Asma' binti Umais Khats'ami adalah sosok wanita yang cemerlang dalam sejarah Islam. Dia ikut andil dalam banyak peristiwa pada awal-awal kenabian di Mekah, begitu juga dalam peristiwa-peristiwa di Madinah sampai wafatnya Nabi saw. Sedikit keluarga yang lebih berkah dari keluarga ini dari sisi memilih menantu laki dan membela risalah. Dia sendiri adalah istri Ja'far Thayar bin Abu Thalib dan saudari seibunya (Maimunah), istri Rasulullah saww, Umu Fadhil istri Abas bin Abdul Mutholib, dan saudarinya yang lain (Salma binti Umais) istri Hamzah, sayidus syuhada'.
Dengan demikian suami pertamanya adalah Ja'far saudara Amirul Mu'minin Ali as.[41] Ibnu Atsir menulis: Ja'far bin Abi Thalib masuk Islam tak lama setelah saudaranya Ali as. Dan diriwayatkan bahwa dia melihat Abu Thalib, Rasulullah saw dan Ali as sedang menunaikan shalat. Ali berdiri di sebelah kanan Nabi saw. Dia berkata kepada Ja'far: "Kau juga jadilah sayap yang lain untuk putra pamanmu dan shalatlah di sebelah kirinya." Dan Ja'far mengamalkan saran saudaranya. Kemudian Ja'far masuk Islam sebelum Rasulullah pergi ke rumah Arqam dan menyebarkan Islam di sana.[42]
Asma' binti 'Umais dengan beberapa umat Islam lainnya atas perintah Rasul saw berhijrah ke Habasyah di bawah pimpinan suaminya pada tahun ke lima bi'tsat. Suaminya adalah juru bicara Islam di kerajaan Najasi.
Dengan bacaan ayat-ayat suci al Qur'an surat Maryam, ia telah menimbulkan revolusi dalam hati dan jiwa raja Masehi (Kristen ) Habasyah. Dia menangis ketika ayat 24 dan 25 dibacakan:
وَ هُزِّيْ إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا فَكُلِيْ وَ اشْرَبِيْ وَ قَرِّيْ عَيْنًا...
"Dan orang-orang sekitarnyapun dibuatnya menangis dan …….."
Di Habasyah Asma' melahirkan seorang putra yang diberi nama Abdullah. Abdullah bin Ja'far adalah suami Zainab al-Kubra. Dengan demikian, Asma' juga memiliki kebanggaan sebagai ibu mertua dari putri Ali as Zainab. Dan kebanggaan ini menambahi kebanggaan-kebanggaan yang telah dia raih selama ini.
Dia dan suaminya serta para muhajir yang lain kembali ke Madinah pada tahun ke tujuh Hijriah. Yaitu pada hari kemenangan Kaibar di tangan orang-orang perkasa tiada tanding, seperti pahlawan Islam Ali as. Nabi saw menyambut mereka dan mencium kening Ja'far, kemudian bersabda: "Aku tidak tahu mana yang lebih membahagiakanku dari dua kejadian ini kedatangan Ja'far atau kemenangan Khaibar?"[43] Wahai masa, seberapa banyak orang-orang mulia keluarga nabi yang kau pisahkan dari Rasul saww, dimana kesedihan karena kehilangan mereka membuat gunung hancur berkeping-keping. Dulu dalam perang Uhud Hamzah dan sekarang di tahun ke delapan Hijriah Ja'far.
Ya, surya cemerlang yang penuh cahaya, saudara Ali, pemimpin perang yang gagah dan ikhlas, suami Asma' yang penuh pengorbanan, dengan berbagai keutamaan serta kemuliaan pada bulan Jumadil Awal tahun delapan Hijriah syahid dalam perang Mu'tah di usia 41 tahun. Rasulullah saw beserta putrinya dan Asma'binti 'Umais mendatangi jenazah Ja'far. Keduanya menangis lalu Rasulullah saww bersabda: "Orang seperti Ja'far layak ditangisi."
Kemudian Nabi saww memerintahkan Fathimah untuk menyediakan makanan dan melayani keluarga Ja'far selama tiga hari. Beliau berkabung atas kepergian Ja'far dan pemimpin perang lainnya yang syahid di Mu'tah. Dan mereka selalu dikenang dengan baik. [44]
Jibril dalam rangka meyampaikan ucapan bela sungkawa dari Allah SWT datang kepada Nabi Muhammad saw, dan memberitahukan bahwa Ja'far diberi gelar Thoyar. Asma' dari Ja'far memiliki tiga putra, mereka adalah Abdullah, Muhammad dan 'Aun. Yang dua terahir ini syahid di Karbala (menurut pengakuan Mas'udi dalam Muruju Al-Dzahab).
Setelah kesyahidan Ja'far, Asma' diperistri oleh Abu Bakar dimana darinya ia mendapatkan seorang putra yang diberi nama Muhammad (Muhammad bin Abu Bakar). Sejak masih bayi, ia diberi makan susu yang dipenuhi dengan cinta ahlul bait dan dengannya pula ia dididik. Ia tidak mengenal ayah lain untuk dirinya selain Ali as. Dalam hal ini, Ali juga berkata: "Muhammad adalah putraku dari sulbi Abu Bakar."
Qosim adalah seorang putra Muhammad bin Abu Bakar dan ia seorang alim dan faqih di Hijaz. Dia mempunyai seorang putri yang bernama Umu Farwah, yang kemudian diperistri oleh Imam Baqir as, dan darinya lahirlah Imam Shadiq as.
Muhammad bin Abu Bakar diangkat menjadi gubernur di Mesir dan syahid di tangan Mu'awiah bin Hudaij pada tahun 38 Hijriah. Ia dibunuh dengan sangat menyedihkan (pembunuh Muhammad bin Abu Bakar adalah seorang laki-laki terkutuk dan kotor dan dia selalu menghina Ali as).
Ketika berita kesyahidan Muhammad sampai ke telinga saudarinya Aisyah, ia menangis dan meratapi kesyahidannya. Sejak saat itu, ia selalau melaknat dan mengutuk orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan saudaranya, termasuk Mu'awiah bin Hudaij dalan setiap shalatnya.
Ibrahim Tsaqafi (meninggal tahun 283 Hijriah) dalam kitab al Gharat menulis: Abu Ishaq mengatakan: "Ketika berita kesyahidan Muhammad bin Abu Bakar dan apa-apa yang telah menimpanya sampai kepada ibunya Asma' binti 'Umais, ia menahan dan menelan kesedihannya dan pergi ke mihrabnya (tempat sholat). Dan tiba-tiba darah keluar dari kedua susunya."[45]
Surat-surat Ali as dalam Nahjul Balaghah dan surat-surat ucapan bela sungkawanya setelah kesyahidan Muhammad adalah pertanda kecintaan Imam yang teramat dalam kepadanya. Abdullah bin Abas dari Bashrah datang kepada Ali as dan mengucapkan belasungkawa atas kesyahidan Muhammad bin Abu Bakar kepadanya.
Dia berkata: "Anda sangat menyesalkan dan sedih dengan meninggalnya Muhammad bin Abu Bakar?" Imam menjawab: "Betapa aku tidak bersedih, sedangkan dia adalah didikanku. Dia adalah saudara anak-anakku dan aku adalah ayahnya dan dia sudah kuanggap sebagai anakku." (Sumber yang sama, hal. 109).
Abu Bakar meninggal tahun tiga belas Hijriah pada malam selasa bulan Jumadil Akhir dalam usia 63 tahun. Beliau lahir tiga tahun setelah tahun gajah dan menjadi khalifah setelah Nabi saw selama dua tahun tiga bulan sepuluh hari.
Abu Bakar memiliki tiga putra dan dua putri; mereka ialah: Abdullah, Abdurrahman, Muhammad, Asma' Dzatu al Nuthaqin, ibunya Abdullah bin Zubair, umurnya mencapai seratus tahun dan ia buta di akhir hayatnya.
Setelah Abu Bakar meninggal, Amirul Mu'minin Ali as menikah dengan Asma' binti 'Umais, dan darinya lahirlah Yahya. Ia tercatat dalam penutup setiap kitab yang menulis tentang nasab keluarga Abu Thalib.
Asma' binti 'Umais tidak pernah lalai dan lupa untuk menghibur anak-anak Ali as setelah kepergian Fathimah. Dia sadar bahwa ia sudah memasuki keluarga Ali as. Dia adalah istri yang baik bagi Imam dan ibu yang penuh kasih sayang untuk anak-anak Fathimah sa . Keberadaan Asma' sebelum menikah dengan Ali as di sisi Fathimah yang sedang sakit, mendengarkan keluhan-keluhan hati dan wasiat-wasiatnya adalah pertanda kedudukannya yang tinggi dalam keluarga Nabi saw dan para imam as. Sampai Amirul Mu'minin syahid, Asma' masih hidup.
Referensi:
[41] Abu Thalib mempunyai empat putra dari Fathimah binti Asad, masing-masing berjarak sepuluh tahun. Dan Ali as adalah anak yang terahir (bungsu) dan yang paling utama dari saudara-saudaranya yang lain adalah: Thalib, Aqil, Ja'far dan Ali as.
[42] Usdu al-Ghabah, jilid 1, hal. 287.
[43] Usdu al-Ghabah, halaman yang sama, al Itsi'ab, jilid 1, hal. 210.
[44] Bihar, jilid 21, hal 54, Maghazi dan Aqdi, jilid 2, hal. 766.
[45] Al Gharat, hal. 104-terjemahan Abdul Muhammad Aiti.
(alhassanain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar