Dalam kitab Thabaqat Ibnu Saad disebutkan: "Ali menikah dengan Fatimah di bulan Rajab setelah kedatangan Nabi saw ke Madinah dan berlalunya lima bulan dari perang Badar. Pada saat itu, Fatimah berusia delapan belas setengah tahun."
Baihaqi dalam kitab Dalailun Nubuwwah meriwayatkan dari Ali as bahwa ia berkata, "Ketika orang-orang melamar Fatimah, pembantu wanita Nabi datang kepadaku dan bertanya, "Apakah kau tahu ada yang melamar Fatimah?" Waktu aku menjawab tidak tahu, dia berkata, "Apa gerangan yang menghalangimu melamar putri Nabi untuk menikah denganmu?" Aku jawab, "Aku tidak punya sesuatu apapun hingga aku bisa menikah." Ia berkata, "Apabila engkau datang sendiri menghadap Nabi dan melamar putrinya, pasti dia akan menikahkannya denganmu."
Bazzaz dengan sanad hasan meriwayatkan dari Buraidah: "Seseorang berkata kepada Ali, "Alangkah baiknya bila kau melamar putri Nabi. "Ali as lalu pergi menemui Nabi saw. Sesampainya di sana, Nabi saw bertanya, "Apa keperluanmu, wahai Ali?" Ali menjawab, "Aku ingin melamar Fatimah." Nabi saw bersabda, "Ahlan wa marhaban" dan tidak mengatakan hal lain. Orang-orang berkata, "Ketika Nabi menjawabmu dengan ucapan ini, berarti beliau menyetujui pernikahanmu."
Abu Dawud melalui Ikrimah meriwayatkan ucapan Ibnu Abbas bahwa ketika Ali hendak menikah dengan Fatimah, Nabi saw bersabda kepada Ali, "Wahai Ali, apa mahar yang akan kau berikan?" Ali menjawab, "Aku tidak memiliki apapun." Nabi lalu bertanya, "Lalu, di mana baju besi Hutami itu?" Ibnu Saad meriwayatkan hadis ini secara mursal dari `Ikrimah. Ia menambahkan bahwa Ali kemudian menyerahkan baju besi itu sebagai mahar nikah dengan harga empat ratus Dirham.
Ibnu Saad juga meriwayatkan dari `Alaba bin Ahmar Yasykari bahwa ketika Ali hendak menikah dengan Fatimah, ia menjual hewan miliknya dengan harga emapt ratus delapan puluh Dirham. Rasulullah bersabda, "Bagilah uang ini menjadi tiga bagian. Dua bagiannya kau gunakan untuk membeli minyak wangi dan bagian yang lain untuk membeli pakaian."[28]
Ibnu Saad meriwayatkan dari Atha`: Ketika Ali melamar Fatimah, Rasulullah meminta pendapat putrinya. Ketika Fatimah diam tidak menjawab, beliau lalu menikahkannya dengan Ali.[29]
Ibnu Majah meriwayatkan dari Ali: Malam hari ketika kau membawa putri Nabi ke rumahku, aku tidak memiliki alas tidur kecuali hanya sehelai kulit kambing.[30]
Bazzaz menukil dari Jabir, "Kami menghadiri acara pernikahan Ali dan Fatimah dan aku tidak pernah melihat pernikahan yang lebih baik dari itu. Kami mengisi ranjang dan kasur dengan kulit kurma. Hidangannya adalah kurma dan kismis.
Ibnu Saad meriwayatkan dari seseorang yang paman-pamannya berasal dari Anshar, "Nenekku bercerita kepadaku bahwa ia hadir di antara wanita-wanita yang mengantarkan Fatimah ke rumah Ali. Kami mengantarkan Fatimah ke rumah suaminya sambil membawa dua kain katun yang di atasnya ada gelang perak yang dilumuri safron hingga berwarna kuning. Memasuki rumah Ali, kami lihat sehelai kulit kambing yang belum disamak, bantal berisi kulit kurma, sebuah tempat air, sebuah saringan dan sebuah handuk."[31]
Referensi:
[28] Thabaqat Ibnu Saad, jilid 8, hal. 20.
[29] Ibid, hal. 21 (Dalam syariat Islam, diamnya gadis perawan cukup untuk menunjukkan persetujuannya. Namun bagi wanita bukan perawan, diamnya dia tidak cukup dan ia harus menjawab. Dengan hal ini, Rasulullah saw hendak mengajarkan bahwa tidak ada paksaan bagi anak perempuan untuk menikah. Memuliakan kedudukan anak perempuan adalah bermusyawarah dengannya, meski ayahnya adalah penghulu para nabi.
[30] Shahih Ibnu Majah, bab Zuhd, hal. 316.
[31] Thabaqat Ibnu Saad, jilid 8, hal. 14.
(alhassanain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar