Pertanyaan:
Mengapa Imam Ali As
melakukan kerjasama dengan Umar yang merupakan aktor utama atas
syahidnya istrinya? Dalam sejarah disebutkan bahwa Umar berulang kali
berkata, “Laula Ali lahalaka ‘Umar" (Sekiranya tiada Ali maka celakalah
Umar). Dengan sandaran kisah sejarah ini, sebagian Ahlusunnah
mengingkari syahadah Hadhrat Fatimah Zahra As. Bahkan saya mendengar
bahwa Imam Hasan dan Imam Husain As turut serta bersama Umar dalam
peperangan melawan Iran. Apabila hal ini ada benarnya, bagaimana Anda
menjelaskan kerjasama yang dilakukan ini?
Jawaban Global:
Imam
Ali As pada seluruh tingkatan hidupnya berusaha untuk merealisir
masalah terpenting berupa menjaga Islam dan perkembangannya. Baginda Ali
As mengerahkan seluruh wujudnya untuk mewujud hal ini. Kerja sama yang
dilakukannya juga untuk mewujudkan masalah ini dan mencegah pelbagai
tangan-tangan kotor musuh-musuh Islam yang ingin menodai kesucian Islam.
Tentu saja, kerja sama yang dijalin oleh Baginda Ali As tidak bermakna
sokongan terhadap para khalifah, lantaran pada pelbagai kesempatan
beliau melancarkan protes dan kritikan terhadap mereka. Sebagain
sebab-sebab kerja sama Imam Ali As dengan para khalifah adalah pertama,
mencegah pelanggaran hak-hak masyarakat. Kedua, memperkenalkan Islam
sejati. Ketiga, menciptakan persatuan di hadapan pelbagai ancaman dalam
dan luar negeri.
Jawaban Detil:
Sikap itsar
(altruis) dan mendahulukan kepentingan orang lain yang dipraktikkan
Imam Ali As untuk menjaga Islam telah terbukti bagi semua orang. Meski
menerima Islam pada awal-awal masa dakwah Rasulullah Saw bukan merupakan
sebuah hal yang mudah dan pelbagai jenis ancaman, bahaya, dan embargo
dialami oleh mereka yang memeluk Islam. Baginda Ali As adalah orang
pertama yang memeluk Islam ketika beliau masih berusia belia. Baginda
Ali As senantiasa menyertai langkah Rasulullah Saw, dalam pelbagai
kesusahan dan penderitaan semenjak masa bi’tsah. Pada malam
hijrah, Baginda Ali As tidur di pembaringan Rasulullah Saw sehingga
dapat mematahkan konspirasi orang-orang kafir yang berniat ingin
membunuh Rasulullah Saw. Setelah masyarakat mulai condong
kepada Islam, juga Imam Ali As ikut secara aktif pada pelbagai
peperangan dan berjuang sekuat tenaga, dengan jiwa dan raga membela
Islam dan hingga akhir usianya tidak pernah surut berupaya untuk
meninggikan panji Islam dan penyebarannya. Karena itu, kerjasama yang
dilakukan oleh Imam Ali As dengan para khalifah harus ditinjau dan
ditelisik dengan pelbagai tipologi yang dimiliknya seperti yang
disebutkan di atas.
Mengingat
bahwa falsafah imamah tidak melulu dan semata-mata bermakna menjadi
penguasa dan memerintah, melainkan bermakna menjaga Islam dan mencegah
kehancuran atau penyimpangannya, petunjuk bagi manusia, rujukan dalam
masalah agama dan keilmuan kaum Muslimin adalah di antara tugas-tugas
penting seorang imam. Imam Ali As memandang dirinya bertugas dan
berkompeten untuk menjaga agama Islam; dalam hal ini beliau menutup mata
atas kezaliman yang ditimpakan kepadanya. Sekaitan dengan hal ini, Baginda Ali As bersabda, “Demi Allah! Selagi
urusan kaum Muslimin berjalan lancar dan tidak terjadi kezaliman kepada
mereka aku akan berserah diri dan menutup mata dari kezaliman yang
menimpaku.”[1]
Sebagian alasan mengapa Imam Ali As bekerja sama dengan tiga khalifah sebelumnya:
1. Mencegah hak-hak masyarakat tidak dilanggar
Imam
Ali melibatkan diri pada kebanyakan persoalan tatkala beliau melihat
hak-hak orang lain dilanggar atas dasar keputusan dan ijtihad yang
keliru. Dengan keterlibatannya, Imam Ali As mencegah hak-hak masyarakat
tidak dilanggar. Sebagai contoh, tatkala Umar mengeluarkan hukum rajam
atas seorang wanita hamil yang dalam pandangannya telah melakukan zina.
Ketika Imam Ali As mendengar kasus ini, beliau berkata kepada Umar,
“Engkau tidak memiliki hak untuk membunuh janin wanita ini.” Dengan
perkataan ini, Imam Ali telah berhasil mencegah Umar untuk tidak merajam
dan membunuh wanita tersebut. Umar berkata, “Sekiranya tiada Ali maka
celakalah Umar.”[2] Sekiranya
Baginda Ali tidak turut campur dalam masalah ini atau masalah-masalah
yang serupa alangkah banyaknya orang-orang yang tidak berdosa akan
terbunuh akibat penilaian dan pengadilan yang keliru.
2. Memperkenalkan Islam sejati
Dengan
peringatan yang diberikan oleh Baginda Ali dan sikapnya dalam masalah
peradilan dan sebagainya pada hakikatnya beliau tengah memperkenalkan
dan mempertontonkan Islam hakiki dan hukum-hukum valid Islam kepada
masyarakat.
3. Menciptakan persatuan di hadapan pelbagai ancaman dalam dan luar negeri.
Sebelum
memikirkan kepentingan pribadinya sendiri, Baginda Amirul Mukminin Ali
As senantiasa memikirkan kepentingan Islam dan kaum Muslimin. Pasca
wafatnya Rasulullah Saw, agama Islam berhadapan dengan pelbagai ancaman
dari dalam dan luar negeri. Ancaman luar negeri dari demarkasi-demarkasi
Islam berasal dari pihak emperium Romawi dan Iran. Ancaman dalam negeri
adanya konspirasi-konspirasi kaum hipokrit. Pelbagai ancaman ini sangat krusial dan berpotensi akan mampu menghancurkan fondasi agama Islam. Karena
itu, Baginda Ali As berupaya mencegah perpecahan di tengah masyarakat
Islam dan membangun fondasi persatuan. Imam Ali As dalam sebuah suratnya
kepada Abu Musa Asy’ari: “Ketahuilah bahwa tak ada orang yang melebihi aku dalam merajut persatuan umat Muhammad Saw dan solidaritasnya.”[3]
Atas
dasar itu, untuk menjaga persatuan umat Islam, beliau bekerjasama
dengan para khalifah dan menjadi penasihat bagi mereka. Baginda Ali As
sendiri menjelaskan alasan mengapa beliau menjalin kerjasama dengan para
khalifah pada masanya dalam sebuah surat sebagai berikut: “Demi
Allah, tak pemah terpikir olehku, dan aku tak pemah membayangkan, bahwa
pasca Nabi Saw orang Arab akan merebut kekhalifahan dari Ahlulbait,
tidak pula bahwa mereka akan mengambilnya dariku pasca beliau, tetapi
secara mendadak aku melihat orang mengelilingi lelaki itu untuk
membaiat. Oleh karena itu, aku menahan tanganku hingga aku melihat bahwa
banyak orang sedang menghindar dari Islam dan berusaha untuk
menghancurkan agama Muhammad Saw. Lalu aku khawatir bahwa apabila aku
tidak melindungi Islam dan umatnya lalu terjadi di dalamnya perpecahan
atau kehancuran, hal itu akan merupakan suatu pukulan yang lebih besar
kepadaku daripada hilangnya kekuasaan atas Anda, yang bagaimanapun
(hanyalah) akan berlangsung beberapa hari yang darinya segala sesuatu
akan berlalu sebagaimana berlalunya bayangan, atau sebagai hilangnya
awan melayang. Oleh karena itu, dalam peristiwa-peristiwa ini aku
bangkit hingga kebatilan dihancurkan dan lenyap, dan agama mendapatkan
kedamaian dan keselamatan.[4]
Dari
rentetan kalimat yang tertuang dalam surat ini dapat disimpulkan bahwa
dalam pelbagai peperangan yang terjadi untuk membela dan menyebarkan
Islam pada masa para khalifah lantaran terkait dengan nasib agama Islam,
Imam Ali As memberikan nasihat kepada mereka dan mengutus putra-putra
terbaiknya ke medan perang sebagaimana hal ini disebutkan dalam
literatur-literatur sejarah.[5]
Adapun
terkait dengan keterlibatan Imam Hasan dan Imam Husain As dalam
peperangan melawan Iran kita tidak memiliki dalil standar dan muktabar.
Dengan semua kerja sama ini, pada pelbagai kesempatan yang tepat, Imam
Ali As tetap melancarkan protes dan ketidakrelaannya kepada mereka
terkait dengan masalah khilafah yang menjadi haknya.
Referensi:
[1]. Sayid Ja’far Murtadha Amili, Tahlil az Zendegâni Siyâsi Imâm Hasan Mujtaba As, terjemahan Muhammad Sepehri, Cetakan Kelima, Qum, Muasassah Bustan-e Kitab, 1385 S.
[2]. Allamah Hilli, Kasyf al-Murâd, hal. 512, Cetakan Kesepuluh, Muassasah al-Nasyr al-Islamiyah, Qum, 1425 H.
[3]. Nahj al-Balâgha, Surat 78.
[4]. Nahj al-Balâgha, Surat 62.
[5]. Dahlan, al-Futuhât al-Islâmiyah, jil. 1, hal. 175, Nasyir Mustafa Muhammad, Mesir.
(islamquest/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar