SELAMAT DATANG DI AHLUL BAIT NABI SAW

AHLUL BAIT NABI SAW: Media Agama Dan Hati Umat Islam * Media Persatuan dan Kesatuan Sunni Dan Syiah


Inilah Imam Ali bin Abi Thalib as. Seorang figur dan pribadi agung di kalangan umat manusia. Dikenal akrab dengan nilai-nilai kedermawanan, kecerdasan, keadilan, kezuhudan, dan jihad. Dalam dunia Islam, tak seorang dari sahabat Rasulullah saw. yang dapat menandingi sebagian karakteristiknya ini, apalagi seluruh karakteristik tersebut. Karakteristik dan sikap-sikapnya mengungguli seluruh bangsa dunia, baik dari kalangan muslimin maupun selain muslimin. Mereka seluruhnya sepakat bahwa di sepanjang sejarah dunia Arab maupun non-Arab, tak ada seorang pun yang dapat menandinginya kecuali saudara dan putra pamannya, Nabi Muhammad saw.


Berikut ini akan kami paparkan sebagian dimensi kehidupan dan karakteristik Imam Ali bin Abi Thalib as. secara ringkas.


Putra Ka‘bah

Sejarawan sepakat bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. lahir di dalam Ka‘bah yang suci.[1] Tak seorang pun di dunia ini yang lahir di dalam Ka‘bah. Hal ini adalah pertanda keagungan dan ketinggian kedudukannya di sisi Allah swt. Sehubungan dengan itu, Abdul Bâqî Al-‘Amrî, seorang penyair berkata,
Engkaulah sang agung dijunjung tinggi,
Lebih agung darimu di kota Mekah tiada lagi,
Engkau dilahirkan di Baitullah yang suci.

Saudara Rasulullah saw. dan pintu kota ilmunya ini lahir di dalam rumah Allah yang paling suci. Dengan demikian Imam Ali as. dapat menerangi jalan penduduk sekitarnya, menegakkan bendera tauhid, dan menyucikan Baitullah itu dari setiap berhala dan patung. Di sana ia menjadi pengayom orang-orang asing, saudara orang-orang fakir, dan tempat berlindung orang-orang yang ditimpa kesusahan ini lahir di dalam rumah yang agung dan suci. Dalam rangka inilah Imam Ali as. dapat menebarkan keamanan, ketentraman, dan kebahagiaan dalam kehidupan mereka, serta memus-nahkan kemiskinan dari dunia mereka. Ayahnya, sang mukmin Quraisy dan singa padang pasir, menamainya Ali. Sebuah nama yang paling bagus dan indah. Sebuah nama yang tinggi dalam kedermawanan dan keje-niusan, dan tinggi pula dalam kekuatan dan potensi cemerlang di bidang ilmu pengetahuan, adab, dan keutamaan yang dianugerahkan Allah kepa-danya. Penegak keadilan Islam ini dilahirkan pada hari Jumat, 13 Rajab, 30 tahun setelah tahun Gajah, atau 12 tahun sebelum pengangkatan Rasulullah saw. sebagai nabi.[2]


Gelar Kehormatan

Imam Ali bin Abi Thalib as. memiliki banyak gelar. Semua itu meref-leksikan keunggulan karakteristiknya. Di antara gelar-gelar itu adalah berikut ini:

1. Ash-Shiddîq (Orang yang Jujur)[3]
Imam Ali bin Abi Thalib as. memiliki delar Ash-Shiddîq (orang yang jujur), karenanya adalah orang pertama yang membenarkan Rasulullah saw. dan yang beriman kepada seluruh ajaran yang dibawanya dari sisi Allah swt.
Imam Ali as. pernah berkata: “Aku adalah Ash-Shiddîq Al-Akbar (orang jujur yang teragung). Aku telah beriman sebelum Abu Bakar beriman dan aku masuk Islam sebelum ia masuk Islam.”[4]

2. Al-Washî (Penerima Wasiat)
Imam Ali as. juga memiliki gelar Al-Washî (penerima wasiat), karenanya adalah washî Rasulullah saw. Gelar ini diberikan langsung oleh Rasulullah saw. kepadanya. Rasul saw. bersabda: “Sesungguhnya washî-ku, tempat rahasiaku, orang yang terbaik dan terutama yang kutinggalkan setelahku, pelaksana janjiku, dan yang melunasi utang-utangku adalah Ali bin Abi Thalib as.”[5]

3. Al-Fârûq (Pembeda Hak dan Batil)
Imam Ali as. diberi gelar Al-Faruq, karena beliaulah pembeda antara yang hak dan yang batil. Gelar ini disimpulkan dari beberapa hadis Rasulullah saw. yang menekankan masalah ini.
Abu Dzar dan Salman Al-Farisi meriwayatkan bahwa Nabi Mu-hammad saw. menggandeng tangan Ali seraya bersabda: “Sesungguhnya orang ini—yaitu Ali bin Abi Thalib—adalah orang pertama yang beriman kepadaku. Ia adalah orang pertama yang akan bersalaman denganku di Hari Kiamat nanti. Ia adalah Ash-Shiddîq Al-Akbar, dan ia adalah Al-Faruq umat ini yang membedakan antara yang hak dan yang batil.”[6]

4. Ya‘sûbuddin (Tonggak Agama)
Secara etimologis, Al-ya‘sûb berarti pemimpin lebah. Kemudian nama ini diberikan kepada seseorang yang menjadi pemimpin sebuah kaum. Ya‘sûb adalah sebuah gelar yang diberikan oleh Rasulullah saw. kepada Imam Ali bin Abi Thalib as. Rasulullah saw. pernah bersabda: “Orang ini—sembari menunjuk Ali bin Abi Thalib—adalah tonggak dan pemimpin (ya‘sûb) orang-orang yang beriman, sedang harta adalah tonggak dan pemimpin orang-orang yang zalim.”[7]

5. Amirul Mukminin (Pemimpin Orang-Orang Beriman)
Salah satu gelar Ali bin Abi Thalib as. yang terkenal adalah Amirul Mukminin. Gelar ini diberikan oleh Rasulullah saw. kepadanya.
Abu Nu‘aim meriwayatkan sebuah hadis dari Anas bahwa Rasu-lullah saw. bersabda: “Hai Anas, tuangkanlah air wudu untukku!” Setelah berwudu, Rasulullah saw. mengerjakan salat dua rakaat. Seusai salat, be-liau bersabda: “Hai Anas, orang yang pertama kali masuk menjumpaimu melalui pintu ini adalah Amirul Mukminin, Sayidul Muslimin, pemimpin orang-orang yang putih bercahaya, dan penutup para washî.”
Anas berkata: “Aku memanjatkan doa: ‘Ya Allah, pilihlah ia kaum Anshar.’ Aku menyembunyikan keinginanku itu. Tidak lama berselang, datanglah Ali bin Abi Thalib as. Rasulullah saw. Bertanya: ‘Siapakah orang itu, hai Anas?’ ‘Ali bin Abi Thalib, ya Rasulullah’, jawabku pendek. Mendengar jawAbânku itu, Rasulullah saw. segera bangkit untuk me-nyambut dan memeluk Ali bin Abi Thalib. Lantasnya mengusap seluruh keringat yang mengalir di wajahnya dan juga mengusap seluruh keringat yang mengucur di wajah Ali bin Abi Thalib. Ali as. bertanya (terheran-heran): ‘Hai Rasulullah, kali ini aku melihatmu tengah menerimaku sengan cara yang belum pernah kulihat sebelumnya?’ Rasulullah saw. Menjawab: ‘Apakah yang menghalangiku untuk melakukan itu? Engkau adalah orang yang akan memenuhi seluruh amanatku, menyampaikan seruanku kepada masyarakat, dan menjelaskan segala pertikaian yang mereka lakukan sepeninggalku.’”[8]

6. Hujjatullah (Hujah Allah)
Salah satu gelar agung Ali bin Abi Thalib as. adalah Hujatullah (hujah Allah). Ia adalah hujah Allah swt. untuk seluruh umat manusia yang ber-tugas memberi petunjuk mereka ke jalan yang lurus. Gelar ini pun juga diberikan langsung oleh Rasulullah saw. kepadanya. Rasulullah bersabda: “Aku dan Ali adalah hujah Allah swt. untuk seluruh hamba-Nya.”[9]

Itu adalah sebagian gelar mulia yang dimiliki oleh Imam Ali bin Abi Thalib as. Kami telah menyebutkan enam gelarnya yang lain dalam kitab kami yang berjudul Mawsû‘ah Al-Imam Amiril Mukminin (Ensiklopedia Imam Ali bin Abi Thalib as.), jilid pertama. Dalam buku ini, kami juga memaparkan julukan dan karakteristiknya secara mendetail.


Masa Pertumbuhan

Pada masa kanak-kanak, Imam Ali bin Abi Thalib as. diasuh oleh ayahnya, Abu Thalib, sang singa padang pasir dan mukmin Quraisy itu. Sang ayah adalah seorang figur dalam setiap kemuliaan, keutamaan, dan keagungan. Di samping itu, Imam Ali as. juga mengenyam pendidikan dari Ibunda tercinta, Fathimah binti Asad. Pada masa hidupnya, Fathimah adalah teladan kaum wanita dalam kehormatan, kesucian dan keluhuran budi pekerti. Sang ibunda telah mendidik anaknya dengan akhlak yang mulia, adat istiadat yang terpuji, dan tata krama yang luhur.


a. Di Bawah Asuhan Rasulullah saw.

Nabi Muhammad saw. mengasuh Imam Ali as. sejak masih kanak-kanak. Ketika Abu Thalib, paman Rasulullah saw., tengah mengalami kesulitan ekonomi, Rasulullah pergi menjumpai dua pamannya yang lain, Hamzah dan Abbâs. Rasulullah saw. menjelaskan kondisi ekonomi Abu Thalib kepada kedua paman itu. Ia meminta agar mereka dapat membantu menanggung beban hidup yang sedang diderita oleh Abu Thalib. Kedua paman memenuhi permintaan Rasulullah. Abbâs mengambil Thalib dan Hamzah mengambil Ja‘far. Sedangkan Rasulullah saw. sendiri mengambil Ali untuk diasuh. Sejak saat itu, Ali berada di bawah asuhan dan kasih sayang Rasulullah saw. Rasulullah saw. menanamkan dasar-dasar keyaki-nan, nilai-nilai yang luhur, dan suri teladan yang terpuji dalam jiwa Ali as. Dengan demikian, Ali as. telah mengenal Islam dengan baik dan beriman kepadanya dari sejak usia muda.

Ali as. adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah saw. Karena itu, ia memiliki akhlak yang dimiliki oleh Rasulullah saw. dan paling mengerti tentang risalah yang ia emban. Ali as. pernah mencerita-kan bagaimana Rasulullah merawat dirinya dan betapa dekat hubungan-nya dengannya. Ali as. berkata: “Sesungguhnya kamu telah mengetahui kedudukanku di sisi Rasululah. Aku memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat dan kedudukan yang istimewa di sisinya. Ia mele-takkanku di pangkuannya ketika aku masih kecil. Ia mendekapku ke dadanya, menidurkanku di tempat tidurnya, menempelkanku ke badan-nya, dan mencium keningku. Ia mengunyah makanan untukku kemudian menyuapkannya ke mulutku. Aku sama sekali tidak pernah mendapati ia berdusta dan melakukan kesalahan dalam tingkah lakunya. Aku senantiasa mengikutinya seperti seekor anak unta mengikuti induknya. Setiap hari, ia menunjukkan kepadaku akhlak-akhlaknya yang mulia dan menyuruhku untuk mengikutinya.”

Betapa erat hubungan Rasulullah saw. dengan Imam Ali as. Nabi Muhammad saw. telah mengasuh Imam Ali as. dengan penuh kelem-butan dan kasih sayang, dan dengan pendidikan yang luhur.


b. Pembelaan Imam Ali Terhadap Rasulullah saw.

Ketika Rasulullah saw. menciptakan sebuah revolusi spektakuler yang memporak-porandakan dan menghancurkan kultur dan adat istiadat Jahiliyah, bangsa Quraisy bangkit untuk menentangnya. Mereka berusaha untuk memadamkan revolusi ini dengan berbagai sarana dan prasarana yang mereka miliki. Bahkan, mereka pun menggerakkan anak-anak kecil untuk melempari Rasulullah saw. dengan batu. Ketika itu, Imam Ali as—yang masih kanak-kanak—berada di sisi Rasulullah saw. Ia berusaha menjaga Rasulullah dari serangan mereka sembari menghalau mereka dengan pukulan dan tangkisan. Begitu anak-anak kecil itu melihat Imam Ali berada di sisi Rasulullah sedang membelanya, mereka kabur men-jumpai ayah mereka dengan perasaan takut dan malu.


c. Sang Muslim Pertama

Para sejarawan dan perawi hadis sepakat bahwa Imam Ali as. adalah orang pertama yang beriman kepada Rasulullah saw. dan memenuhi panggilannya dengan suara lantang. Ali as. mendeklarasikan kepada masyarakat bahwa ia adalah orang pertama yang menyembah Allah swt. kala itu. Ia berkata: “Sungguh aku menyembah Allah swt. sebelum se-orang pun dari umat ini menyembah Allah.”[10]

Para sejarawan dan perawi hadis juga sepakat bahwa Imam Ali sama sekali tidak pernah disentuh oleh kotoran Jahiliyah. Ia juga sama sekali tidak pernah sujud kepada berhala, sedangkan selainnya pernah sujud kepada berhala.

Al-Muqrizî berkata: “Ali bin Abi Thalib Al-Hâsyimî sama sekali tidak pernah menyekutukan Allah swt. Hal itu karena Allah swt. Meng-hendaki kebaikan atasnya. Karena itu, Dia menentukan supaya Ali diasuh oleh putra pamannya, junjungan para nabi, Rasulullah saw.”[11]
Perlu ditegaskan di sini bahwa Ummul Mukminin Sayidah Khadijah memeluk Islam bersamaan dengan Imam Ali bin Abi Thalib as. menganut Islam. Ali as. bercerita tentang keimanan dirinya dan keimanan Khadijah kepada Islam seraya berkata, ”Ketika itu, tidak ada satu rumah pun yang menghimpun penghuninya untuk memeluk Islam selain Rasu-lullah dan Khadijah, dan aku adalah orang yang ketiga.”[12]

Ibn Ishâq berkata: “Ali as. adalah orang pertama yang beriman kepada Allah swt. dan kepada Muhammad Rasulullah saw.”[13]
Ketika memeluk agama Islam, Ali as. masih berusia tujuh tahun. Menurut sebagian pendapat, ia sudah berusia sembilan tahun.[14]
Dengan uraian ini jelas bahwa Imam Ali as. adalah orang pertama yang memeluk Islam, dan hal ini disepakati oleh kaum muslimin. Ini adalah sebuah kemuliaan dan kebanggaan tersendiri baginya.


d. Kecintaan kepada Rasulullah saw.

Imam Ali bin Abi Thalib as. sangat mencintai Rasulullah saw. Seseorang pernah bertanya kepada Ali as. tentang sejauh mana kecintaannya kepada Rasulullah saw. Ali as. menjawab: “Demi Allah, Rasulullah saw. adalah orang yang lebih kami cintai daripada harta, anak, dan ibu kami. Bahkan, daripada air yang sejuk kami miliki ketika kehausan.”[15]
Salah satu manifestasi kecintaan Imam Ali as. kepada Nabi Muham-mad saw. adalah peristiwa berikit ini:
Pada suatu hari, Imam Ali as. memasuki sebuah kebun kurma. Pemilik kebun kurma berkata kepadanya: “Maukah kamu menyirami pohon-pohon kurma ini, dan untuk setiap satu ember air, kamu akan mendapatkan upah satu biji kurma?” Imam Ali as. bergegas menyirami pohon-pohon kurma itu. Pemilik pohon kurma memberikan upahnya, dan upah itu terkumpul sebanyak segenggam kurma. Lantas, Imam Ali as. bergegas menghadap Rasulullah saw. dan memberikan segenggam kurma itu kepadanya.[16]
Bukti kecintaan Imam Ali as. kepada Rasulullah saw. yang lain ialah  Imam Ali as. senantiasa berkhidmat dan berusaha untuk memenuhi seluruh hajat Rasulullah saw. Kami telah memaparkan sebagian bukti ini dalam buku kami yang berjudul Mawsû‘ah Al-Imam Amiril Mukminin (Ensklopedia Imam Amirul Mukminin as.).


e. Yawm Ad-Dâr (Hari Pembelaan)

Imam Ali as. senantiasa mengikuti Rasulullah saw. hingga ia dewasa. Pada suatu hari, Rasulullah saw. mendeklarasikan dakwah Islam dan mendapat perintah dari Allah swt. untuk memyampaikan risalah Ilahi kepada sanak keluarganya. Rasulullah saw. memanggil Ali as. dan menyuruhnya untuk mengundang mereka. Di antara para undangan itu terdapat paman-pamannya. Yaitu Abu Thalib, Hamzah, Abbâs, dan Abu Lahab. Ketika mereka telah hadir dan berkumpul, Ali as. menyajikan hidangan. Para undangan menikmati hidangan, dan hidangan itu tak sedikit pun berkurang. Setelah usai menikmati hidangan, Rasulullah saw. bangkit dan mengajak mereka untuk memeluk agama Islam dan mening-galkan penyembahan berhala. Ucapan Rasulullah diputus oleh Abu Lahab. Ia berkata kepada hadirin: “Sesungguhnya kamu semua telah disi-hir oleh Muhammad.”

Pertemuan ini berakhir tanpa membuahkan suatu hasil apapun. Pada hari berikutnya, Rasulullah saw. mengadakan pertemuan untuk yang kedua kalinya. Ketika para undangan telah hadir dan berkumpul, mereka menikmati hidangan yang disuguhkan. Setelah usai menikmati hidangan itu, Rasulullah saw. berdiri untuk menyampaikan pidato. Ia berkata: “Hai Bani Abdul Muthalib, demi Allah, sungguh aku belum pernah mengenal seorang pemuda Arab yang datang kepada kaumnya dengan membawa misi yang lebih baik daripada misi yang telah kubawa untuk kamu semua. Aku datang membawa kebaikan dunia dan akhirat untukmu. Allah swt. telah memerintahkan kepadaku untuk mengajakmu menggapai kebaikan itu. Siapakah di antara kamu yang siap membantuku atas urusan ini dan ia akan menjadi saudara, washî, dan khalifahku untuk kamu semua?”

Para hadirin diam seribu bahasa seolah-olah di atas kepala mereka bertengger seekor burung. Imam Ali as. segera memjawab, sekalipun saat itu usianya masih sangat muda. Dengan penuh semangat ia berkata: “Aku, wahai nabi Allah. Aku siap menjadi pembelamu.”

Lantas Rasulullah saw. memegang pundak Ali seraya berkata kepada hadirin: “Sesungguhnya orang ini adalah saudara, washî, dan khalifahku untuk kamu semua. Karena itu, dengarkan dan taatilah segala perintah-nya.”

Mendengar ucapan itu, seluruh hadirin serentak berteriak sembari mengejek Abu Thalib seraya berkata: “Muhammad telah menyuruhmu untuk mendengar dan menaati anakmu.”[17]

Para perawi hadis sepakat atas kesahihan peristiwa ini. Peristiwa ini adalah dalil yang gamblang atas kepemimpinan (imâmah) Imam Ali bin Abi Thalib as. Hadis Rasulullah saw. dalam peristiwa ini menegaskan bahwa Imam Ali as. adalah wazir dan pembantu, washî dan khalifah Rasu-lullah saw. Kami telah memaparkan penjelasan hadis ini secara mendetail dalam buku kami yang berjudul Mawsû‘ah Al-Imam Amiril Mukminin (Ensklopedia Imam Amirul Mukminin as.), jilid 1.


f. Di Syi‘ib (Lembah) Abu Thalib

Bangsa Quraisy yang kafir sepakat untuk memboikot Nabi Muhammad saw. di Syi‘ib Abu Thalib. Mereka memaksanya untuk tinggal di sana agar tidak dapat melakukan interaksi dengan masyarakat. Tujuannya, agarnya tidak memiliki kesempatan untuk merubah keyakinan dan membersihkan otak masyarakat Arab dari kotoran Jahiliyah. Untuk melancarkan permu-suhan terhadap Bani Hâsyim, bangsa Quraisy telah mengambil beberapa keputusan berikut ini:
o   Tidak menikahkan anak-anak perempuan mereka dengan laki-laki yang berasal dari kalangan Bani Hâsyim.
o   Orang laki-laki dari kalangan mereka tidak boleh menikah dengan wanita yang berasal dari kalangan Bani Hâsyim.
o   Mereka tidak boleh melakukan transaksi jual beli dengan Bani Hâsyim.

Bangsa Quraisy menggantungkan surat keputusan tersebut di tembok Ka‘bah.
Rasulullah saw. terpaksa tinggal di Syi‘ib Abu Thalib dengan disertai orang-orang mukmin dari kalangan Bani Hâsyim, termasuk di antaranya adalah Imam Ali as. Mereka mengalami berbagai tekanan dan siksaan di Syi‘ib tersebut. Ummul Mukminin Khadijah senantiasa memberikan ban-tuan yang mereka butuhkan, hingga harta kekayaannya yang melimpah habis. Rasulullah saw. tinggal di Syi‘ib Abu Thalib bersama para pengikut setianya selama dua tahun lebih. Akhirnya, Allah swt. mengutus rayap untuk melahap surat keputusan yang telah digantung di tembok Ka‘bah itu. Rasulullah saw. memberitahukan peristiwa ini kepada Abu Thalib. Mendengar informasi itu, Abu Thalib bergegas menjumpai orang-orang kafir Quraisy dan memberitahukan peristiwa tersebut. Mereka tersentak kaget dan segera pergi untuk melihat surat keputusan itu. Ternyata peristiwa itu benar sesuai informasi yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Akhirnya, masyarakat menuntut agar beliau berserta para pengikut-nya dibebaskan dari pemboikotan itu. Bangsa kafir Quraisy pun terpaksa memenuhinya. Dengan kondisi fisik yang sangat lemah, beliau dan para pengikutnya keluar dari tempat pemboikotan itu.

Setelah bebas dari pemboikotan ini, Rasulullah saw. mulai mengajak umat manusia kepada tauhid dan menyingkirkan seluruh tradisi Jahiliyah. Di jalan ini, ia tidak merasa gentar sedikit pun terhadap ancaman dan kesepakatan orang-orang kafir Quraisy untuk menghabisi dirinya. Hal ini karenanya mendapat perlindungan dari pamannya, Abu Thalib, Imam Ali as., dan putra-putra Abu Thalib yang lain. Abu Thalib dan keluarganya adalah benteng dan tempat berlindung Rasulullah saw. yang kokoh. Bahkan, Abu Thalib senantiasa mendorong Rasulullah saw. untuk mene-ruskan perjuangannya menyebarkan risalah Islam. Dalam sebuah syair yang indah, Abu Thalib berkata kepada beliau:
Pergilah, anakku, dan sedikit pun jangan gusar, pergilah dengan gembira dan senang hati.
Demi Allah, mereka tak akan berani menyentuhmu, hingga aku terkubur dalam tanah nanti.
Kau mengajakku dan kutahu engkau penasihatku, kau benar dan sebelum itu engkaulah sang al-Amîn.
Aku tahu agama Muhammad adalah sebaik-baik agama, untuk manusia di dunia ini.

Laksanakanlah urusanmu dan sedikit pun jangan gusar, bergembira dan senang hatilah karennya.
Syair ini mengungkapkan kedalaman imam Abu Thalib. Ia adalah pengayom Islam dan pejuang muslim pertama. Sungguh celaka orang yang berpendapat bahwa ia bukan muslim dan berada dalam siksa neraka. Padahal jelas bahwa putranya adalah pembagi (qâsim) surga dan nereka. Abu Thalib adalah tonggak akidah Islam. Seandainya bukan karena sikap dan pembelaannya yang sangat berani, niscaya Islam tidak berwujud lagi, melainkan namanya saja, dan orang-orang kafir Quraisy sudah dapat memberangus Islam sejak awal kemunculannya.


g. Bermalam di Atas Ranjang Rasulullah saw.

Salah satu kemuliaan Imam Ali as. yang paling menonjol adalah pengorbanannya untuk Nabi Muhammad saw. dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri. Di dunia Islam, Imam Ali as. adalah orang pertama yang mempertaruhkan jiwanya (demi kepentingan dakwah Islam). Saat itu orang-orang kafir Quraisy bertekad untuk membunuh dan mencabik-cabik tubuh Rasulullah saw. dengan tombak dan pedang. Di tengah malam yang gulita, mereka mengepung rumah Rasulullah saw. dengan tombak dan pedang yang terhunus. Rasulullah saw. telah mengetahui makar mereka sebelumnya. Untuk itunya memanggil putra pamannya dan memberitahu tentang rencana jahat bangsa Quraisy. Ia menyuruh Ali untuk tidur di atas ranjangnya. Ali as. menggunakan selimut berwarna hijau yang biasa dipakai Rasulullah saw. agar mereka menduga bahwa yang sedang tidur di atas ranjang itu adalah Rasulullah saw. Dengan senang hati, Ali as. menerima dan mematuhi perintah Rasulullah yang belum pernah terbersit di benaknya itu. Hal itu karena ia akan menjadi tebusan jiwa Rasulullah saw. Sementara itu, Rasulullah saw. keluar tanpa sepengetahuan para pengepung sedikit pun. Ia melemparkan segenggam debu ke wajah mereka yang keji sembari berkata: “Terhinalah wajah mereka itu.” Setelah berkata demikian, ia membaca ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
“Dan Kami jadikan di hadapan dan di belakang mereka dinding, kemudian Kami tutupi mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (QS. Yâsîn [36]:9).

Tindakan Ali as. bermalam di tempat tidur Rasulullah saw. ini adalah sebuah jihad dan perjuangan cemerlang yang tidak ada tandingannya. Sehubungan dengan ini Allah swt. menurunkan ayat yang berbunyi:
“Di antara manusia ada yang menjual jiwanya demi meraih keridaan Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]:207).

Peristiwa ini adalah babak penting dalam dakwah Islam yang belum pernah dilakukan oleh seorang muslim pun. Seorang penyair besar dan tenar, Syaikh Hâsyim Al-Ka‘bî pernah melantunkan beberapa bait syair yang ditujukan kepada Imam Ali as. Ia berkata:
Sungguh pembelaanmu terhadap Ahmad tak mungkin terlukis dengan kata.
Engkau tidur malam di ranjangnya sementara musuh mengintai dan mengancam.
Engkau tidur dengan hati yang tenang seakan asyik mendengar kicauan burung.

Engkau bak gunung kokoh dan penunggang kuda pemberani, telah kau lengkapi malamnya dengan tegar.
Menjelang pagi mereka menyerang bendera hidayah, mereka tak tahu bendera hidayah terjaga.
Imam Ali as. tidak tidur malam sembari berdoa kepada Allah swt. demi keselamatan saudaranya dari bencana yang dahsyat dan kejahatan para musuh. Ketika cahaya pagi muncul, mereka segera menyerang tempat tidur Rasulullah saw. sambil menghunuskan pedang. Ali as. segera bang-kit dari tidurnya bak harimau yang geram dengan menggenggam pedang terhunus. Melihat Ali as., mereka gemetar ketakutan seraya berteriak: “Mana Muhammad?” Ali as. menjawab dengan suara lantang: “Kalian telah membuatku sebagai penjaganya.”

Akhirnya, mereka mundur dengan penuh rasa malu dan kekesalan. Rasulullah saw. yang lahir untuk membebaskan mereka dan membangun kemuliaan yang agung itu telah terlepas dari incaran kejahatan mereka. Bangsa Quraisy betul-betul menaruh kedengkian yang dalam terhadap Ali as. Mereka memandangnya dengan mata yang tajam, tetapi Ali as. tidak menggubris dan berjalan di hadapan mereka dengan tenang sambil menghina dan mengejek mereka.


h. Hijrah ke Yatsrib (Madinah)

Ketika Rasulullah saw. berangkat meninggalkan kota Mekah menuju kota Madinah, Ali as. menyampaikan semua amanatnya saw. kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan membayar seluruh utangnya, seperti diperintahkan oleh Nabi saw. Tidak lama kemudian, Ali as. menyusul saudara dan putra pamannya berhijrah ke Madinah. Bersama Ali as. turut serta beberapa orang wanita mulia yang bernama Fathimah. Di tengah perjalanan, ia dihadang oleh tujuh orang kafir Quraisy. Ali mengadakan perlawanan terhadap mereka dengan penuh keberanian. Ketika ia berhasil membunuh salah seorang dari mereka, tak ayal lagi para penghadang yang masih hidup itu lari tunggang langgang. Ali as. melanjutkan perjalanan bersama rombongannya, sementara kalbunya dipenuhi oleh rasa rindu kepada Rasulullah saw. Setibanya di Madinah, ia berjumpa dengan Rasulullah saw. Menurut sebuah riwayat, ia berjumpa Rasulullah saw. di kota Quba sebelum memasuki kota Madinah. Nabi saw. sangat gembira dengan kedatangan saudara dan pembela setianya di setiap kesulitan dan peristiwa itu.


Imam Ali dalam Kaca Mata Al-Qur’an

Tidak sedikit ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan keutamaan Amirul Mukminin Ali as. dan memperkenalkannya sebagai peribadi Islami yang tinggi dan mulia setelah Rasulullah saw. Ini menunjukkan bahwa ia men-dapat perhatian yang tinggi di sisi Allah swt. Banyak sekali buku-buku literatur Islam yang menegaskan bahwa terdapat tiga ratus ayat Al-Qur’an yang turun berkenaan dengan keutamaan dan ketinggian pribadi Iman Ali as.[18]

Perlu ditegaskan di sini bahwa jumlah ayat yang sangat banyak seperti itu tidak pernah turun berkenaan dengan seorang tokoh Islam manapun. Ayat-ayat tersebut dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori berikut ini:
Kategori pertama: ayat yang turun khusus berkenaan dengan Imam Ali secara pribadi.
Kategori kedua: ayat yang turun berkenaan dengan Imam Ali as. dan keluarganya.
Kategori ketiga: ayat yang turun berkenaan dengan Imam Ali dan para sahabat pilihan Rasulullah saw.
Kategori keempat: ayat yang turun berkenaan dengan Imam Ali as. dan mengecam orang-orang yang memusuhinya.

Berikut ini adalah sebagian dari ayat-ayat tersebut.


a. Kategori Ayat Pertama

Ayat-ayat yang turun menjelaskan keutamaan, ketinggian, dan keagungan pribadi Imam Ali as. adalah sebagai berikut:

1. Allah swt. berfirman:
“Sesungguhnya engkau hanyalah seorang pemberi peringatan . Dan bagi setiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.” (QS. Ar-Ra‘d [13]:7)
Ath-Thabarî meriwayatkan sebuah hadis dengan sanad dari Ibn Abas. Ibn Abbâs berkata: “Ketika ayat ini turun, nabi saw. meletakkan tangannya di atas dadanya seraya bersabda, ‘Aku adalah pemberi peringatan. Dan bagi setiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.’ Lalunya memegang pundak Ali as. sembari bersabda: ‘Engkau adalah pemberi petunjuk itu. Dengan perantara tanganmu, banyak orang yang akan mendapat petunjuk setelahku nanti.’”[19]

2. Allah swt. berfirman:
“.. dan (peringatan itu) diperhatikan oleh telinga yang mendengar.” (QS. Al-Hâqqah [69]:12)
Dalam menafsirkan ayat tersebut, Imam Ali as. berkata: “Rasulullah saw. berkata kepadaku, ‘Hai Ali, aku memohon kepada Tuhanku agar menjadikan telingamu yang menerima peringatan.’ Lantaran itu, aku tidak pernah lupa apa saja yang pernah kudengar dari Rasulullah saw.”[20]

3. Allah swt. berfirman:
“Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut bagi mereka dan mereka tidak pula bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah [2]:274)
Pada saat itu, Imam Ali as. hanya memiliki empat dirham. Satu dirham ia infakkan di malam hari, satu dirham ia infakkan di siang hari, satu dirham ia infakkan secara rahasia, dan satu dirham sisanya ia infakkan secara terang-terangan. Rasulullah saw. bertanya kepa-danya: “Apakah yang menyebabkan kamu berbuat demikian?” Ali as. menjawab: “Aku ingin memperoleh apa yang dijanjikan Allah kepadaku.” Kemudian ayat tersebut turun.[21]

4. Allah swt. berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, mereka itu adalah sebaik-sebaik makhluk.” (QS. Al-Bayyinah [98]:7)
Ibn ‘Asâkir meriwayatkan sebuah hadis dengan sanad dari Jâbir bin Abdillah. Jâbir bin Abdillah berkata: “Ketika kami bersama nabi saw., tiba-tiba Ali as. datang. Seketika itu itu Rasulullah saw. Ber-sabda: ‘Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguh-nya Ali as. dan Syi‘ah (para pengikut)nya adalah orang-orang yang beruntung pada Hari Kiamat.’ Kemudian turunlah ayat itu. Sejak saat itu, setiap kali Ali as. datang, para sahabat Nabi saw. Menga-takan: ‘Telah datang sebaik-baik makhluk.’”[22]

5. Allah swt. berfirman:.
“… maka bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai penge-tahuan [Ahl Adz-Dzikr] jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl [16]:43).

(lenteralangit/ABNS)

0 komentar:

Sejarah

ABNS Fatwa - Fatwa

Pembahasan

 
AHLUL BAIT NABI SAW - INFO SEJARAH © 2013. All Rights Reserved. Powered by AHLUL BAIT NABI SAW
Top