Imam besar Masjid al-Haram, Makkah
al-Mukarramah, Syaikh Adil ibn Salim al-Kalbani menyatakan jika ulama
madzhab Syiah adalah orang-orang kafir” ( 4 mei 2009 )….Syiah Menjadi
Aliran Terlarang di Saudi. Ternyata Syiah Di Saudi Sudah Ada Sejak Awal Sebelum Wahabi.
Mari kita Baca disini:
Makkah, Imam besar Masjid al-Haram, Makkah al-Mukarramah, Syaikh Adil
ibn Salim al-Kalbani menyatakan jika ulama madzhab Syiah adalah
orang-orang kafir.
Al-Kalbani juga menyatakan, sebab itulah ulama-ulama Syiah tidak layak untuk menjadi representasi pada Lembaga Pembesar Ulama (Hay’ah Kubbar al-Ulama) yang menjadi pucuk tertinggi lembaga keagamaan di Saudi Arabia.
“Sistem keagamaan yang mengontrol negara adalah sistem salafi. Adapun orang-orang Syiah, mereka adalah minoritas di negara ini (Saudi), yang selayaknya tidak memiliki pengaruh apapun di badan pembesar ulama,” tambah imam berkulit hitam yang didaulat oleh Raja Abdullah ibn Abdul Aziz pada September 2008 lalu itu.
Sikap al-Kalbani dan beberapa ulama Saudi Arabia yang mayoritas menganut faham Salafi sangatlah berbeda dengan mayoritas ulama al-Azhar di Mesir yang menganut madzhab Sunni-moderat.
Beberapa ulama al-Azhar banyak yang menulis buku-buku yang mengkaji tentang Syiah di bawah tema besar Taqrib bayna al-Madzahib (Pendekatan Antar Madzhab), semisal Syaikh al-Baquri, Syaikh Mahmud Syaltut, Syaikh Rajab al-Banna, dan lain-lain.
Rektor al-Azhar sekarang, Prof. Dr. Ahmad at-Thayyib sendiri secara tegas menyatakan, “kami (al-Azhar) membukakan jendela rumah kami untuk berbagai macam cakrawala pemikiran seluas-luasnya, tanpa harus terpengaruh dan mengikuti pemikiran-pemikiran tersebut secara taklidi.”
Imam besar Masjid al-Haram, Makkah al-Mukarramah, Syaikh Adil ibn Salim al-Kalbani menyatakan jika ulama madzhab Syiah adalah orang-orang kafir.
“Masalah kafirnya orang-orang Syiah itu masih mungkin untuk didiskusikan. Tetapi, saya sendiri memandang para ulama mereka adalah orang-orang kafir tanpa pengecualian,” demikian dikatakan al-Kalbani dalam sebuah acara bertema “fi as-shamim” yang dibesut oleh kanal BBC edisi bahasa Arab pada Senin (4/5) kemarin.
Al-Kalbani juga menyatakan, sebab itulah ulama-ulama Syiah tidak layak untuk menjadi representasi pada Lembaga Pembesar Ulama (Hay’ah Kubbar al-Ulama) yang menjadi pucuk tertinggi lembaga keagamaan di Saudi Arabia.
“Sistem keagamaan yang mengontrol negara adalah sistem salafi. Adapun orang-orang Syiah, mereka adalah minoritas di negara ini (Saudi), yang selayaknya tidak memiliki pengaruh apapun di badan pembesar ulama,” tambah imam berkulit hitam yang didaulat oleh Raja Abdullah ibn Abdul Aziz pada September 2008 lalu itu.
Sikap al-Kalbani dan beberapa ulama Saudi Arabia yang mayoritas menganut faham Salafi sangatlah berbeda dengan mayoritas ulama al-Azhar di Mesir yang menganut madzhab Sunni-moderat.
Beberapa ulama al-Azhar banyak yang menulis buku-buku yang mengkaji tentang Syiah di bawah tema besar Taqrib bayna al-Madzahib (Pendekatan Antar Madzhab), semisal Syaikh al-Baquri, Syaikh Mahmud Syaltut, Syaikh Rajab al-Banna, dan lain-lain.
Rektor al-Azhar sekarang, Prof. Dr. Ahmad at-Thayyib sendiri secara tegas menyatakan, “kami (al-Azhar) membukakan jendela rumah kami untuk berbagai macam cakrawala pemikiran seluas-luasnya, tanpa harus terpengaruh dan mengikuti pemikiran-pemikiran tersebut secara taklidi.”.
*****
Syiah Menjadi Aliran Terlarang di Saudi
Aliran Syiah mulai mendapat sikap tegas dari pemerintah Saudi. Tak ada kompromi untuk Syiah di sana. Bahkan, pemerintah Saudi sudah menyatakan kalau Syiah terlarang di negerinya.Syiah merupakan satu aliran yang mengkafirkan para sahabat Nabi SAW, seperti Abu Bakar dan Umar. Syiah juga mengkafirkan kaum muslimin di luar kelompoknya, khususnya Ahlussunnah wal Jama’ah, dan menghalalkan darah mereka. Maka wajarlah jika pemerintah Saudi mengambil sikap tegas ini.Pemerintah Saudi juga sudah mulai menutup masjid-masjid yang menjadi tempat berkumpulnya kaum Syi’ah di sana. Misalnya saja, Masjid Ismail di Khobar sudah dinyatakan tertutup untuk umum. Pemerintah Saudi memagarinya dengan tembok besar di depan masjid tersebut. Aparat keamanan Saudi juga terus berjaga-jaga di depan masjid tersebut, dan sudah mengeluarkan larangan resmi kepada warga untuk datang lagi ke tempat itu, dengan tujuan apapun.
Sikap tegas pemerintah Saudi ini banyak didukung oleh para ulamanya. Misalnya Imam besar Masjid al-Haram, Makkah al-Mukarramah, Syaikh Adil ibn Salim al-Kalbani menyatakan kafirnya para ulama madzhab Syiah.
“Masalah kafirnya orang-orang Syiah (pengikutnya) itu masih mungkin untuk didiskusikan. Tetapi, saya sendiri memandang para ulama mereka adalah orang-orang kafir tanpa pengecualian,” demikian dikatakan al-Kalbani dalam sebuah acara bertema “fi as-shamim” yang dibesut oleh kanal BBC edisi bahasa Arab pada Senin (4/5/2009) kemarin.
Al-Kalbani juga menyatakan, sebab itulah ulama-ulama Syiah tidak layak untuk menjadi anggota pada Lembaga Pembesar Ulama (Hay’ah Kubbar al-Ulama) yang menjadi pucuk tertinggi lembaga keagamaan di Saudi Arabia.
Sikap al-Kalbani dan beberapa ulama Saudi Arabia yang mayoritas menganut faham Salafi sangatlah berbeda dengan mayoritas ulama al-Azhar di Mesir yang menganut madzhab Sunni-moderat.
Beberapa ulama al-Azhar banyak yang menulis buku-buku yang mengkaji tentang Syiah di bawah tema besar Taqrib bayna al-Madzahib (Pendekatan Antar Madzhab), semisal Syaikh al-Baquri, Syaikh Mahmud Syaltut, Syaikh Rajab al-Banna, dan lain-lain.
Rektor al-Azhar sekarang, Prof. Dr. Ahmad at-Thayyib sendiri secara tegas menyatakan, “kami (al-Azhar) membukakan jendela rumah kami untuk berbagai macam cakrawala pemikiran seluas-luasnya, tanpa harus terpengaruh dan mengikuti pemikiran-pemikiran tersebut secara taklidi.”
Syiah mengalami perkembangan yang luas di beberapa negara Arab, di antaranya Iraq, Syiria, dan Lebanon. Bahkan di Indonesia, aliran ini pun sudah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. (tab/voa-i). Bogor 2 Oktober 2009. Tim Media Al-Irsyad Bogor.
*****
Ternyata Faktanya disini
7 Fakta Syiah di Arab Saudi
Syiah Saudi.
Ramainya isu Syiah di Indonesia memunculkan satu pertanyaan, bagaimana kehidupan masyrakat Syiah di Negara lain? Bagaimana perlakuan mayoritas kepada minoritas Syiah di belahan dunia lain?
Jika tanah Mekah dan Madinah disebut sebagai pusat dunia islam, kita akan bertanya bagaimana kelompok Syiah yang hidup disana? Bagaimana kebijakan pemerintah Saudi atas rakyatnya yang bermadzhab Syiah?
Berikut ini adalah 7 fakta tentang Madzhab Syiah di Arab Saudi termasuk di tanah Haramain:
Pertama, ada Syiah Imamiyah [sebagaimana yang dianut mayoritas warga Iran] di Saudi. Tersebar di banyak kota, termasuk Madinah, namun mayoritas bermukim di kota Qatif, Ahsa dan Damam. Jumlahnya kisaran 10-15% dari total penduduk Arab Saudi. Sekitar 3-4 juta jiwa penduduk Saudi bermazhab Syiah. Sementara Syiah Zaidiyah bermukim diwilayah selatan Arab Saudi, yang berbatasan langsung dengan Yaman. Mereka mayoritas di kota Najran. Syiah Ismailiyah juga terdapat dibagian selatan Arab Saudi, namun jumlahnya sangat sedikit.
Kedua, sebagaimana warga muslim lainnya, Syiah juga memiliki masjid, sekolah agama dan Husainiyah untuk melakukan aktivitas keIslaman bercorak Syiah. Meskipun tetap mendapat tekanan dan batasan, namun secara umum Syiah Saudi bebas secara terbuka menyampaikan ajarannya di mimbar-mimbar termasuk dalam mempublikasikan karya-karyanya namun tetap terbatas hanya dikomunitas Syiah dan tidak bebas diperjual belikan di komunitas non Syiah Saudi.
Tidak jarang, masjid Syiah disegel pihak keamanan, atau khatibnya dipenjarakan, karena dianggap memprovokasi warga untuk menentang kerajaan. Namun aturan ini tidak hanya berlaku untuk Syiah, tidak sedikit ulama Wahabipun dipenjara oleh rezim dengan tuduhan mengganggu stabilitas negara. Diantaranya Syaikh Salman al Audah dan Syaik ‘Aidh al Qarni [penulis La Tahzan] pernah merasakan dinginnya jeruji besi, padahal keduanya bukan Syiah. Sementara ulama terkenal Syiah yang masih mendekam dipenjara sampai saat ini adalah Syaikh Nimr Baqir al Nimr.
Ketiga, dihari-hari tertentu, yang dianggap istimewa oleh Syiah, mereka melakukan majelis-majelis keagamaan. Termasuk pada hari Asyura. Meski karnaval peringatan Asyura dilarang dilakukan diareal terbuka, namun mereka tetap bisa melakukan di ruangan tertutup. Hadirin mencapai ribuan orang untuk mendengarkan ceramah-ceramah bertemakan Asyura dari ulama dan muballigh Syiah.
Dan ketika peringatan Asyura berlangsung, tidak ada diluar ruangan tersebut yang melakukan aksi demonstrasi minta acara Asyura itu dibubarkan, sebagaimana di Indonesia.
Syiah Saudi.
Keempat, Masjid Nabawi dan areal Baitullah terbuka untuk Syiah. Tidak ada larangan bagi mereka untuk memasukinya, yang menunjukkan fakta tidak terbantahkan bahwa mereka tetap dianggap muslim oleh otoritas Saudi.
Merekapun secara terbuka bebas melakukan tata cara shalat ala Syiah tanpa larangan, termasuk menyelenggarakan doa Kumayl bersama di areal masjid Nabawi setiap malam Jum’at. Syiahpun bebas keluar masuk disemua masjid diseantero Arab Saudi untuk shalat. Syiah bebas untuk bergabung dalam jamaah shalat, meskipun imam shalatnya Wahabi sekalipun, berbuka bersama saat Ramadhan dan mendengarkan ceramah-ceramah keagamaan.
Tidak ada satupun masjid di Arab Saudi yang memasang spanduk Syiah bukan Islam atau menetapkan aturan Syiah dilarang masuk masjid, tidak sebagaimana yang dilakukan disebagian kota tertentu di Indonesia, yang memasang spanduk anti Syiah dan mengharamkan Syiah mendekati masjid.
Syiah Saudi.
Kelima, meski Syiah secara umum ditekan rezim Saudi agar tetap berada digaris ekonomi menengah kebawah, namun tidak sedikit Syiah Saudi yang kaya dan menjadi pengusaha. Termasuk salah satu tokohnya diangkat sebagai menteri di kerajaan Arab Saudi. Anak yatim, janda dan fakir miskin tetap dapat santunan dari Kerajaan, apapun mazhabnya, termasuk warga Syiah.
Keenam, untuk mencegah tersebarnya dakwah Syiah, otoritas Saudi melakukan pelarangan ketat, agar Syiah hanya diberlakukan dikomunitas Syiah, dan dilarang tegas menyebarkannnya kepada komunitas Sunni.
Mufti-mufti Wahabi Saudi maupun para muballighnya secara demonstratif sering mengungkap kesesatan-kesesatan Syiah dimimbar-mimbar namun tidak sampai mengkafirkan secara terang-terangan meskipun mereka meyakini demikian.
Media-media Arab Saudi tidak pernah menyebut masjid Syiah sebagai kuil, atau menyebut ulama dan muballigh Syiah sebagai pendeta atau pastor ketika memberitakan kegiatan-kegiatan atau informasi mengenai Syiah, tidak sebagaimana yang sering tertulis secara provokatif dimedia-media anti Syiah di Indonesia.
Ketujuh, Syiah hidup normal di pemukiman-pemukiman mereka, tanpa gangguan, apalagi pengusiran. Tidak ada warga Saudi yang Syiah harus mengungsi di negerinya sendiri, karena kampung, masjid dan rumah-rumah mereka dibakar. Aksi bom bunuh diri di masjid Syiah, yang menewaskan puluhan orang jamaah shalat Jum’at, mendapat kecaman otoritas Arab Saudi dan akan mengusut tuntas pelakunya. Sekali lagi, media-media Saudi menyebut yang diledakkkan itu masjid, bukan kuil.
Jadi, aksi demonstrasi menentang peringatan Asyura, pemasangan spanduk anti syiah dimasjid-masjid, penyebutan kuil pada masjid Syiah, penyebutan pendeta/rahib pada ulama dan muballigh Syiah, pengusiran satu kampung warga Syiah sehingga menjadi pengungsi, itu hanya ada di Indonesia. Entah belajar dan mencontoh darimana?
Dikutip dari: Ismail Amin
(VoaIndonesia/syiahali/MahdiNews/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar