Sekiranya mereka berbohong di dalam catatan mereka, maka merekalah yang berdosa dan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah (swt). Dan sekiranya catatan mereka itu betul, kenapa kita menolaknya dan terus memusuhi Sunnah Nabi (Saw.) yang bertentangan dengan tindakan Abu Bakar?
Berikut dikemukakan sebagian dari tindakan khalifah Abu Bakar :
1. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi saw, niscaya mereka tidak melarang orang ramai dari menulis dan meriwayatkan Sunnah Nabi (Saw.) Tetapi Khalifah Abu Bakar telah melarang orang ramai dari menulis dan meriwayatkan Sunnah Nabi (Saw.) [al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz, I, hlm.3].
2. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak berpendapat bahwa Sunnah Nabi (Saw.) akan membawa perpecahan kepada umat, tetapi khalifah Abu Bakar berpendapat Sunnah Nabi (Saw.) akan membawa perselisihan dan perpecahan kepada umat. Dia berkata: “Kalian meriwayatkan dari Rasulullah (Saw.) hadits-hadits di mana kalian berselisih faham mengenainya. Orang ramai selepas kalian akan berselisih faham lebih kuat lagi.” [Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz, I , hlm.3].
3. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi( Saw.), niscaya mereka meriwayatkan dan menyebarkan Sunnah Nabi (Saw.) di kalangan orang ramai,tetapi khalifah Abu Bakar melarang orang ramai dari meriwayatkannya. Dia berkata: “Janganlah kalian meriwayatkan sesuatu pun (syai’an) dari Rasulullah (Saw.)” [Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz, I , hlm.3].
4. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak akan mengatakan bahwa Kitab Allah adalah cukup untuk menyelesaikan segala masalah tanpa Sunnah Nabi (Saw.), tetapi khalifah Abu Bakar berkata: “Kitab Allah dapat menyelesaikan segala masalah tanpa memerlukan Sunnah Nabi (Saw.)” Dia berkata: “Sesiapa yang bertanya kepada kalian, maka katakanlah: Bainana wa bainakum kitabullah (Kitab Allah di hadapan kita). Maka hukumlah menurut halal dan haramnya.”[Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz, I , hlm.3].
Kata-kata Abu Bakar ini telah diucapkan beberapa hari selepas peristiwa Hari Khamis yaitu bertepatan dengan kata-kata Umar ketika dia berkata:” Rasulullah (Saw.) sedang meracau dan cukuplah bagi kita Kitab Allah (Hasbuna Kitabullah).” Lantaran itu sunnah Abu Bakar tadi adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi yang dicatatkan oleh Ahlul Sunnah:”Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara sekiranya kalian berpegang kepada kedua-duanya niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya ; Kitab Allah dan “Sunnahku.”
5. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak membakar Sunnah Nabi (Saw.), tetapi Khalifah Abu Bakar telah membakarnya. Oleh itu tidak heranlah jika Khalifah Abu Bakar tidak pernah senang hati semenjak dia mengumpulkan lima ratus hadits Nabi (Saw.) semasa pemerintahannya. Kemudian dia membakarnya pula. [al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, V, hlm. 237].
Dengan ini dia telah menghilangkan Sunnah Rasulullah (Saw.). Oleh itu kata-kata Abu Bakar: “Janganlah kalian meriwayatkan sesuatupun dari Rasulullah (Saw.)” menunjukkan larangan umum terhadap periwayatan dan penulisan hadits Rasulullah (Saw,). Dan hal itu tidak boleh ditakwilkan sebagai berhati-hati atau mengambil berat atau sebagainya.
6. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka menyebarkan Sunnah Nabi (Saw.), dan menjaganya, tetapi khalifah Abu Bakar, melarangnya dan memusnahkannya (Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal,V,hlm. 237] Lantaran itu tindakan khalifah Abu Bakar adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah (Saw.):”Allah memuliakan seseorang yang mendengar haditsku dan menjaganya, dan menyebarkannya. Kadangkala pembawa ilmu (hadits) membawanya kepada orang yang lebih alim darinya dan kadangkala pembawa ilmu (hadits) bukanlah seorang yang alim.”[Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm.437; al-Hakim, al-Mustadrak, I, hlm.78] Dan sabdanya “Siapa yang ditanya tentang ilmu maka dia menyembunyikannya, Allah akan membelenggukannya dengan api neraka.” [Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, III, hlm.263],
7. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka berkata: “Kami perlu kepada sunnah Nabi (Saw.) setiap masa,” tetapi khalifah Abu Bakar dan kumpulannya berkata: “Kami tidak perlu kepada sunnah Nabi, karena kitab Allah sudah cukup bagi kita.” Dia berkata: “Sesiapa yang bertanya kepada kalian, maka katakanlah: Bainana wa bainakum kitabullah (Kitab Allah di hadapan kita). Maka hukumlah menurut halal dan haramnya.” [Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz,I,hlm.3].
8. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka percaya bahwa taat kepada Nabi (Saw.) adalah taat kepada Allah sebagaimana firman-Nya di dalam Surah al-Nisa’(4) 80 : “Siapa yang mentaati Rasul, maka dia mentaati Allah”. Ini berarti siapa yang mendurhakai Rasul, maka dia mendurhakai Allah, tetapi khalifah Abu Bakar dan kumpulannya percaya sebaliknya ketika dia berkata: : “Sesiapa yang bertanya kepada kalian, maka katakanlah: Bainana wa bainakum kitabullah (Kitab Allah di hadapan kita). Maka hukumlah menurut halal dan haramnya.” [Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz,I,hlm.3; al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36; Muslim, Sahih, III, hlm. 69) Baginya mendurhakai Nabi (Saw.) bukan berarti mendurhakai Allah.
9. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak bermusuhan dengan Ahlu l-Bait Nabi (Saw.), apa lagi mengepung dan coba membakar rumah anak perempuannya; Fatimah (a.s), tetapi mereka telah mengepung dan coba membakarnya dengan menyalakan api di pintu rumahnya.Khalifah Abu Bakar dan kumpulannya telah mengepung dan coba membakar rumah Fatimah al-Zahra’ sekalipun Fatimah, Ali, Hasan dan Husain (a.s) berada di dalamnya. Ini disebabkan mereka tidak melakukan bai’ah kepadanya. Khalifah Abu Bakar adalah di antara orang yang dimarahi Fatimah (a.s). Beliau bersumpah tidak akan bercakap dengan mereka sehingga beliau berjumpa ayahnya dan mengadu kepadanya. Al-Bukhari di dalam Sahihnya, IV, hlm.196 meriwayatkan dari Aisyah bahwa Fatimah tidak bercakap dengan Abu Bakar sehingga beliau meninggal dunia. Beliau hidup selepas Nabi saw wafat selama 6 bulan. [Al-Bukhari,Sahih ,VI,hlm.196; Ibn Qutaibah, al-Imamah Wa al-Siyasah ,I,hlm.14; Abu l-Fida, Tarikh,I,hlm.159; al-Tabari,Tarikh,III,hlm.159].
10. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak membawa Ali (a.s) di dalam keadaan lehernya terikat, tetapi khalifah Abu Bakar dan kumpulannya telah memaksa Ali a.s memberi baiah kepadanya di dalam keadaan lehernya terikat (Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah , I ,hlm.18-20; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-‘Ummal,iii,hlm.139;Abul-Fida,Tarikh,I,hlm.159; al- Tabari, Tarikh ,III , hlm.159].
Perlakuan sedemikian adalah menyalahi Sunnah Nabi (Saw.) yang bersifat lembut terhadap Ali (a.s) dan melantiknya sebagai khalifah selepasnya: “Siapa yang telah menjadikan aku maulanya,maka Ali adalah maulanya” dan ia adalah sejajar dengan tuntutan Ali a.s terhadap kedudukan khalifah.(al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi’ al-Mawaddah,hlm.144,al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-‘Ummal ,vi,hlm.2180)
11. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.) , niscaya mereka diizinkan untuk mengerjakan solat jenazah ke atas Fatimah (a.s), tetapi khalifah Abu Bakar dan kumpulannya tidak diizinkan oleh Fatimah (a.s) untuk mengerjakan solat ke atasnya. Beliau telah berwasiat kepada suaminya Ali (a.s) supaya Abu Bakar dan Umar tidak diizinkan mengerjakan solat ke atasnya. Karena perbuatan mereka berdua yang menyakitkan hatinya, khususnya mengenai Fadak [Al-Bukhari, Sahih ,VI, hlm.196; Ibn Qutaibah, al-Imamah Wa al-Siyasah ,I,hlm.14; Abu l-Fida, Tarikh, I ,hlm.159;al-Tabari, Tarikh,III,hlm.159]. Nabi (Saw.) bersabda:” Sesungguhnya Allah marah kepada kemarahanmu (Fatimah) dan ridha dengan keridhaanmu.” [Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm.153; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VII, hlm.219].
12. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.) , niscaya mereka tidak dirahasiakan tentang makam Fatimah (a.s), tetapi Abu Bakar dan kumpulannya telah dirahasiakan tentang lokasi makam Fatimah (a.s),karena Fatimah (a.s) berwasiat kepada suaminya supaya merahasiakan makamnya dari mereka berdua. Nabi (Saw.) bersabda:” Sesungguhnya Allah marah kepada kemarahanmu (Fatimah) dan ridha dengan keridhaanmu.” [Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm.153; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VII, hlm.219].
13. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak mencaci Ali dan Fatimah a.s, tetapi Khalifah Abu Bakar telah mencaci Ali (a.s) dan Fatimah (a.s) sebagai musang dan ekornya. Bahkan beliau mengatakan Ali (a.s) seperti Umm al-Tihal (seorang perempuan pelacur) karena menimbulkan soal tanah Fadak. Kata-kata ini telah diucapkan oleh Abu Bakar di dalam Masjid Nabi (Saw.) selepas berlakunya dialog dengan Fatimah (a.s) mengenai tanah Fadak. Ibn Abi al-Hadid telah bertanya gurunya, Yahya Naqib Ja’far bin Yahya bin Abi Zaid al-Hasri, mengenai kata-kata tersebut:”Kepada siapakah hal itu ditujukan?”Gurunya menjawab:”hal itu ditujukan kepada Ali AS.” Kemudian ia bertanya lagi:”Adakah ia ditujukan kepada Ali?” Gurunya menjawab:”Wahai anakku inilah artinya pemerintahan dan pangkat duniawi tidak mengira kata-kata tersebut.”[Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah,IV,hlm.80] . Kata-kata Abu Bakar adalah bertentangan dengan firman-Nya:”Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bayt dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”[Surah al-Ahzab (33):33] Fatimah dan Ali AS adalah Ahlul Bayt Rasulullah SAW yang telah disucikan oleh Allah SWT dari segala dosa. Rasulullah SAW bersabda:”Kami Ahlul Bayt tidak boleh seorangpun dibandingkan dengan kami.”[Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi’ al-Mawaddah,hlm.243].
14. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak menghentikan pemberian khums kepada keluarga Nabi saw, tetapi Khalifah Abu Bakar telah menghentikan pemberian khums kepada keluarga Rasulullah (Saw.). Ijtihadnya itu adalah bertentangan dengan Surah al-Anfal (8):41 “Ketahuilah,apa yang kamu perolehi seperlima adalah untuk Allah,Rasul-Nya,Kerabat,anak-anak yatim,orang miskin,dan orang musafir” dan berlawanan dengan Sunnah Rasulullah (Saw.) yang memberi khums kepada keluarganya menurut ayat tersebut. [Lihat umpamanya al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ,II,hlm.127].
15. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak mengambil kembali Fadak dari Fatimah (a.s) ,tetapi Khalifah Abu Bakar dan kumpulannya telah mengambil kembali Fadak dari Fatimah (a.s) selepas wafatnya Nabi (Saw.).Khalifah Abu Bakar memberi alasan “Kami para nabi tidak meninggalkan pusaka, tetapi apa yang kami tinggalkan ialah sedekah.” Hujah yang diberikan oleh Abu Bakar tidak diterima oleh Fatimah dan Ali (a.s) karena hal itu bertentangan dengan beberapa ayat al-Qur’an seperti berikut:
a) Firman-Nya yang bermaksud ‘Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka) untuk anak-anakmu.”[Surah an-Nisa (4):11] Apa yang dimaksudkan dengan ‘anak-anak’ ialah termasuk anak-anak Nabi (Saw.).
b) Firman-Nya yang bermaksud:”Dan Sulaiman telah mewarisi Daud.”(Surah al-Naml:16). Maksudnya Nabi Sulaiman (a.s) mewarisi kerajaan Nabi Daud (a.s) dan menggantikan kenabiannya.
c) Firman-Nya yang bermaksud:”Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra yang akan mewarisiku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub dan jadikanlah ia, ya Tuhanku seorang yang diridhai.”(Surah Maryam:5-6).
Ketiga-tiga ayat tadi bertentangan dengan dakwaan Abu Bakar yang berpegang dengan hadits tersebut. Dan apabila hadits bertentangan dengan al-Qur’an, maka hal itu (hadits) mestilah diketepikan.
d) Kalau hadits tersebut benar, ia berart Nabi (Saw.) sendiri telah cuai untuk memberitahu keluarganya mengenai Fadak dan hal itu bercanggah dengan firman-Nya yang bermaksud:”Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”(Surah al-Syua’ra:214).
e) Hadits tersebut hanya diriwayatkan oleh Abu Bakar sahaja dan hal itu tidak boleh menjadi hujah karena Fatimah dan Ali (a.s) menentangnya. Fatimah (a.s) berkata:”Adakah kamu sekarang menyangka bahwa aku tidak boleh menerima pusaka, dan adakah kamu menuntut hukum Jahiliyyah? Tidakkah hukum Allah lebih baik bagi orang yang yakin. Adakah kamu wahai anak Abi Qahafah mewarisi ayah kamu sedangkan aku tidak mewarisi ayahku? Sesungguhnya kamu telah melakukan perkara keji.” (Lihat Ahmad bin Tahir al-Baghdadi, Balaghah al-Nisa’,II,hlm.14;Umar Ridha Kahalah, A’lam al-Nisa’,III,hlm.208; Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah,IV, hlm.79,92).
f) Fatimah dan Ali (a.s) adalah di antara orang yang disucikan Tuhan di dalam Surah al-Ahzab:33, dan dikenali juga dengan nama Ashab al-Kisa’. Dan termasuk orang yang dimubahalahkan bagi menentang orang Nasrani di dalam ayat al-Mubahalah atau Surah Ali Imran:61. Adakah wajar orang yang disucikan Tuhan dan dimubahalahkan itu menjadi pembohong, penuntut harta Muslimin yang bukan haknya?
g) Jikalau dakwaan Abu Bakar itu betul hal itu bermakna Rasulullah (Saw.) sendiri tidak mempunyai perasaan kasihan belas sebagai seorang ayah terhadap anaknya. Karena anak-anak para nabi yang terdahulu menerima harta pusaka dari ayah-ayah mereka.
Kajian mendalam terhadap Sirah Nabi (Saw.) dengan keluarganya menunjukkan betapa kasihnya beliau terhadap mereka khususnya, Fatimah sebagai ibu dan nenek kepada sebelas Imam AS. Beliau bersabda:”Sesungguhnya Allah marah karena kemarahanmu (Fatimah ) dan ridha dengan keridhaanmu.” [Al-Hakim, al-Mustadrak, III , hlm.153; Ibn al-Athir, Usd al-Ghabah, hlm.522; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal,VI, hlm.219;Mahyu al-Din al-Syafi’i al-Tabari, Dhakhair al-Uqba,hlm.39] Khalifah Abu Bakar dan Umar adalah di antara orang yang dimarahi Fatimah (a.s). Beliau bersumpah tidak akan bercakap dengan mereka sehingga beliau berjumpa ayahnya dan merayu kepadanya.[Ibn Qutaibah,al-Imamah wa al-Siyasah,I,hlm.14].
Beliau berwasiat supaya beliau dikebumikan di waktu malam dan tidak membenarkan seorangpun dari “mereka” menyembahyangkan jenazahnya. [Ibn al-Athir, Usd al-Ghabah,V,hlm. 542;al-Bukhari, Sahih ,VI, hlm, 177; Ibn Abd al-Birr, al-Isti’ab,II,hlm.75].
Sebenarnya Fatimah a.s menuntut tiga perkara:
1. Kedudukan khalifah untuk suaminya Ali AS karena dia adalah dari ahlul Bait yang disucikan dan perlantikannya di Ghadir Khum disaksikan oleh 120,000 orang dan hal itu diriwayatkan oleh 110 sahabat.
2. Fadak.
3. Al-khums, saham kerabat Rasulullah tetapi kesemuanya ditolak oleh khalifah Abu Bakar [Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah,V,hlm.86]
16. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi sawa,niscaya mereka mengenakan hukum had ke atas pelakunya tanpa pilih kasih,tetapi Khalifah Abu Bakar tidak mengenakan hukum hudud ke atas Khalid bin al-Walid yang telah membunuh Malik bin Nuwairah dan kabilahnya. Umar dan Ali (a.s) mau supaya Khalid dihukum rejam.[Ibn Hajr, al-Isabah , III, hlm.336].
Umar berkata kepada Khalid:”Kamu telah membunuh seorang Muslim kemudian kamu terus bersetubuh dengan isterinya. Demi Allah aku akan merejam kamu dengan batu.”[Al-Tabari,Tarikh ,IV, hlm.1928] Kata-kata Umar ini cukup membuktikan bahwa Malik bin Nuwairah adalah seorang Muslim dan Khalid telah berzina dengan isteri Malik sebaik sahaja ia dibunuh. Jika tidak kenapa Umar berkata:”Demi Allah aku akan merejam kamu dengan batu.”.
Umar memahami bahwa isteri Malik bin Nuwairah tidak boleh dijadikan hamba. Oleh itu pembunuhan ke atas Malik bin Nuwairah dan kaumnya tidak patut dilakukan karena mereka adalah Muslim. Keengganan mereka membayar zakat kepada Abu Bakar tidak boleh menjadi hujah kepada kemurtadan mereka. Pembunuhan ke atas mereka disebabkan salah faham mengenai perkataan ‘idfi’u, yaitu mengikut suku Kinanah ia berart “bunuh” dan dalam bahasa Arab biasa ia berart “panaskan mereka dengan pakaian” dan tidak menghalalkan darah mereka. Sepatutnya mereka merujuk perkara itu kepada Khalid bagi mengetahui maksudnya yang sebenar.
Tetapi mereka terus membunuh kaumnya dan Malik sendiri telah dibunuh oleh Dhirar yang bukan dari suku Kinanah. Oleh itu Dhirar pasti memahami bahwa perkataaan idfi’u bukanlah perkataan untuk mengharuskan pembunuhan, namun ia tetap membunuh Malik. Lantaran itu alasan kekeliruan berlaku di dalam pembunuhan tersebut tidak boleh menjadi hujah dalam kejahatan Khalid, apatah lagi perzinaannya dengan isteri Malik bin Nuwairah selepas dia dibunuh. Dengan itu tidak heranlah jika Ali AS dan Umar meminta Khalifah Abu Bakar supaya merejam Khalid, tetapi Abu Bakar enggan melakukannya.
Jika tidak membayar zakat djadikan alasan serangan dan pembunuhan, maka Nabi (Saw.) sendiri tidak memerangi sahabatnya Tha’labah yang enggan membayar zakat kepada beliau (Saw.). Allah (swt) menurunkan peristiwa ini di dalam Surah al-Taubah(9):75-77. Semua ahli tafsir Ahlu s-Sunnah menyatakan bahwa ayat itu diturunkan mengenai Tha’labah yang enggan membayar zakat karena beranggapan bahwa hal itu jizyah. Maka Allah (swt) mendedahkan hakikatnya. Dan Nabi (Saw.) tidak memeranginya dan tidak pula merampas hartanya sedangkan beliau (Saw.) mampu melakukannya. Adapun Malik bin Nuwairah dan kaumnya bukanlah mengingkari zakat sebagai satu fardhu agama. Tetapi apa yang mereka ingkar ialah penguasaan Abu Bakar ke atas kedudukan khalifah selepas Rasulullah (Saw.) dengan menggunakan kekuatan dan paksaan. Dan mereka pula benar-benar mengetahui tentang hadits al-Ghadir. Oleh itu tidak heranlah jika Abu Bakar terus mempertahankan Khalid tanpa mengira kejahatan yang dilakukannya terhadap Muslimin karena Khalid telah melakukan sesuatu untuk kepentingan politik dan dirinya. Malah itulah perintahnya di bawah operasi “enggan membayar zakat dan murtad” sekalipun hal itu bertentangan dengan Sunah Nabi (Saw.).
17. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak melantik Umar menjadi khalifah selepasnya secara wasiat, padahal mereka sendiri menolak wasiat Nabi (Saw.) Tetapi Khalifah Abu Bakar telah melantik Umar menjadi khalifah selepasnya secara wasiat, padahal dia sendiri menolak wasiat Nabi (Saw.). Beliau bersabda:”Ali adalah saudaraku, wasiku, wazirku dan khalifah selepasku” dan sabdanya:”Siapa yang menjadikan aku maulanya maka Ali adalah maulanya.”Dan penyerahan kedudukan khalifah kepada Umar adalah menyalahi prinsip syura yang diagung-agungkan oleh Ahlul Sunnah. Justru itu Abu Bakar adalah orang yang pertama merusakkan sistem syura dan memansuhkannya. Pertama, dia menggunakan “syura terhad” bagi mencapai cita-citanya untuk menjadi khalifah tanpa menjemput Bani Hasyim untuk menyertainya. Kedua, apabila kedudukannya menjadi kuat, dia melantik Umar untuk menjadi khalifah selepasnya tanpa syura dengan alasan bahwa Umar adalah orang yang paling baik baginya untuk memegang kedudukan khalifah selepasnya.
18. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka dilantik oleh Nabi (Saw.)untuk menjalankan mana-mana missi/pekerjaan,tetapi Khalifah Abu Bakar tidak pernah dilantik oleh Nabi (Saw.) untuk menjalankan mana-mana missi/pekerjaan, malah beliau melantik orang lain. Hanya pada satu masa beliau melantiknya untuk membawa Surah Bara’ah, tetapi beliau mengambil kembali tugas itu dan kemudian meminta Ali (a.s) untuk melaksanakannya.[Al-Tabari, Dhakha’ir al-Uqba,hlm.61;al-Turmudhi, Sahih,II, hlm.461;Ibn Hajr, al-Isabah,II, hlm.509].
19. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka mengetahui pengertian al-Abb di dalam al-Qur’an,tetapi Khalifah Abu Bakar tidak mengetahui pengertian al-Abb yaitu firman-Nya di dalam Surah ‘Abasa (80):31:”Dan buah-buahan (Fakihatun) serta rumput-rumputan (abban).”Dia berkata:”Langit mana aku akan junjung dan bumi mana aku akan pijak, jika aku berkata sesuatu di dalam Kitab Allah apa yang aku tidak mengetahui?”[al-Muttaqi al-Hindi,Kanz al-Ummal,I,hlm.274].
20. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak akan melakukan bid’ah-bid’ah selepas Rasulullah (Saw.) tetapi Khalifah Abu Bakar telah mengetahui dia akan melakukan bid’ah-bid’ah selepas Rasulullah (Saw.). Malik bin Anas di dalam a-Muwatta bab “jihad syuhada’ fi sabilillah’ telah meriwayatkan dari hamba Umar bin Ubaidillah bahwa dia menyampaikannya kepadanya bahwa Rasulullah bersabda kepada para syahid di Uhud:”Aku menjadi saksi kepada mereka semua.”Abu Bakar berkata:”Tidakkah kami wahai Rasulullah (Saw.) saudara-saudara mereka. Kami telah masuk Islam sebagaimana mereka masuk Islam dan kami telah berjihad di jalan Allah sebagaimana mereka berjihad?” Rasulullah menjawab:”Ya! Tetapi aku tidak mengetahui bid’ah mana yang kalian akan lakukan selepasku.”Abu Bakar pun menangis, dan dia terus menangis. Bid’ah-bid’ah yang dilakukan oleh para sahabat memang telah diakui oleh mereka sendiri, di antaranya al-Bara’ bin Azib.
Al-Bukhari di dalam Sahihnya “Kitab bad’ al-Khalq fi bab Ghuzwah al-Hudaibiyyah” telah meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Ala bin al-Musayyab dari ayahnya bahwa dia berkata:”Aku berjumpa al-Barra bin Azib maka aku berkata kepadanya: Alangkah beruntungnya anda karena bersahabat dengan Nabi (Saw.) dan anda telah membai’ah kepadanya di bawah pohon. Maka dia menjawab: Wahai anak saudaraku. Sesungguhnya anda tidak mengetahui apa yang kami telah lakukan (Ahdathna) selepasnya.”[Al-Bukhari, Sahih,III, hlm.32].
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Nabi (Saw.) bersabda kepada orang-orang Ansar:”Sesungguhnya kalian akan menyaksikan sifat tamak yang dahsyat selepasku. Oleh itu bersabarlah sehingga kalian bertemu Allah dan Rasul-Nya di Haudh.”Anas berkata:”Kami tidak sabar.”[Al-Bukhari, Sahih,III, hlm.135]
Ibn Sa’d juga telah meriwayatkan di dalam Tabaqatnya, VIII, hlm. 51, dengan sanadnya dari Ismail bin Qais bahwa dia berkata:”Aisyah ketika wafatnya berkata: Sesungguhnya aku telah melakukan bid’ah-bid’ah (Ahdathtu) selepas Rasulullah (Saw.), maka kebumikanlah aku bersama-sama isteri Nabi (Saw.).” Apa yang dimaksudkan olehnya ialah “Jangan kalian mengkebumikan aku bersama Nabi (Saw.) karena aku telah melakukan bid’ah-bid’ah selepasnya.”.
Lantaran itu, khalifah Abu Bakar, al-Barra bin Azib, Anas bin Malik dan Aisyah telah memberi pengakuan masing-masing bahwa mereka telah melakukan bid’ah-bid’ah dengan mengubah Sunnah Nabi (Saw.).
21. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak akan berkata: “Syaitan menggodaku, sekiranya aku betul, maka bantulah aku dan sekiranya aku menyeleweng , maka betulkanlah aku.” Tetapi Khalifah Abu Bakar berkata: “Aku digodai Syaitan. Sekiranya aku betul,maka bantulah aku dan sekiranya aku menyeleweng, maka betulkanlah aku.” [Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah,I, hlm. 6; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal,III, hlm. 126; Ibn Hajr, al-Sawa’iq al-Muhriqah, hlm. 7; al-Syablanci,Nur al-Absar, hlm. 53] Ini berarti dia tidak mempunyai keyakinan diri,dan bagaimana dia boleh menyakinkan orang lain pula?
22. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.) ,niscaya mereka tidak menyesal menjadi seorang manusia, tetapi Khalifah Abu Bakar menyesal menjadi seorang manusia, malah dia ingin menjadi pohon dimakan oleh binatang kemudian mengeluarkannya. Abu Bakar berkata:”Ketika dia melihat seekor burung hinggap di atas suatu pohon, dia berkata:Beruntunglah engkau wahai burung. Engkau makan buah-buahan dan hinggap di pohon tanpa hisab dan balasan. Tetapi aku lebih suka jika aku ini sebatang pohon yang tumbuh di tepi jalan. Kemudian datang seekor unta lalu memakanku. Kemudian aku dikeluarkan pula dan tidak menjadi seorang manusia.”[al-Muhibb al-Tabari, al-Riyadh al-Nadhirah,I,hlm. 134; Ibn Taimiyyah, Minhaj al-Sunnah,III,hlm. 130].
Kata-kata khalifah Abu Bakar itu adalah bertentangan dengan firman Allah (swt) di dalam Surah al-Tin (95):4:”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia di dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Dan jika Abu Bakar seorang wali Allah kenapa dia harus takut kepada hari hisab? Sedangkan Allah telah memberi khabar gembira kepada wali-walinya di dalam Surah Yunus(10):62-64,”Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah ini tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat.Tidak ada perubahan kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
23. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak mengganggu rumah Fatimah (a.s) semenjak awal lagi, tetapi khalifah Abu Bakar telah mengganggunya dan ketika sakit menyesal karena mengganggu rumah Fatimah (a.s). Dia berkata: “Sepatutnya aku tidak mengganggu rumah Fatimah sekalipun beliau mengisytiharkan perang terhadapku.”[Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah,I,hlm. 18-19; al-Tabari, Tarikh ,IV, hlm. 52;Ibn Abd Rabbih, Iqd al-Farid,II,hlm.254].
24. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak menjatuhkan air muka Nabi (Saw.), Tetapi Khalifah Abu Bakar telah menjatuhkan air muka Nabi (Saw.) di hadapan musyrikin yang datang berjumpa dengan Nabi (Saw.) supaya mengembalikan hamba-hamba mereka yang lari dari mereka. Musyrikun berkata:”Hamba-hamba kami telah datang kepada anda bukanlah karena mereka cinta kepada agama tetapi mereka lari dari milik kami dan harta kami. Lebih-lebih lagi kami adalah tetangga anda dan orang yang membuat perjanjian damai dengan anda.”Tetapi Nabi (Saw.) tidak mau menyerahkan kepada mereka hamba-hamba tersebut karena khawatir mereka akan menyiksa hamba-hamba tersebut dan beliau tidak mau juga mendedahkan hakikat ini kepada mereka. Nabi (Saw.) bertanya kepada Abu Bakar dengan harapan dia menolak permintaan mereka. Sebaliknya Abu Bakar berkata:”Benar kata-kata mereka itu.” Lantas berubah muka Nabi (Saw.)karena jawabannya menyalahi apa yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.[al-Nasa’i, al-Khasa’is,hlm. 11; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad,I,hlm. 155] Sepatutnya khalifah Abu Bakar dapat memahami apa yang dimaksudkan oleh Nabi, tetapi dia tidak dapat memahaminya, malah diam memihak kepada Musyrikun berdasarkan ijtihadnya.
25. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka telah membunuh Dhu al-Thadyah (seorang lelaki yang mempunyai payudara, akhirnya menentang khalifah Ali), tetapi khalifah Abu Bakar tidak membunuh Dhu al-Thadyah sedangkan Rasulullah telah memerintahkan Abu Bakar supaya membunuh Dhu al-Thadyah. Abu Bakar mendapati lelaki itu sedang mengerjakan solat. Lalu dia berkata kepada Rasulullah (Saw.) :”Subhanallah! Bagaimana aku membunuh lelaki yang sedang mengerjakan solat?” (Ahmad b.Hanbal,al-Musnad,III,hlm.14-150) Sepatutnya dia membunuh lelaki itu tanpa mengira keadaan karena Nabi (Saw.)telah memerintahkannya. Tetapi dia tidak membunuhnya, malah dia menggunakan ijtihadnya bagi menyalahi Sunnah Nabi (Saw.).
26. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak mengatakan bahwa saham jiddah (nenek) tidak ada di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi (Saw.).Tetapi Khalifah Abu Bakar mengatakan bahwa saham jiddah (nenek) tidak ada di dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah (Saw.). Seorang nenek bertanya kepada Abu Bakar tentang pusakanya. Abu Bakar menjawab:”Tidak ada saham untuk anda di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi (Saw.).Oleh itu kembalilah.”Lalu al-Mughirah bin Syu”bah berkata:”Aku berada di sisi Nabi (Saw.)bahwa beliau memberikannya (nenek) seperenam saham.”Abu Bakar berkata:”Adakah orang lain bersama anda?” Muhammad bin Muslimah al-Ansari bangun dan berkata sebagaimana al-Mughirah. Maka Abu Bakar memberikannya seperenam.[Malik, al-Muwatta,I,hlm. 335; Ahmad bin Hanbal, al-Musnad,IV,hlm.224;Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid,II, hlm.334].
27. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka mengetahui hukum had
ke atas pencuri yang buntung satu tangan dan satu kakinya Tetapi Khalifah Abu Bakar tidak mengetahui hukum had ke atas pencuri yang buntung satu tangan dan satu kakinya. Dari Safiyyah binti Abi Ubaid,”Seorang lelaki buntung satu tangan dan satu kakinya telah mencuri pada masa pemerintahan Abu Bakar. Lalu Abu Bakar mau memotong kakinya dan bukan tangannya supaya dia dapat bermunafaat dengan tangannya. Maka Umar berkata:”Demi yang diriku di tangan-Nya, anda mesti memotong tangannya yang satu itu.” Lalu Abu Bakar memerintahkan supaya tangannya dipotong.”[al-Baihaqi, Sunan,VIII,hlm.273-4]
28. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak berpendapat bahwa seorang khalifah bukan semestinya orang yang paling alim .Tetapi Khalifah Abu Bakar berpendapat bahwa seorang khalifah bukan semestinya orang yang paling alim (afdhal).[Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I,hlm. 16; al-Baqillani, al-Tamhid,hlm. 195; al-Halabi, Sirah Nabawiyyah,III, hlm.386] Ijtihadnya adalah bertentangan dengan firman Tuhan di dalam Surah al-Zumar (39):9:”Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran” dan firman-Nya di dalam Surah Yunus (10):35:”Maka apakah orang-orang yang menunjuki jalan kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang-orang yang tidak dapat memberi petujuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)? Bagaimana kamu mengambil keputusan?”
29. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka melakukan korban (penyembelihan) sekali di dalam hidupnya.Tetapi Khalifah Abu Bakar tidak pernah melakukan korban (penyembelihan) karena khawatir kaum Muslimin akan menganggapnya wajib. Sunnahnya adalah bertentangan dengan Sunnah Nabi (Saw.) yang menggalakkannya.[Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, IX,hlm. 265; al-Syafi’i, al-Umm, II, hlm.189].
30. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak mengatakan maksiat yang dilakukan oleh seseorang itu telah ditakdirkan oleh Allah sejak azali lagi, tetapi Khalifah Abu Bakar mengatakan maksiat yang dilakukan oleh seseorang itu telah ditakdirkan oleh Allah sejak azali lagi, kemudian Dia menyiksanya di atas perbuatan maksiatnya. Seorang lelaki bertanya kepadanya:”Adakah anda fikir zina juga qadarNya? Lelaki itu bertanya lagi:”Allah mentakdirkannya ke atasku kemudian menyiksa aku?” Khalifah Abu Bakar menjawab:” Ya. Demi Tuhan sekiranya aku dapati seseorang masih berada di sisiku, niscaya aku menyuruhnya memukul hidung anda.”[al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa, hlm.65].
Oleh itu ijtihad Abu Bakar itu adalah bertentangan dengan firman-firman Tuhan di antaranya:
a. Firman-Nya di dalam Surah al-Insan (76):3:”Sesungguhnya kami telah menunjukkinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.”
b. Firman-Nya di dalam Surah al-Balad (90):10:”Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.”
c. Firman-Nya di dalam Surah al-Naml (27):40:”Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia’”.
31. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak berkata: Jika pendapat kami betul, maka hal itu dari Allah dan jika hal itu salah maka ia adalah dari kami dan dari syaitan. Tetapi Khalifah Abu Bakar berkata:”Jika pendapatku betul, maka hal itu dari Allah dan jika hal itu salah maka ia adalah dari aku dan dari syaitan.”[Al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, VI, hlm. 223; al-Tabari, Tafsir, VI hlm. 30; Ibn Kathir, Tafsir, I, hlm.260] Kata-kata Abu Bakar menunjukkan bahwa dia sendiri tidak yakin kepada pendapatnya. Dan dia memerlukan bimbingan orang lain untuk menentukan kesalahannya.
32. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka akur kepada Sunnah Nabi (Saw.) apabila mengetahui kesannya dengan mengilakkan dirinya dari kilauan dunia ,tetapi Khalifah Abu Bakar mengetahui bahwa dia tidak terlepas dari kilauan dunia, lantaran itu dia menangis. Al-Hakim di dalam Mustadrak, IV, hlm. 309 meriwayatkan dengan sanadnya dari Zaid bin Arqam, dia berkata:”Kami pada suatu masa telah berada bersama Abu Bakar, dia meminta minuman, lalu diberikan air dan madu. Manakala dia mendekatkannya ke mulutnya dia menangis sehingga membuatkan sahabat-sahabatnya menangis. Akhirnya merekapun berhenti menangis, tetapi dia terus menangis.
Kemudian dia kembali dan menangis lagi sehingga mereka menyangka bahwa mereka tidak mampu lagi menyelesaikan masalahnya. Dia berkata:kemudian dia menyapu dua matanya. Mereka berkata:Wahai khalifah Rasulullah! Apakah yang sedang ditolak oleh anda? Beliau menjawab:”Dunia ini (di hadapanku) telah “memperlihatkan”nya kepadaku, maka aku berkata kepadanya:Pergilah dariku maka hal itu pergi kemudian dia kembali lagi dan berkata:Sekiranya anda terlepas dariku, orang selepas anda tidak akan terlepas dariku.” Hadits ini diriwayatkan juga oleh ak-Khatib di dalam Tarikh Baghdad, X,hlm. 268 dan Abu Nu’aim di dalam Hilyah al-Auliya’, I, hlm.30].
33. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka mempunyai kata pemutus ke atas pemerintahan mereka,tetapi Khalifah Abu Bakar tidak mempunyai kata pemutus ke atas pemerintahannya melainkan hal itu dipersetujui oleh Umar. Adalah diriwayatkan bahwa “Uyainah bin Hasin dan al-Aqra bin Habis datang kepada Abu Bakar dan berkata:”Wahai khalifah Rasulullah, izinkan kami menanam di sebidang tanah yang terbiar berhampiran kami. Kami akan membajak dan menanamnya. Mudah-mudahan Allah akan memberikan manfaat kepada kami dengannya.”Lalu Abu Bakar menulis surat tentang persetujuannya. Maka kedua-duanya berjumpa Umar untuk mempersaksikan kandungan surat tersebut. Apabila kedua-duanya membacakan kandungannya kepadanya, Umar merebutnya dari tangan mereka berdua dan meludahnya. Kemudian memadamkannya. Lalu kedua-duanya mendatangi Abu Bakar dan berkata:”Kami tidak mengetahui adakah anda khalifah atau Umar.” Kemudian mereka berdua menceritakan kepadanya. Lalu Abu Bakar berkata:”Kami tidak melaksanakan sesuatu melainkannya dipersetujui oleh Umar.”{al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal, VI, hlm. 335; Ibn Hajr, al-Isabah, I,hlm.56] .
34. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak dicaci oleh seorang lelaki di hadapan Nabi (Saw.). Tetapi Khalifah Abu Bakar telah dicaci oleh seorang lelaki di hadapan Rasulullah SAWA. Tetapi Nabi (Saw.)tidak melarangnya sebaliknya beliau tersenyum pula, Ahmad bin Hanbal meriwayatkan bahwa seorang lelaki telah mencaci Abu Bakar dan Nabi sawa sedang duduk, maka Nabi (Saw.) kagum dan tersenyum.[Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, VI, hlm.436] .
35. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak bertengkar sehingga meninggikan suara mereka di hadapan Nabi (Saw.) khalifah Abu Bakar dan Umar telah bertengkar sehingga meninggikan suara mereka di hadapan Rasulullah (Saw.) . Abu Bakar berkata:”Wahai Rasulullah lantiklah al-Aqra bin Habi bagi mengetuai kaumnya.” Umar berkata:”Wahai Rasulullah janganlah anda melantiknya sehingga mereka menengking dan meninggikan suara mereka di hadapan Rasulullah (Saw.).” Lalu diturunkan ayat di dalam Surah al-Hujurat(49):2,”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari Nabi dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak terhapus pahala amalanmu, sedangkan kamu tidak menyedari.” Sepatutnya mereka berdua bertanya dan merujuk kepada Rasulullah (Saw.) mengenainya.[Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, IV , hlm.6;al-Tahawi, Musykil al-Athar,I,hlm. 14-42] .
36. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak banyak membuat pengakuan-pengakuan dimana mereka sepatutnya melakukan sesuatu,tetapi Khalifah Abu Bakar banyak membuat pengakuan-pengakuan dimana dia sepatutnya melakukan sesuatu,tetapi tidak melakukannya dan sebaliknya. Ibn Qutaibah mencatatkan dalam bukunya al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm. 18-19.
9 perkara yang disesali oleh Abu Bakar seperti berikut:
“Tiga perkara yang aku telah lakukan sepatutnya aku tidak melakukannya dan tiga perkara yang aku tidak lakukannya sepatutnya aku melakukannya dan tiga perkara yang sepatutnya aku bertanya Rasulullah (Saw.) mengenainya. Adapun tiga perkara yang aku telah melakukannya sepatutnya aku tidak melakukannya:
1. Sepatutnya aku tinggalkan rumah Ali (Fatimah) sekalipun mereka mengisytiharkan perang ke atasku.
2. Sepatutnya aku membai’ah sama Umar atau Abu Ubadah di Saqifah Bani Saidah, yaitu salah seorang mereka menjadi amir dan aku menjadi wazir.
3. Sepatutnya aku menyembelih Fuja’ah al-Silmi atau melepaskannya dari tawanan dan aku tidak membakarnya hidup-hidup.
Adapun tiga perkara yang aku tidak melakukannya sepatutnya aku melakukannya:
1. Sepatutnya ketika al-Asy’ath bin Qais dibawa kepadaku sebagai tawanan, aku membunuhnya dan tidak memberinya peluang untuk hidup, karena aku telah mendengar tentangnya bahwa ia bersifat sentiasa menolong segala kejahatan.
2. Sepatutnya ketika aku mengutus Khalid bin al-Walid kepada orang-orang murtad, aku mesti berada di Dhi al-Qissah, dengan itu sekiranya mereka menang, mereka boleh bergembira dan sekiranya mereka kalah aku boleh menghulurkan bantuan.
3. ???-red
Adapun tiga perkara yang sepatutnya aku bertanya Rasulullah (Saw.) ialah:
1. Kepada siapakan kedudukan khalifah patut diberikan sesudah beliau wafat, dengan demikian tidaklah kedudukan itu menjadi rebutan.
2. Sepatutnya aku bertanya kepada beliau, adakah orang Ansar mempunyai hak menjadi khalifah.
3. Sepatutnya aku bertanya beliau tentang pembagian harta pusaka anak saudara perempuan sebelah lelaki dan ibu saudara sebelah lelaki karena aku tida puas hati tentang hukumnya dan memerlukan penyelesaian.”
Kenyataan di atas telah disebut juga oleh al-Tabari dalam Tarikhnya, IV, hlm. 52;Ibn Abd Rabbih, ‘Iqd Farid,II,hlm. 254;Abu Ubaid, al-Amwal,hlm. 131].
37. Jika mereka Ahl al-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak mengundurkan diri dari tentara Usamah yang telah dilantik oleh Nabi saw menjadi penglima perang di dalam ushal itu yang muda,tetapi Khalifah Abu Bakar telah mengundurkan diri dari menyertai tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, sedangkan Nabi (Saw.) bersabda:”Perlengkapkan tentara Usamah, Allah melaknati orang yang mengundur diri dari tentara Usamah.”[Al-Syarastani, al-Milal, hlm.21; Ibn Sa’d, Tabaqat,II,hlm.249 dan lain-lain lagi].
38. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak menamakan dirinya(Abu Bakar) “Khalifah Rasulullah”.[Tetapi Khalifah Abu Bakar telah menamakan dirinya “Khalifah Rasulullah”.[Ibn Qutaibah,al-Imamah wa al-Siyasah ,I,hlm.13];al-Suyuti, Tarikh al-Khulafa’,hlm.78] Penamaannya adalah bertentangan dengan Sunnah Rasulullah karena beliau tidak menamakannya dan melantiknya, malah beliau menamakan Ali dan melantiknya. Beliau bersabda:”Siapa yang aku menjadimaulanya maka Ali adalah maulanya.”Dan hadits-hadits yang lain tentang perlantikan Ali (a.s) sebagai khalifah selepas Rasulullah (Saw.).
39. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak membakar manusia hidup-hidup,tetapi Khalifah Abu Bakar telah membakar Fuja’ah al-Silmi hidup-hidup, kemudian dia menyesali perbuatannya.[al-Tabari,Tarikh,IV,hlm.52] Dan hal itu bertentangan dengan Sunnah Nabi (Saw.)”Tidak boleh disiksa dengan api melainkan dari Tuhannya.”(Al-Bukhari, Sahih ,X,hlm.83].
40. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak lari di dalam peperangan, tetapi Khalifah Abu Bakar telah lari di dalam peperangan Uhud dan Hunain. Sepatutnya dia mempunyai sifat keberanian melawan musuh. Tindakannya itu menyalahi ayat-ayat jihad di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi (Saw.) [al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 37; al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-Ummal,VI,hlm.394;al-Dhahabi,al-Talkhis,III,hlm.37].
41. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.), niscaya mereka tidak meragukan kedudukan khalifah. Tetapi Khalifah Abu Bakar telah meragukan kedudukan khalifahnya. Dia berkata:”Sepatutnya aku bertanya Rasulullah (Saw.), adalah orang-orang Ansar mempunyai hak yang sama di dalam kedudukan khalifah?” Ini adalah keraguan tentang kesahihan atau kebatilannya. Dialah orang yang menentang orang-orang Ansar manakala mereka mengatakan bahwa Amir mestilah dari golongan Quraisy.” Sekiranya apa yang diriwayatkan olehnya itu benar, bagaimana dia meragukan”nya” pula. Dan jikalau tidak, dia telah menentang orang-orang Ansar dengan “hujah palsu.”[Al-Ya’qubi, Tarikh al-Ya’qubi,II,hlm.127; Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah,I,hlm.18,19;al-Masudi, Muruj al-Dhahab,II,hlm.302].
42. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikemukakan kepada mereka,tetapi Khalifah Abu Bakar tidak dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikemukakan kepadanya oleh orang Yahudi. Anas bin Malik berkata:”Seorang Yahudi datang selepas kewafatan Rasulullah (Saw.). Maka kaum Muslimin menunjukkannya kepada Abu Bakar. Dia berdiri di hadapan Abu Bakar dan berkata: Aku akan kemukakan soalan-soalan yang tidak akan dijawab melainkan oleh Nabi atau wasi Nabi. Abu Bakar berkata:”Tanyalah apa yang anda mau. Yahudi berkata: Beritahukan kepadaku perkara yang tidak ada pada Allah, tidak ada di sisi Allah, dan tidak diketahui oleh Allah? Abu Bakar berkata: Ini adalah soalan-soalan orang zindiq wahai Yahudi! Abu Bakar dan kaum Muslimin mulai marah dengan Yahudi tersebut.
Ibn Abbas berkata: Kalian tidak dapat memberikan jawaban kepada lelaki itu. Abu Bakar berkata: Tidakkah anda mendengar apa yang diperkatakan oleh lelaki itu? Ibn Abbas menjawab: Sekirannya kalian tidak dapat menjawabnya, maka kalian pergilah bersamanya menemui Ali AS, niscaya dia akan menjawabnya karena aku mendengar Rasulullah (Saw.) bersabda kepada Ali bin Abi Talib:”Wahai Tuhanku! Sinarilah hatinya, dan perkuatkanlah lidahnya.” Dia berkata:”Abu Bakar dan orang-orang yang hadir bersamanya datang kepada Ali bin Abi Talib, mereka meminta izin darinya. Abu Bakar berkata: Wahai Abu l-Hasan, sesungguhnya lelaki ini telah bertanya kepadaku beberapa soalan (zindiq).
Ali berkata: Apakah yang anda perkatakan wahai Yahudi? Dia menjawab: Aku akan bertanya kepada anda perkara-perkara yang tidak diketahui melainkan oleh Nabi atau wasi Nabi. Yahudi mengemukakan soalan-soalan kepadanya. Ali berkata: Adapun perkara-perkara yang tidak diketahui oleh Allah ialah kata-kata anda bahwa Uzair adalah anak lelaki Tuhan, dan Allah tidak mengetahui bahwa Dia mempunyai anak lelaki. Adapun kata-kata anda apa yang tidak ada di sisi Allah, maka jawabannya perkara yang tidak ada di sisi Allah ialah kezaliman. Adapun kata-kata anda: Apa yang tidak ada bagi Allah maka jawabannya tidak ada bagi Allah syirik. Yahudi menjawab: Aku naik saksi tiada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah pesuruh Allah dan sesungguhnya anda adalah wasinya.”[Ibn Duraid, al-Mujtana, hlm.35]
43. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak mempersendakan Nabi (Saw.) di masa hidupnya,apatah lagi pada masa Nabi SAWA sakit dan selepas kematiannya, tetapi khalifah Abu Bakar dan kumpulannya telah mempersendakan Nabi (Saw.) dengan menolak Sunnah Nabi (Saw.) di hadapannya ketika Nabi (Saw.) sedang sakit “ dia sedang meracau” (al-Bukhari, Sahih, I, hlm. 36; Muslim, Sahih, III, hlm. 69),kemudian menghalang penyebarannya. (Al-Dhahabi, Tadhkirah al-Huffaz,I,hlm.3].
44. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak berkata:”Pecatlah aku karena aku bukanlah orang yang baik di kalangan kalian.”Tetapi Khalifah Abu Bakar berkata:”Pecatlah aku karena aku bukanlah orang yang baik di kalangan kalian.”Di dalam riwayat lain,”Ali di kalangan kalian.”[Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah,I,hlm.14;al-Muttaqi al-Hindi,Kanz al-Ummal,III,hlm.132] Jikalau kata-katanya benar, berarti dia tidak layak untuk menjadi khalifah Rasulullah SAWA, berdasarkan pengakuannya sendiri.
45. Jika mereka Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),niscaya mereka tidak membenci orang yang mencintai dan mengamalkan Sunnah Nabi (Saw.), tetapi mereka membenci orang yang mencintai Sunnah Nabi (Saw.)dan mengamalkanya sekiranya Sunnah Nabi (Saw.) bertentangan dengan sunnah Abu Bakar.] Justru itu mereka bukanlah Ahlu s-Sunnah Nabi (Saw.),malah mereka adalah Ahlu s-Sunnah Abu Bakar dan kumpulannya atau Ahlu s-Sunnah ciptaan mereka sendiri.Lantaran Ali dan keluarganya berusaha dengan keras bagi membersihkan kekotoran yang dilakukan oleh Abu Bakar dan pengikutnya.
(hauzahmaya/islamquest/syiahali/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar