Ikhwan as-Shafa adalah kumpulan para mujtahidin dalam bidang filsafat yang banyak memfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah dan pendidikan. Kumpulan ini berkembang pada abad ke dua Hijriah di kota Basrah, Iraq. Ikhwan as-Shafa (Brethren of Purity atau The Pure Brethen) adalah nama sekelompok pemikir Muslim rahasia (filosofi-religius) berasal dari sekte Syiah Ismailiyyah yang lahir di tengah-tengah komuniti Sunni sekitar abad ke-4 H/ 10M di Basrah. Tokoh terkemuka sebagai pelopor organisasi ini ialah Ahmad ibnu Abd Allah, Abu Sulaiman Muhammad ibnu Nashr Al-Busti yang terkenal dengan sebutan Al-Muqaddasi, Zaid ibnu Rifa’ah dan Abu Al-Hasan Ali ibnu Harun Al-Zanjany. Lahirnya organisasi ini disebabkan Islam ketika itu. Sejak pembatalan teologi rasional Mu’tazilah sebagai mazhab Negara oleh al-Mutawakkil, maka kaum rasionalis dihazaf dari jabatan pemerintahan, kemudian diusir dari Baghdad. Berikutnya pemerintah melarang mengajarkan kesusasteraan, ilmu, dan filsafat.
Kondisi yang tidak kondusif ini berlanjut pada khalifah-khalifah sesudahnya. Hal ini menimbulkan suburnya cara berfikir tradisional dan mundurnya keberanian berfikir secara rasional. Pada sisi lain, berjangkit pola hidup mewah di kalangan pembesar Negara. Maka, masing-masing golongan berusaha mendekati khalifah untuk menanamkan pengaruhnya sehingga timbul persaingan tidak sehat yang menjurus pada timbulnya masalah moral. Oleh karena itu lahirlah Ikhwan as-Shafa’ yang ingin menyelamatkan masyarakat dan mendekatkannya pada jalan kebahagiaan yang diridhai Allah. Menurut mereka (Ikhwan as-Shafa’) syariat telah dinodai bermacam-macam kejahilan dan dilumuri pelbagai kesesatan. Satu-satunya jalan untuk membersihkannya adalah dengan filsafat. Organisasi ini antara lain mengajarkan tentang dasar-dasar agama Islam yang didasarkan pada persaudaraan Islamiyyah (ukhuwah islamiyyah), yaitu suatu sikap yang memandang iman seorang muslim tidak akan sempurna kecuali ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.
Sebagai sebuah organisasi ia (mereka) memiliki semangat dakwah dan tabligh yang amat tinggi dan kepedulian terhadap orang lain. Semua angota perkumpulan ini wajib menjadi guru dan muballigh terhadap orang lainnya yang terdapat di masyarakat. Di sinilah letaknya kewajaran berbicara ikhwan as-Shafa dengan pendidikan. Informasi lain menyebutkan bahwa organisasi ini didirikan oleh kelompok masyarakat yang terdiri daripada filosof. Organisasi yang mereka dirikan bersifat rahsia dan memiliki missi politik.
Namun bersamaan dengan itu ada pula yang mengatakan bahwa organisasi ini lebih bercorak kebatinan. Mereka sangat mengutamakan pendidikan dan pengajaran yang berkenaan dengan pembentuk pribadi, jiwa, dan akidah.
Konsep Pendidikan Ikhwan as-Shafa
Menurut Ikhwan as-Shafa, bahwa perumpamaan orang yang belum dididik dengan ilmu akidah, ibarat kertas yang masih putih bersih, belum ternoda apapun juga. Apabila kertas ini ditulis sesuatu, maka kertas tersebut telah memiliki bekas yang tidak akan mudah untuk dihilangkan. Organisasi ini memandang pendidikan dengan pandangan yang bersifat rasional dan empirik, atau perpaduan antara pandangan yang bersifat intelektual. Mereka memandang ilmu sebagai gambaran dari sesuatu yang dapat diketahui di alam ini. Dengan kata lain ilmu yang dihasilkan oleh pemikiran manusia itu terjadi karena mendapat bahan-bahan informasi yang dikirim oleh pancaindera.
Ikhwan as-Shafa memandang bahwa ilmu pengetahuan itu dapat dicapai melalui dua cara:
Pertama, dengan cara mengunakan panca indera terhadap objek alam semesta yang bersifat empirik. Ilmu model ini berkaitan dengan tempat dan waktu.
Kedua, dengan cara mempergunakan informasi atau berita yang disampaikan oleh orang lain. Ilmu yang dicapai dengan cara yang kedua ini hanya dapat dicapai oleh manusia, dan tidak dapat dicapai oleh binatang.
Dengan cara yang kedua ini pula manusia dapat memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang ghaib. Selain itu Ikhwan as-Shafa menyebutkan tentang ilmu yang dapat dicapai melalui tulisan dan bacaan. Dengan cara ini manusia dapat memahami kalimat, bahasa, dan bacaan.
Pada bahgian lain Ikhwan as-Shafa berpendapat bahwa pada dasarnya semua ilmu itu harus di usahakan (muktasabah), bukan dengan cara pemberian tanpa usaha. Ilmu yang demikian didapati dengan mempergunakan pancaindera.
Dalam hubungan ini mereka berpendapat bahwa sesuatu yang terlukis dalam pemikiran itu bukanlah sesuatu yang hakikatnya telah ada dalam pemikiran, melainkan lukisan tersebut merupakan pantulan yang terjadi karena adanya kiriman dari panca indera. Jadi bukan kerana adanya idea yang ada dalam fikiran. Manusia dapat mengetahui sesuatu.
Pada bagian lainnya Ikhwan as-Shafa menolak pendapat yang mengatakan bahwa pengetahuan adalah markuzah (harta tersembunyi) sebagaimana pendapat plato yang beraliran idealisme. Sebagaimana diketahui bahwa Plato menganggap bahwa manusia memiliki potensi, dengan potensi ini ia belajar, yang dengannya apa yang terdapat dalam akal itu keluar menjadi pengetahuan. Plato mengatakan bahwa jiwa manusia hidup bersama alam idea (Tuhan) yang dapat mengetahui segala sesuatu yang ada. Ketika jiwa itu menyatu dengan jasad, maka jiwa itu terpenjara, dan tertutuplah pengetahuan, dan ia tidak mengetahui segala sesuatu ketika ia berada di alam idea, sebelum bertemu dengan jasad. Karena itu untuk mendapatkan ilmu pengetahuan seseorang harus berhubungan dengan alam idea. Itulah pendapat Plato yang mewakili aliran idealisme yang ditentang oleh Ikhwan al-Shafa.
Hasil penelitian para ahli menyebutkan bahwa Ikhwan al-Shafa lebih dekat kepada aliran John Locke yang bersifat emperisime. Aliran ini menilai bahwa awal pengetahuan terjadi karena panca indera berinteraksi dengan alam nyata. Sebelum interaksi dengan alam nyata itu di dalam akal tidak mendapat pengetahuan apapun.
Jika ilmu pengetahuan itu harus diusahakan, maka bagaimanakah cara untuk mendapatkan ilmu tersebut? Ikhwan al-Shafa berpendapat bahwa cara untuk mendapatkan ilmu tersebut adalah dengan cara membiasakan diri dengan men-tadabbur dan renungan. Dalam hubungan ini ia mengatakan: “Hendaklah diketahui bahwa tadabbur dan latihan itu harus dilakukan secara konsisten, dan dari tadabbur ini akan menghasilkan akhlak yang kukuh, sepertimana bidang ilmu.
Falsafah Ikhwan as-Shafa
Pemikiran Filsafat Ikhwan as-Shafa meliputi pemikiran mengenai:
1) Ilmu
2) Matematik,
3) Mantik (logika),
4) Metafizik,
5) Jiwa,
6) Filsafat Agama,
7) Moral (akhlak).
Berikut adalah sedikit perincian bagi falsafah Ikhwan as-Shafa:
1) Ilmu
Mengenai ilmu, mereka menyatakan bahwa akal ada dua: 1) Ilmu, 2) Cipta. Menurut Ikhwan as-Shafa seseorang mempunyai potensi, tetapi potensi itu tidak akan bisa menjadi tanpa bimbingan guru. Ilmu yang ada pada manusia datang dari tiga jurusan, yaitu: 1) Panca Indera 2) Argumen, 3) Perenungan Akal. Jalan yang ketiga ini merupakan tahapan yang sederhana, dan akan mencapai Ma’rifat Allah jika melalui hidup zuhud dan amal saleh.
2) Matematik
Matematik adalah tahap pengetahuan yang harus dilalui oleh setiap orang yang ingin mempelajari filsafat. Mereka memandang bilangan (atau angka) masing-masing mempunyai makna sakral. Seperti angka satu, merupakan prinsip dasar dari segala yang baik, baik material mahupun maknawi.
3) Logik (Mantiq)
Ilmu Mantiq dapat meningkatkan kemampuan jiwa dengan kadar yang tinggi untuk mencapai pemikiran metafisik. Mantiq dapat mendekati pemahaman filsafat ketuhanan.
_______________
(dedyzulvita/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar