Oleh: Mohammad Adlany
Tak diragukan lagi bahwa seluruh alam dan segala kejadian yang terjadi di dalamnya, dari sisi wujud dan eksistensinya, memiliki hubungan dengan Tuhan, semuanya itu adalah perbuatan dan pancaran dari-Nya, pancaran dari sifat-sifat seperti sifat Rahmat, Rahim, Pemberi Rezki, Keagungan, Kekayaan, Kemuliaan, dan lain sebagainya. Tuhan disifatkan dengan suatu sifat yang terambil dari tingkatan perbuatan itu sendiri, sifat ini disebut dengan sifat perbuatan dan lebih rendah dari sifat zat.
Kehendak (iradah), Kemurahan dan Kebaikan (ihsan) Tuhan
adalah wujud eksternal itu sendiri (baca: alam dengan segala
realitasnya) dimana terwujud dengan penciptaan Tuhan dengan perantaraan
nama Al-Murid, Al-Karim dan Al-Muhsin.
Penciptaan Tuhan tiada lain adalah realitas alam itu sendiri secara
menyeluruh dan wujud-wujud partikular merupakan manifestasi langsung
dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Makhluk-makhluk dengan wujudnya yang beraneka ragam dan
sifatnya yang bermacam-macam mengisyaratkan kepada kita bahwa realitas
itu merupakan tanda kesempurnaan zat dan sifat Tuhan, yakni realitas ini
bersumber dari suatu perbuatan pada tingkatan zat Tuhan. Secara
lahiriah, perbuatan Ilahi itu memiliki banyak perbedaan tapi pada
hakikatnya semua kembali kepada satu perbuatan umum yang disebut dengan
penciptaan. Yang dimaksud dengan penciptaan bukan berarti bahwa ada
“bahan baku” atau “materi awal” sebelumnya dimana Tuhan menggunakan
“bahan baku” tersebut sebagai bahan dasar dalam penciptaan, karena jika
demikian maka wujud Tuhan tidaklah azali bila dibandingkan dengan
“materi awal” tersebut dan juga wujud-Nya menjadi terbatas dan
keterbatasan wujud-Nya ini tidak sesuai dengan kesempurnaan mutlak yang
dimiliki-Nya.
Disamping itu, dari sisi perbuatan, Tuhan akan butuh kepada
“materi awal” tersebut, dan kebutuhan Tuhan ini bertentangan Maha Kaya
dan kesempurnaan mutlak-Nya. Iradah dan kehendak Tuhan adalah perbuatan
dan penciptaan itu sendiri, karena segala bentuk pikiran,
gambaran,khayalan, gerak dan kondisi serta faktor internal dan eksternal
tidaklah sesuai dengan zat Tuhan. Tuhan mencipta tidak dari sesuatu.
Dalam filsafat Ilahi, kehendak Tuhan berhubungan dengan
satu sistem keteraturan sempurna dimana memiliki kemaslahatan dan tujuan
tertentu, kemaslahatan ini tidaklah membatasi kehendak Tuhan tersebut.
Mulla sadra dalam hal ini menekankan bahwa sifat kebaikan harus
dihubungkan kepada kekuatan dan ilmu Tuhan secara mutlak, ketika Tuhan
dikatakan sebagai sumber segala kebaikan yakni perbuatan Tuhan dan
eksistensi-Nya merupakan syarat dasar kebaikan dan paling tingginya
kesempurnaan wujud dalam tatanan sempurna kewujudan.
Oleh karena itu, Tuhan mustahil berbuat sesuatu yang
bertentangan dengan hikmah dan tujuan universal, gagasan ini tidaklah
bertentangan dengan kekuatan mutlak Tuhan. Segala perbuatan Ilahi
memiliki kesesuaian dan keharmonisan satu sama lainnya. Menurut Mulla
Sadra, Tuhan, disamping memiliki ilmu dan kekuatan mutlak juga sebagai
Yang Maha Bijaksana (Al-Hakim).
Mulla Sadra beranggapan bahwa Tuhan bukan hanya sebagai Pencipta (Al-Khaliq),
bahkan juga sebagai Hakim yang memiliki kemurahan, keadilan dan sumber
segala kebaikan dan rahmat. Biasanya kebaikan dan kecintaan digunakan
sebagai dua sifat dari sifat-sifat Tuhan. Sumber kebaikan Tuhan adalah
kecintaan dan rahmat-Nya, semua sifat-sifat ini digunakan dalam satu
makna; tetapi yang terpenting diantara mereka adalah cinta dan mahabbah
Tuhan. Menurutnya, Tuhan itu kesempurnaan, cinta dan kebaikan mutlak
dimana pada satu sisi semua kebaikan berasal dari-Nya dan pada sisi lain
kecintaan-Nya meliputi segala realitas wujud dan makhluk.
Tidak ada keburukan mutlak yang merupakan lawan dari
kebaikan mutlak di dalam tatanan alam ini, yang ada hanyalah keburukan
aksidental yang bersifat nisbi, “keburukan” ini sebenarnya merupakan
kebaikan pada tingkatan yang rendah, karena jika keburukan mutlak itu
secara hakiki adalah berwujud, maka bertentangan dengan wujud Tuhan(yang
wujud-Nya adalah kebaikan itu sendiri), ilmu-Nya, dan hikmah Ilahi yang
tidak terbatas.
Sebagaimana wujud itu hakiki dan bergradasi, kebaikan dan
kesempurnaan mutlak adalah wujud itu sendiri, maka kebaikan dan
kesempurnaan juga bergradasi dan berjenjang. Karena tatanan segala
realitas alam bersumber dari ilmu, kekuatan dan kecintaan kepada
kesempurnaan dan kebaikan, maka segala realitas alam tersebut senantiasa
berwujud dalam kondisi yang paling sempurna. Tak ada lagi tatanan dan
sistem yang lebih sempurna dari tatanan yang universal ini, apa yang ada
ini adalah yang terbaik dan paling sempurna, karena kalau ada yang
terbaik yang tak tercipta oleh Tuhan, maka ilmu, kekuatan dan
kesempurnaan-Nya pasti terbatas.
Mulla Sadra menyatakan bahwa Tuhan adalah satu-satunya
Pelaku atau Sebab hakiki di alam. Alam dalam pandangannya memiliki
kesatuan dan keharmonisan serta mempunyai hubungan kausalitas antara
tingkatan-tingkatan wujud. Gagasannya tentang ketunggalan Pelaku alam
tak bertentangan dengan konsep keniscayaan sebab-akibat yang digagas
oleh para filosof lain.
Awal Dan Akhir Penciptaan Alam
Masalah yang senantiasa menjadi pokok perhatian para
pemikir dan filosof adalah hubungan antara Tuhan dan alam. Tuhan, dalam
pandangan Mulla Sadra, adalah suatu wujud yang nonmateri (al-mujarrad),
lantas bagaimana hubungan Dia dengan alam yang bersifat materi ini?
Bagaimana bisa alam materi tercipta atau terpancar dari suatu realitas
yang non materi? Apakah penciptaan alam “sezaman” dengan ke-qadim-an
Tuhan?
Mulla Sadra berpegang pada konsep “manifestasi” dalam
menetapkan bentuk hubungan antara satu dan jamak, antara kesatuan dan
kejamakan. Dalam pandangannya, Tuhan adalah kesatuan yang hakiki dan
wujud mutlak yang merupakan sumber segala kesempurnaan, berdasarkan
rahmat-Nya yang luas maka terpancar dari-Nya suatu wujud yang oleh
filosof disebut dengan akal pertama, akal pertama ini memiliki semua
karakteristik yang ada pada wujud Tuhan, perbedaannya dengan Tuhan
hanyalah bersifat tingkatan saja. Akal pertama berada satu tingkatan di
bawah Tuhan.
Alam yang bersentuhan langsung dengan kita adalah alam materi, alam ini bersifat hâdits zamani[1]
yakni wujudnya didahului oleh “ketiadaan” dan ketiadaannya didahului
oleh wujud. Alam materi ini dipengaruhi oleh ruang, waktu dan gerak.
Perubahan adalah substansi alam materi. Dengan semua karakteristik ini,
alam materi tak lepas dari peliputan dan pencakupan Tuhan, awal dan
akhir alam materi berhubungan dengan Tuhan.
Alam lain yang telah dibuktikan dan ditegaskan
keberadaannya adalah alam non materi. Alam ini memiliki sifat konstan
(tetap), tak bergerak, tak reaktif, tak berubah, tak berwaktu, dan tak
berpotensi. Alam ini tetap memiliki sifat butuh dan bergantung kepada
Tuhan sebagaimana alam materi, karena walaupun alam non materi tersebut
memiliki memiliki banyak “persamaan dan keserupaan” dengan Tuhan tapi
dari sisi wujudnya tetap memiliki keterbatasan. Kekhususan lain yang
dimiliki oleh alam ini adalah setiap kesempurnaan yang secara mungkin
dimilikinya niscaya ada padanya dan dia tak lagi menyempurna karena tak
satupun sifatnya yang bersifat potensi. Semua manifestasi Tuhan secara
sempurna diserapnya, hal ini seperti sebuah cermin yang menyerap dan
memantulkan secara sempurna obyek yang berada dihadapannya.
Tuhan “bertajalli dan bermanifestasi” pertama kali di alam
nonmateri tersebut, alam ini akan menyerap tajalli Tuhan itu dan secara
sempurna memantulkannya secara bergradasi ke alam mitsal[2]
lantas ke alam materi yang merupakan alam yang terendah. Tuhan tak
lansung menciptkan alam materi ini, tapi Dia mencipta alam non materi
dimana konsekuensi alam ini melahirkan alam-alam lain secara bergradasi
hingga ke alam materi.
Demikianlah sepintas pembahasan tentang wujud, nama dan
sifat-sifat Tuhan yang diramu dari gagasan-gagasan seorang filosof Ilahi
yang agung, Mulla Sadra, pendiri Hikmah Muta’aliyah. Pembahasan ini
sangatlah ringkas dan tidak semua gagasannya dituangkan secara sempurna
dalam makalah ini karena keterbatasan penulis sendiri, makalah ini
hanyalah secara global memperkenalkan konsep dan gagasan dari seorang
filosf muslim yang terkenal dengan teori-teori transendentalnya tentang
ke-Tuhan-an dan kami berharap suatu waktu, secara terperinci dan
sistimatis, akan menjabarkan pemikiran-pemikirannya.
Referensi:
[1]
. Adalah baru tercipta dalam waktu, alam ini pernah tiada – dalam waktu
– dan sekarang baru tercipta dan hadir – juga dalam waktu -, jadi alam
materi ini diliputi oleh waktu, bahkan waktu merupakan salah satu
faktor hakiki terwujudnya alam, waktu adalah salah satu faktor pembangun
alam.
[2] . Alam yang berada diantara alam akal dan alam materi.
(teosophy/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar