Pertanyaan:
Saya ingin bertanya
khususnya ihwal hadis yang disebutkan dalam kitab Mizân al-I’tidâl karya
Dzahabi yang menyebutkan bahwa “Tatkala Dajjal muncul maka para
pendukungnnya adalah orang-orang yang mencintai Utsman” Apakah hal ini
benar demikian adanya?
Jawaban Global:
Dengan
mengkaji dalam kitab-kitab riwayat Syiah dan Sunni, kesimpulan yang
dapat ditarik adalah bahwa riwayat yang menyebutkan “In kharaja
al-Dajjal taba’ahu man kana yuhibbu Utsman.” (Tatkala Dajjal muncul maka
para pendukungnnya adalah 0raong-orang yang mencintai Utsman) yang
termaktub dalam kitab Mizân al-I’tidâl yang merupakan salah satu kitab
rijal (biografi). Riwayat tersebut dinukil dari seseorang yang bernama
Zaid bin Wahab meski perawi (yang meriwayatkan) diterima keandalannya
oleh kebanyakan ahli ilmu rijal dari kalangan Ahlusunnah, tetapi
sebagian dari mereka memandang riwayat ini merupakan dalil kelemahannya
dan dari sisi lainnya lantaran riwayat ini tidak disebutkan pada
literatur-literatur standar Ahlusunnah seperti Shihah Sittah, maka
menjadi jelas bahwa riwayat semacam ini tidak mereka terima. Di samping
itu, tidak jelas dari siapa Zaid bin Wahab menukil riwayat semacam ini.
Jawaban Detil:
Dengan meneliti literatur-literatur riwayat Syiah maka kita tidak
dapat menjumpai hadis ini dan satu-satunya literatur yang menyebutkan
riwayat ini adalah kitab Mizân al-I’tidâl yang merupakan salah satu
kitab rijal (biografi) Ahlusunnah. Teks hadis tersebut sebagai berikut,
“In kharaja al-Dajjal taba’ahu man kana yuhibbu Utsman.” (Ketika Dajjal
muncul maka para pengikutnya adalah orang-orang yang dulu mencintai
Utsman).
[1]
Hadis ini dikutip oleh seseorang bernama Zaid bin Wahab dan
menariknya bahwa hadis yang sama dijelaskan sebagai sebuah dalil atas
kelemahan hadis-hadis Zaid.
[2]
Akan tetapi penyusun kitab Mizân al-I’tidâl sendiri memandang Zaid
bin Wahab sebagai tsiqah (orang terpercaya) dan termasuk pembesar
tabi’in. Dzahabi berkata, “Orang ini adalah orang yang dinukil hadisnya
oleh seluruh Shihâh Sittah (Enam kitab utama Ahlusunnah).
[3]
Dalil atas persoalan ini juga merupakan sebuah rahasia yang
diberikan oleh Mizân al-I’tidâl dalam menampilkan sosok Zaid bin Wahab;
yaitu rahasia (ain) dan pada pendahuluan jilid pertama, Dzahabi berkata,
“Rahasia ini menunjukkan bahwa Shihâh Sittah menukil hadis darinya.”
[4]
Demikian juga penyusun kitab Tahdzib al-Asmâ wa al-Lughâ (yang
juga merupakan kitab rijal Ahlusunnah) memandangnya sebagai orang
terpercaya dan berkata, “Seluruhnya sepakat tentang dia sebagai orang
yang terpercaya (dalam mengutip hadis).”
[5]
Zaid bin Wahab menukil hadis dari Umar, Utsman dan Baginda Ali As.
Pengarang kitab Tahdzib al-Asmâ wa al-Lughâ memandangnya sebagai orang
terpercaya dan berkata, “Seluruhnya sepakat tentang dia sebagai orang
yang terpercaya (dalam mengutip hadis).”
[6]
Ia hidup pada masa Rasulullah Saw namun tatkala ia telah memeluk
Islam dan bermaksud untuk menjumpainya, Rasulullah Saw telah wafat dan
tidak sempat bertemu dengannya. Karena itu ia termasuk dari golongan
thabi’in.
Dalam kitab-kitab rijal Syiah tidak disebutkan bahwa Zaid bin
Wahab adalah orang yang terpercaya dan hanya disebutkan pada Rijal Ibnu
Dawud
[7]
yang memandang Zaid bin Wahab sebagai salah seorang sahabat Amirul Mukminin As. Demikian juga Syaikh Thusi dalam al-Fehrest.
[8]
Disebutkan bahwa ia mengumpulkan sebuah kitab yang disandarkan
kepadanya yang mengumpulkan khotbah-khotbah Imam Ali As dan namun tidak
disebutkan bahwa ia adalah orang terpercaya.
Poin lainnya bahwa kendati hadis yang sama tidak disebutkan pada
kitab-kitab riwayat Syiah, namun sebuah riwayat dengan kandungan yang
sama disebutkan dalam kitab Bihâr al-Anwâr
[9]
yang juga tidak disebutkan dalam kitab rijal bahwa para perawinya
adalah orang-orang terpercaya. Misalnya Syaikh Thusi, dalam Rijâl,
menyebutkan nama perawinya namun tidak menyebutkan bahwa perawi hadis
tersebut adalah orang terpercaya.
[10]
Dengan demikian, karena hadis ini tidak disebutkan dalam
kitab-kitab standar Syiah dan Ahlusunnah dan perawinya juga seperti
Ya’qub al-Fasawa lantaran menukil hadis ini, karena itu ulama
melemahkannya.
[11]
Dengan demikian, kita tidak dapat menghukumi validitas hadis ini secara definitif.
Kesimpulan:
Zaid bin Wahab secara umum dipandang sebagai orang terpercaya di
kalangan Ahlusunnah. Akan tetapi riwayat ini tidak dinukil darinya dalam
kitab-kitab riwayat (standar) dan hanya dikutip dalam sebuah kitab
Biografi (rijal) bernama Mizân al-I’tidâl. Karena itu, nampaknya hadis
ini tidak diterima di kalangan Ahlusunnah. Dalam kitab-kitab Syiah juga
hadis ini tidak disebutkan.
[12]
Referensi:
[1]
. Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman, Mizân al-I’tidâl fi Naqd al-Rijâl, jil.2, hal. 107, tahqiq Ali Muhammad al-Baljawi, Dar al-Ma’rifah al-Thiba’a wa al-Nasyr, Beirut, Cetakan Pertama, 1382 H.
[2]
. Mizân al-I’tidâl, jil. 2, hal. 107.
[3]
. Ibid.
[4]
. Ibid., jil. 2, hal. 2 (Mukaddimah).
[5]
. Abi Zakariyyah Muhyiddin bin Syaraf al-Nuri, Tahdzib al-Asmâ wa al-Lughât, jil. 1, hal. 277, Risetan Mustafa Abdulqadir ‘Atha, cetakan Beirut.
[6]
. Abi Zakariyyah Muhyiddin bin Syaraf al-Nuri, Tahdzib al-Asmâ wa al-Lughât, jil. 1, hal. 277, Risetan Mustafa Abdulqadir ‘Atha, cetakan Beirut.
[7]
. Ibnu Daud Hilli, Rijâl Ibn Daud, hal. 165, Cetakan Danesgha-e Teheran, 1383 H.
[8]
. Syaikh Thusi, al-Fehrest, hal. 72, al-Maktab al-Murtadhawi, Najaf.
[9]
. Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 31, hal. 309, Cetakan Dar al-Wafa, Beirut.
[10]
. Syaikh Thusi, Rijâl, hal. 303, Qum, Cetakan Jami’a Mudarrisin, 1415 H.
[11]
. Mizân al-I’tidâl, jil. 2, hal. 107. Matan asli kitab:
و مما یستدل به على ضعف حدیثه روایته: إن خرج الدجال تبعه من کان یحب عثمان
.
[12] . Untuk telaah lebih jauh ihwal Dajjal, silahkan lihat Pertanyaan 6114 (Site: 6323).
(islamquest/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar