacu kudanya kembali menuju perkemahan pasukan Imam Husein. Namun di tengah jalan ia menjadi sasaran serbuan musuh, hingga kedua tanggannya terpenggal dan gugur syahid.
Keberanian dan pengorbanan Abbas bin Ali ini menjadi contoh nyata ucapan Imam Ali yang menyatakan, “Orang beriman yang paling mulia adalah dia yang lebih utama ketimbang orang beriman lainnya dalam mengorbankan jiwa, keluarga, dan hartanya untuk orang lain.”
Pengorbanan Abbas bin Ali lahir dari makrifat dan pengetahuan mendalamnya terhadap agama dan cita-cita ilahi. Pengetahuan yang mendalam itu membentuk pribadinya sehingga mendorong beliau untuk rela berkorban di jalan Allah. Ia belajar dari ayahnya, Imam Ali as, bahwa hidup harus bertujuan. Karena itu alangkah mulianya jika hidup manusia dibaktikan di jalan ilahi, dalam menyebarkan dan meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan dan memerangi kemungkaran dan ketidakadilan.
Para ulama dan muhaddis besar saat memuji keutamaan Abbas bin Ali menyatakan, “Dia bagaikan lautan yang berombak indah, dengan pantai yang penuh dengan kemuliaan dan keutamaan”. Semoga Allah swt menyambungkan jiwa dan hati kita pada segala sumber kesempurnaan dan kesucian. Sekali lagi kami ucapkan selamat berbahagia atas hari kelahiran Abbas bin Ali as.
(lenteralangit/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar