Syi’ah yakin bahwa Abu Talib, semenjak dari mula lagi percaya kepada Nabi Allah. Syi’ah mengikuti Ahl Bayt yang suci, mengakui dengan satu kepercayaan ‘Abu Talib tidak pernah menyembah berhala; dia adalah salah seorang dari keturunan Ibrahim.’ Pandangan yang sama juga telah dinyatakan di dalam buku sahih ulama Sunni.
Sebagai contoh, Ibn Athir berkata di dalam Jam’u’l-usul:, ‘Menurut dari Ahl Bayt, diantara semua bapa saudara Nabi, hanya Hamza, Abbas dan Abu Talib menerima Islam. Persetujuan umum Ahl Bayt mengenai sesuatu maksud hendaklah dianggap muktamad. Hadith-e-Thalaqain dan hadith yang lain dengan jelas membuktikan bahwa Nabi telah membuat kenyataan yang jelas mengenai ma’sumnya keluarga baginda. Mereka adalah seiring dengan al-Quran dan satu dari Thaqalain (perkara yang berat) yang Nabi telah tinggalkan sebagai punca petunjuk kebenaran untuk manusia. Adalah perlu bagi setiap muslim untuk patuh kepada mereka supaya mereka tidak akan tersesat.
Kedua, menurut dari kata-kata ‘Ahli sebuah rumah lebih mengetahui mengenai ahli keluarga mereka,’ keluarga yang suci ini, lebih mengetahui mengenai keimanan datuk mereka daripada Mughira bin Sha’ba, seorang Bani Umayya, Khariji dan Nasibi atau manusia jahil yang lainnya.
Adalah amat memeranjatkan bahwa (sebagian) ulama Sunni tidak menerima kenyataan dari Ahl Bayt Nabi, termasuk pemimpin bagi yang wara’, Amirul-Mukminin, yang mana keikhlasan dan kebenarannya telah diakui oleh Allah dan Nabi-Nya. Kesemuanya mengatakan bahwa Abu Talib meninggal sebagai seorang yang beriman. Sebagian tidak mempercayainya, tetapi menerima perkataan dari seorang yang telah disahkan pendusta dan keji, Mughira, dan sebagian Amawi, Khariji dan Nasibi.
Ibn Abi’l-Hadid Mu’tazali, seorang dari ulama Sunni yang terkenal, berkata di dalam Shahr-e-Nahju’l-Balagha, jilid III, ms 310: ‘Terdapat berbagai pendapat mengenai islamnya Abu Talib. Golongan Imamiya dan kebanyakan dari Zaidiyya berkata bahwa dia meninggalkan dunia ini sebagai muslim. Selain dari semua ulama Syi’ah, sebagian dari ulama Sunni yang utama, seperti Abu’l-Qasim Balkhi dan Abu Ja’far Askafi berpegang pada pendapat bahwa Abu Talib memeluk Islam, tetapi dia tidak nyatakan kepercayaannya, supaya dia dapat memberikan sepenuh sokongan kepada Nabi dan disebabkan oleh pengaruhnya, pihak penentang mungkin tidak menyekat usaha Nabi.’
Salah Pengertian Mengenai Pemalsuan Hadith Zuhzah Diperjelaskan
Adapun ‘Hadith Zuhzah’ yang mengatakan, ‘Abu Talib di dalam api neraka’ itu adalah hadith palsu yang direka pada masa Muawiya bin Abi Sufyan oleh musuh Nabi. Kemudian Bani Umayya dan pengikutnya telah meneruskan usaha itu untuk memalsukan hadith menentang Ali Ibn Abi Talib dan menyebarkannya kepada manusia. Pamalsu hadith Zuhzah adalah juga Mughira, seorang yang keji dan juga musuh Amirul-Mukminin.
Ibn Abi’l-Hadid di dalam Sharh-e-Nahju’l-Balagha, jilid III, ms 159-163; Mas’udi di dalam Muruju’z-Dhahab, dan ulama lain menulis bahwa Mughira telah melakukan perbuatan zina di Basra. Ketika saksi dibawakan kehadapan khalifa Umar, 3 dari mereka mengaku terhadapnya, tetapi yang keempat telah diajari untuk mengatakan sehingga kesaksiannya diragukan. Karena itu, yang 3 orang telah dijatuhkan hukuman dan Mughira dibebaskan. Pengarang hadith itu adalah seorang penzina dan pemabuk, yang mana perundangan agama hampir dijatuhkan keatasnya. Dia telah menciptakan hadith itu karena kebenciannya kepada Amirul-Mukminin dan untuk mengambil hati Muawiya. Kemudian Muawiya dan pengikutnya memperkukuhkan hadith palsu ini dengan pengakuan bahwa ‘Abu Talib di dalam neraka.’
Lebih-lebih lagi mereka yang ada kaitan dengan penyampaian hadith itu seperti Abdu’l-Malik Bin Umar, Abdu’l-Aziz Rawandi dan Sufyan Thawri, adalah penyampai yang lemah dan tidak boleh diterima. Fakta ini telah disahkan oleh ilmuan dan pengulas Sunni yang mashur, Zahl, yang telah menyatakan di dalam bukunya Mizanu’l-I’tidal, jilid II. Jadi bagaimana seseorang boleh bergantung kepada hadith yang sebegini, yang telah disampaikan oleh seorang yang terkenal pemalsu dan penyampai yang lemah?
Bukti Terhadap Keimanan Abu Talib
Terdapat banyak keterangan yang membuktikan keimanan Abu Talib.
[1] Nabi berkata di dalam hadith (cantuman dua jari), ‘Saya dan penyokong anak yatim bersama di dalam syurga seperti jari ini.’ Ibn Abi’l-Hadid juga menyampaikan hadith ini di dalam Sharh-e-Nahju’l-Balagha, jilid IV, ms 312, di mana dia berkata bahwa adalah nyata kenyataan Nabi tidak bermaksud semua penyokong anak yatim, oleh karena kebanyakan penyokong anak yatim adalah yang keji. Maka di sini Nabi maksudkan Abu Talib, dan datuknya yang mashur, Abdul-Muttalib, yang telah memelihara Nabi. Nabi telah dikenali di Makah sebagai anak yatim Abu Talib karena setelah kematian Abdul-Muttalib, Nabi, dari usia 8 tahun telah dipelihara oleh Abu Talib.
[2] Terdapat hadith yang terkenal yang telah disampaikan oleh Syi’ah dan Sunni dengan cara yang berlainan. Sebagian dari mereka berkata bahwa Nabi telah berkata: ‘Jibril datang kepada saya dan memberikan kabar gembira dengan perkataan ini, ‘Allah dengan pastinya telah kecualikan dari api neraka tempat peranakan dimana kamu telah dikeluarkan, tempuni yang menggandungi kamu, susuan yang menyusukan kamu dan paha yang memangku kamu.’ Mir Seyyed Ali Hamadani di dalam Mawaddatu’l-Qurba, Sheikh Sulayman Balkhi Hanafi di dalam Yanabiu’l-Mawadda, dan Qazi Shukani di dalam Hadith-e-Qudsi telah mengatakan bahwa Nabi berkata, ‘Jibril datang kepada saya dan berkata ‘Allah sampaikan salam kepada kamu dan berkata sesungguhnya Dia telah kecualikan dari api neraka tempat peranakan yang melindungi kamu, tempuni yang menanggung berat kamu dan pangkuan yang menyokong kamu.’
Laporan tersebut dan juga hadith dengan jelas membuktikan keimanan penyokong Nabi, terutama Abdul-Muttalib, Abu Talib dan isterinya Fatima bint Asad, dan juga bapa Nabi, Abdullah, dan ibunya, Amina binti Wahhab, dan ibu susuannya, Halima.
Syair Ibn Abil-Hadid pada Memuji Abu Talib
[3] Ilmuan terkenal Sunni, Izzu’d-din Abdu’l-Hamid Ibn Abi’l-Hadid Mu’tazali, menggubah syair berikut di dalam memuji Abu Talib. Mereka merekamkan di dalam Sharh-e-Nahju’l-Balagha, jilid III, ms 318, ‘Tanpa Abu Talib dan anaknya Ali ibn Abu Talib, Islam tidak mempunyai kecemerlangan atau kekuatan. Abu Talib melindungi Nabi di Makah serta menyokongnya, dan Ali pula di Madina. Abi Talib, dari arahan bapanya Abdul-Muttalib, terus menjaga Nabi dan Ali serta menyempurnakan tugas tersebut. Ketika Abu Talib meninggal dunia dengan kehendak Allah, ini tidak menyebabkan sebarang kerugian karena dia telah tinggalkan Ali sebagai kenangannya. Abu Talib telah memulakan perkhidmatan yang gemilang untuk Allah dan Ali telah menyempurnakannya karena Allah.
Kemuliaan Abu Talib tidak dapat dirusakkan oleh kenyataan yang jahil dari seseorang, atau oleh mereka yang ingin melenyapkan kemuliaannya, ianya tidak ubah seperti seseorang yang mengatakan hari siang yang terang benderang itu malam yang gelap gulita, dengan mengatakan gelap, tidak ada kesannya pada cahaya siang.’
Syair Abu Talib Membuktikan Keislamannya
[4] Syair Abu Talib yang digubahnya sendiri pada memuji Nabi adalah bukti yang nyata terhadap keimanannya. Sebahagian dari syair itu telah direkamkan oleh Ibn Abi’l-Hadid di dalam Sharh-e-Nahju’l-Balagha, jilid III, ms 316. Lebih lagi ulama Sunni seperti Sheikh Abu’l-Qasim Balkhi dan Abu Ja’far Askafi, telah menulisnya sebagai bukti untuk keimanan Abu Talib.
Abu Talib menulis,
‘Saya meminta pelindungan dari Allah, terhadap mereka yang membenci kami atau mengatakan yang buruk mengenai kami, dari mereka yang keji yang mencaci kami dan dari mereka yang mengaitkan perkara kepada agama yang kami telah jauhi.’ Saya bersumpah dengan rumah Allah bahwa dia berdusta yang mengatakan bahwa saya akan meninggalkan Muhammad, walaupun kami lagi memerangi musuhnya dengan pedang dan tombak.
Kami sesungguhnya akan menolong dia sehingga kami dapat menghancurkan musuhnya. Kami akan memberikan kepadanya pengorbanan yang akan melupakan kami kepada isteri dan anak-anak kami.
Cahaya dia adalah yang melalui kegemilangan cahaya wajahnya kami mendapat ribuan rahmat dari Allah.
Dia datang memberikan bantuan kepada yang yatim; dia adalah tempat perlindungan para janda. Yang tidak berkemampuan dari Bani Hashim datang kepadanya meminta bantuan dan telah dicurahi degan beberapa rahmat.
Saya bersumpah dengan diri saya bahwa saya mempunyai kecintaan yang amat kepada Ahmad. Saya cintakan dia seumpama sahabat yang lkhlas.
Saya dapati diri saya sesuai untuk dijadikan korban untuk dirinya, maka saya membantunya seolah dia adalah permata bagi manusia seluruh dunia, kutukan terhadap musuh dan rahmat bagi ummah.
Semoga Yang menjadikan alam ini menyokong dia dengan pertolongan-Nya dan juga agama-Nya, yang mana adalah jalan Allah, dan tidak terdapat padanya amalan yang salah.’
Terdapat syair khas dari Abu Talib yang Ibn Abil-Hadid rekamkan di dalam Sharh-Nahjul-Balagha, jilid III, ms 312, dan yang lainnya, telah disampaikan sebagai bukti kepada kepercayaannya. Di dalam syair itu dia berkata,
‘Manusia itu mengharap kami untuk menentang Islam dengan pedang dan tombak; mereka fikir kami akan membunuh Muhammad. Tetapi muka kami belum lagi diwarnakan darah dengan pertolongan mereka. Saya bersumpah dengan rumah Allah bahwa kamu telah mengatakan kepadaku pendustaan; semoga kamu ditimpa bencana. Hatim dan Zamzam mungkim diisi sehingga penuh dengan kepala terpotong. Kazaliman telah dilakukan kepada Muhammad, yang telah dihantar oleh Allah untuk memberi petunjuk kepada manusia. Dia telah diberkan Kitab, yang telah diwahyukan oleh Tuhan langit.’
Selain dari keterangan yang jelas, yang telah membuktikan keimanan Abu Talib, Ibn Abi’l-Hadid di dalam Sharh-e-Nahju’l-Balagha, jilid III, ms 315, menyebutkan syair berikut:
‘Kamu menjadi saksi adanya Allah! Saksikanlah bahwa sesungguhnya saya mengikuti agama Nabi Allah, Ahmad. Yang lain mungkin sesat di dalam agama mereka, tetapi saya adalah seorang yang mendapat petunjuk.’
_______________
Dikutip: Dialog Suni-Syi`ah di Peshawar
Swaramuslim Cyber Book
(dedyzulvita/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar