"Sungguh beruntung orang yang memiliki ibu yang menjaga kehormatannya."
Dia adalah Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib as, dan panggilannya Abu Abdillah atau Abu Isma'il dan julukannya As-Shadiq, As-Shobir, Al-Fadhil, At-Thahir dan yang paling terkenal adalah As-Shadiq.
Bila pembaca pernah membaca buku-buku sejarah kehidupan para imam, maka Anda akan mengetahui dengan baik bahwa pernikahan mereka tidak disebutkan dalam buku-buku tersebut. Karena itu kami mencoba menyampaikan bagaimana pernikahan mereka secara lebih rinci dan lebih mendalam kecuali beberapa hal yang tidak mungkin untuk itu.
Kota Yatsrib dikarenakan keberadaan Nabi saaw diganti namanya menjadi Madinah. Pada tanggal 17 Rabi'ul Awal tahun 83 Hijriyah lahirlah Imam Ja'far bin Muhammad as dan kelahirannya menerangi kota Madinah.
Imam Ja'far hidup bersama ayah dan kakek beliau selama 31 tahun. Dan setelah syahidnya Imam kelima pada umur 34 tahun, beliau memulai tanggung jawab kepemimpinan umat menghidupkan syariat Nabi sampai sekarang ini dan terus hidup untuk selamanya.
Dalam sepuluh tahun terakhir kehidupannya, beliau mengalami berbagai kesusahan dan ketidakamanan yang disebabkan oleh khalifah Manshur yang selalu meneror beliau hingga beliau mencapai kesyahidan pada tahun 148 Hijriyah.
Keutamaan dan keagungan Imam Ja'far as tidak mampu untuk ditulis atau digambarkan oleh manusia biasa. Sablanji dalam kitab Nurul-Abshar: "Keutamaan Imam Ja'far as sangat banyak dan tidak mungkin untuk dihitung jumlahnya, bahkan para pakar dan penulis besar tertegun dan takjub melihat keutamaan beliau."
Ibnu Hajar dalam kitab Showaiq berkata: "Ilmu beliau dinukil oleh masyarakat dari mulut kemulut dan dari kota yang satu kekota yang lain, dan nama suci beliau selalu disebut-sebut dihampir semua kota oleh masyarakat."
Jalaluddin Husainy dalam kitab 'Umdatut-Tholib berkata: "Masyarakat menjuluki beliau sebagai tiang keutamaan. Keutamaan beliau tersebar luas di kalangan masyarakat, baik kalangan khusus maupun kalangan umum. Dan Manshur Dawaniqi berusaha berulang-ulang untuk membunuh beliau tapi Allah menjaganya."
Hasan bin Rayyan dalam kitab Musnad Abu Hanifah berkata: "Saya mendengar dari Abu Hanifah setiap dia ditanya, siapa orang yang paling paham masalah agama yang kamu lihat, maka dia menjawab: Ja'far bin Muhammad."
Ibn Abi Auja' (salah seorang pemimpin madzhab di zaman Imam Shadiq as) berkata: "Orang ini (Imam Shadiq) bukan dari golongan manusia biasa yang sedikit dapat dilihat di dunia ini. Beliau adalah ruh yang berwujud badan dan kapanpun dia inginkan dia dapat berwujud dalam sebuah badan dan kapan ia inginkan kembali ke wujud ruh."[1]
Abu Na'im dalam kitab Hilyatul-Auliya' dengan silsilah sanad dari Umar bin Maqdaam berkata: "Jika aku melihat Ja'far bin Muhammad maka aku yakin dia dari keturunan para nabi."[2]
Kisah Perkawinan: [3]
1. Hamidah Mushoffah [4]
Ibn Akkâsyah bin Mahdh Asadi berkata: Suatu hari saya berada di samping
Imam Bagir as. Lalu saya bertanya: Kenapa Anda tidak memilihkan istri
buat Aba Abdillah (Imam Shadiq)? Imam as menjawab: Akan tiba penjual budak dari Barbar[5] dan dia akan tinggal di rumah Maimun.[6] Dengan sekantung uang ini kami akan membeli seorang budak wanita darinya.
Beberapa waktu telah berlalu. Suatu hari saya datang memenuhi panggilan beliau, lalu beliau berkata: Apakah kamu mau berbicara tentang penjual budak yang pernah saya katakan? Sekarang ia telah tiba. Pergilah kamu dengan sekantung uang ini lalu belilah seorang budak wanita. Lalu kami pergi ke tempat penjual budak tersebut. Dia berkata: Semua budak yang saya miliki sudah saya jual tingal dua budak wanita yang salah satunya lebih baik dari lainnya. Kami berkata: Bawalah kemari kedua-duanya karena kita mau melihat. Setelah dia bawa, lalu kami bertanya: Itu yang lebih baik kamu mau jual berapa? Dia menjawab: Kami jual 70 Dinar. Kami berkata: Jangan terlalu mahal menjual kepada kami, tolong kamu kurangi harganya. Dia berkata: Saya tidak menjual di bawah 70 Dinar. Lalu kami tawar dengan uang yang ada di kantung ini dimana kami sendiri tidak tahu jumlahnya. Orang tua di sampingnya berkata: Kamu buka kantung itu dan kamu hitung jumlahnya. Penjual budak berkata: Jangan kau lakukan, karena kalau kurang sedikit pun dari 70 Dinar saya tiadak akan jual. Lalu orang tua tersebut berkata: Bukalah dan hitunglah. Lalu kami buka dan kami hitung. Tiba-tiba kami terkejut ketika melihat uang yang ada di dalam kantung tersebut dimana ia sejumlah 70 Dinar: tidak lebih dan tidak kurang. Akhirnya kami beli budak wanita tersebut, lalu kami bawa kepada Imam Bagir as. Saat itu Imam Shadiq as berada di samping beliau, dan kami ceritakan kejadiannya lalu beliau bersyukur kepada Allah. Kemudian beliau bertanya pada budak wanita tersebut: Siapa namamu? Ia menjawab: Hamidah. Dan Imam berkata: "Hamidah (yang memuji) di dunia dan mahmudah (yang terpuji) di akhirat." Apakah kamu masih gadis atau sudah janda? Dia menjawab: Gadis. Imam as bertanya: Bagaimana kamu bisa terhindar dari tangan kotor (perbuatan cabul) penjual budak! Dia menjawab: Setiap kali ia berniat melakukan perbuatan itu, Allah jadikan seorang yang sudah beruban dan tua itu menghalanginya melakukan perbuatan tersebut. Bahkan jika melawan, dia pukul penjual budak tersebut, dan beberapa kali hal ini terulang dan orang tua itu juga berulang kali memukulnya. Imam Bagir lalu mengatakan kepada Imam Ja'far: "Kamu ambil dia sebagai milikmu."[7]
Allamah Mamaqaniy setelah menukil riwayat ini dia berkata: Dalam riwayat tersebut ada tiga karamah: Pertama, ucapan Imam Bagir as 'Penjual budak dari Barbar akan datang membawa seorang budak wanita. Yang kedua, uang di dalam kantung, yang jumlahnya persis dengan yang diinginkan si penjual budak .Dan karamah yang ketiga, berhubungan dengan tindakan orang tua tersebut terhadap si penjual budak untuk menjaga Hamidah hingga ia selamat sampai ke tangan Imam Ja'far as.
Mas'udiy, seorang ahli sejarah dan geografi terkenal abad ke-4 Hijriyah, menjelaskan bagaimana kisah pembelian Hamidah. Ia berkata: Diriwayatkan dari Jabir, suatu hari Imam Bagir mengatakan padaku: Seseorang dari Maghrib telah datang membawa beberapa budak. Jabir mengatakan: Imam Bagir menerangkan ciri-ciri seorang budak wanita yang ada di antara mereka dan beliau memerintahkan kepadaku untuk membelinya dengan sekantung uang. Lalu aku pergi ke penjual budak.Dia menjelaskan satu-satu dari mereka kepadaku. Aku berkata: Adakah budak selain yang engkau ceritakan? Ia berkata: Hanya tinggal seorang dan sedang sakit. Aku berkata: Tunjukkan padaku. Lalu ia menunjukkan Hamidah. Kemudian aku bertanya: berapa kamu mau jual dia? Dia menjawab: 70 Dinar. Lalu aku berikan kantung uang tersebut. Lalu dia berkata: Lailaha illallah! Demi Allah, aku semalam bermimpi melihat Rasulullah sedang membeli budak wanita ini dengan sekantung uang ini. Jabir berkata: Aku beli budak tersebut darinya dengan kantung uang yang di dalamnya sejumlah 70 Dinar. Lalu ia menyerahkan budak tersebut padaku. Lalu aku bawa ia ke hadapan Imam Bagir as. Imam menanyakan namanya dan ia menjawab: Hamidah. Beliau mengatakan: Hamidah di dunia dan mahmudah di akhirat. Lalu beliau bertanya tentang keadaannya dan ia menjawab kalau ia masih gadis dan belum ada seorang pun yang menyentuhnya. Imam as lalu bertanya: Bagaimana ini bisa terjadi? Ia menjawab: Jika pemilikku datang mendekatiku, seseorang yang memiliki wajah yang anggun yang hanya saya yang bisa melihatnya, dia mencegahnya untuk mendekatiku dan tidak membiarkan tangannya menyentuhku. Imam as bersabda: Alhamdulillah, lalu beliau mengatakan kepada Imam Shadiq as: "Wahai Aba Abdillah, Hamidah adalah pemimpin budak wanita. Ia terdidik dan suci dari kehinaan seperti lempengan emas yang selalu dijaga oleh para malaikat hingga sampai ke tanganmu sebagai kemuliaan dari Allah Yang Maha Tinggi dan Agung."[8]
Allamah Thabarsy menukil riwayat lain tentang pembelian Hamidah: Hisyam bin Ahmar mengatakan, 'Pada suatu hari saat udara sangat panas, Imam Shadiq as memanggilku lalu beliau berkata: Pergilah kamu ke seorang Afrika lalu belilah darinya seorang budak dengan ciri-ciri begini dan begitu. Hisyam berkata: Saya lalu pergi dan saya tidak menemukan budak dengan ciri-ciri demikian. Saya kembali lalu saya sampaikan hal tersebut kepada Imam. Beliau berkata: Kembalilah , budak itu ada padanya. Untuk kedua kalinya, saya pergi ke rumah orang Afrika tersebut. Orang itu bahkan bersumpah bahwa budak tersebut tidak ada padanya, lalu ia berkata: Saya punya seorang pembantu yang sedang sakit yang kurang layak untuk ditawarkan. Lalu saya berkata: Coba kau perlihatkan dia padaku. Ia dalam kondisi sakit dan sedang digandeng dan bersandar pada dua budak yang lain, dan ciri-ciri yang telah disebutkan oleh Imam as saya lihat ada padanya. Saya berkata pada si penjual budak: Berapa kamu mau jual budak ini? Ia menjawab: Kamu bawa ia ke Imam, beliau yang akan menentukan harganya. Lalu si penjual budak mengatakan: Demi Allah, ketika saya jadi pemiliknya, saya pernah ingin mendekatinya tapi saya nggak mampu. Demikian juga orang yang menjualnya padaku juga mengalami hal yang sama. Hisyam berkata: Lalu saya melaporkan peristiwa ini kepada Imam Shadiq as .Beliau memberi 200 Dinar untuk diberikan pada si penjual budak. Lalu beliau mengatakan: Aku bebaskan ia di jalan Allah. Setelah itu, Hisyam menyampaikan kepada Imam as apa yang dikatakan oleh si penjual budak, lau beliau berkata: Wahai putra Ahmar,[9] sesungguhnya ia (Hamidah) akan melahirkan seorang anak yang tidak ada hijab antara ia dengan Allah.[10] Allamah Al-Bahrony setelah menukil riwayat ini, ia mengatakan: Dalam al-Irsyad juga dinukil riwayat tersebut dari Hisyam bin Ahmar tapi disebutkan bahwa Imam Musa as yang membeli budak tersebut dan beliau mengatakan bahwa ia adalah ibu Imam ar-Ridha as.
Dalam riwayat yang lain-setelah menceritakan kisah pembelian Hamidah- juga disebutkan bahwa Imam Baqir as mengatakan: Hamidah adalah penghulu budak wanita dan kebahagiaan mereka, seperti batang emas dari kotak yang suci. Malaikat selalu menjaganya sehingga ia mendapat karamah dari Allah SWT.
Saat pertama bertemu dengan Hamidah, Imam Shadiq as bertanya tentang namanya? Ia menjawab: Hamidah. Lalu Imam berkata: "Hamidah di dunia dan mahmudah di akhirat."[11] Dia adalah ibu Imam Musa bin Ja'far as. Seorang ahli sejarah terkenal Mas'udiy menulis:[12] Abu Bashir mengatakan: Pada tahun dimana Abu Ibrahim as[13] dilahirkan kami bersama Imam Ja'far as menunaikan ibadah haji.
Ketika kami sampai di sebuah rumah di tempat yang terkenal degan sebutan Abwa', Imam menyiapkan makanan buat kami (kebiasaan Imam as jika menyiapkan makanan buat sahabatnya maka beliau menyajikan dengan baik dan banyak). Ketika kita sedang menikmati makanan, tiba-tiba datang utusan Hamidah dan berkata: Ia (Hamidah) mengatakan: Aku dalam kondisi sulit! Engkau perintahkan kami agar tidak mendahului kamu dalam setiap kejadian yang berhubungan dengan anak yang akan lahir tersebut! Lalu Imam berdiri dan pergi. Tidak beberapa lama beliau datang, sebagai penghormatan kita berdiri lalu kami mengucapkan: Semoga Allah selalu membahagiakan kalian dan kami sebagai tebusanmu. Apa yg terjadi pada Hamidah? Beliau berkata: Allah memberikan keselamatan padanya dan Dia memberiku darinya seorang putra, dan sebaik-baik orang yang Ia ciptakan pada zamannya. Hamidah mengatakan sesuatu yang ia menyangka bahwa aku tidak tahu, padahal aku lebih tahu darinya atas hal tersebut. Kami bertanya tentang apakah hal itu ya Imam? Beliau menjawab: Ia berkata: Sewaktu bayi tersebut lahir, dia meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan kepalanya menengadah ke langit. Aku mengatakan padanya bahwa itu adalah tanda-tanda yang dimiliki oleh Rasulullah dan Amirul Mu'minin as dan tanda-tanda seorang pemimpin jika dilahirkan ke dunia. Dengan meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan menengadahkan kepalanya ke langit, ia membaca: "Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Dia dan malaikat serta orang-orang alim berdiri menegakkan keadilan tidak ada Tuhan selain Dia Yang Maha Mulia dan Bijaksana."
Tapi tidak seorang pun tahu akan hal ini. Ketika ia membaca kalimat tersebut, Allah menganugerahkan padanya ilmu awal dan akhir dan pada malam al-qadr, ia berhak menjadi tempat ziarah ruh.[14]
2. Fathimah putri Husain bin Ali bin Husain as[15]
Dia adalah putri Husain bin Ali bin Husain as. Ayahnya adalah seorang
sayid yang utama dan manifestasi takwa dan wara'. Ahmad bin Isa menukil
dari ayahnya sebuah hadis yang mengatakan: Saya melihat Husain bin Ali
dimana jika ia berdoa maka ia tidak menurunkan tangannya dari berdoa
kecuali Allah telah mengabulkan doanya.Yahya bin Sulaiman bin Husain meriwayatkan dari pamannya Ibrahim bin Husain dari ayahnya Husain bin Ali bin Husain as bahwa Husain berkata: Ibrahim bin Hisyam Makhzumi, wali Madinah, setiap hari Jum'at kami datang ke masjid Nabi saw. Kami duduk di dekat mimbar lalu ia naik ke mimbar dan mengucapkan sesuatu yang buruk terhadap Ali bin Abi Thalib as. Pada waktu itu masjid dipenuhi oleh masyarakat. Tiba-tiba aku mengantuk lalu tertidur. Saat itu, aku melihat kubur Rasulullah saw terbuka dan seorang denga jubah putih muncul dan berkata padaku: Wahai Abu Abdillah, apakah engkau tidak bersedih atas apa yang ia katakan? Aku menjawab: Iya, aku sedih, demi Allah. Dia berkata: Lihatlah, apa yang telah dia perbuat di hadapan Tuhannya! Setelah itu, aku lihat Ibrahim bin Hisyam sedang menngucapkan hal yang buruk tentang Ali as dan tiba-tiba dari atas mimbar ia jatuh ke bawah dan mati. Laknat Allah atasnya.[16]
Istri Imam Shadiq as putri dari bapak tersebut di atas dan kelak ia memberikan 3 anak untuk Imam as, yaitu: 1.Ismail 2. Abdullah
3. Nafisah istri Ishak bin Ja'far as-Shadiq
Nama Nafisah adalah nama yang cukup dikenal dimana banyak dari kalangan
pengikut ahlul bait as memberi nama putrinya dengan nama Nafisah dan
bangga dengan nama tersebut.Dia adalah putri Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib as. Dia adalah istri Ishak Mu'taman, putra Imam as-Shadiq as. Betapa bahagianya suaminya putra Imam dan istrinya putri cucu Imam Hasan as dan ayah dari suaminya adalah Imam Shadiq as. Dia dengan kekerabatan yang mulia ini tidak sombong. Zainab, putri saudara laki-laki Nafisah yang bekerja untuknya mengatakan: Saya telah berkhidmat pada bibiku Nafisah selama 40 tahun. Aku tidak pernah melihat ia tidur malam dan siang kecuali dalam keadaan berpuasa dan dia selalu mendirikan shalat siang dan malam. Aku pernah berkata kepadanya: Apa engkau tidak memperhatikan dirimu? Lalu ia menjawab: Bagaimana aku harus memperhatian diriku sedang akibat (ganjaran) yang akan aku terima sungguh sangatlah besar.
Dan negeri Mesir menjadi terhormat dengan kedatangan beliau. Beliau mempunyai seorang tetangga Yahudi yang buta lalu ia bertabaruk dari air wudhu beliau dan akhirnya dia bisa melihat kembali. Akibat kejadian itu, orang-orang Yahudi banyak yang memeluk Islam dan akidah orang-orang Mesir pun menjadi semakin kuat. Bahkan mereka memintanya untuk tetap tinggal di Mesir supaya mereka dapat mengambil pelajaran dari iman dan ilmunya.
Nafisah pada bulan Ramadhan tahun 208 Hijriyah meninggal dunia dimana saat itu dia sedang berpuasa. Ketika ia diminta untuk membatalkan puasanya, dia mengatakan bahwa sungguh aneh tiga puluh tahun aku memohon kepada Allah supaya mencabut nyawaku di saat aku puasa lalu sekarang kalian menginginkan agar aku membatalkan puasaku? Lalu ia membaca ayat: "Untuk mereka darus salam di sisi Tuhannya." Makam beliau terletak di Kairo, ibu kota Mesir yang sekarang menjadi tempat ziarah terkenal di sana. Nafisah memberikan dua putra kepada suaminya Ishak, yaitu: Qosim dan Ummu Kaltsum.
Referensi:
[1] (Al-Imam Ja'far as-Shadiq, penulis Ahmad Mughniyah.
[2] Tadzkirotul Khowâs, 307.
[3] Disebutkan bahwa Imam as memiliki 3 istri dan beberapa budak wanita, tapi yang terkenal adalah dua orang ini saja.
[4] Kisah hidup wanita ini penuh dengan keajaiban dan karamah.
[5] Barbar adalah nama yang meliputi sekelompok orang yang tinggal di kaki gunung Maghrib (Mu'jam al-Buldan, juz 1,hal. 368). Sekarang Maghrib lebih dikenal sebagai Maroko atau sebagiannya dinamakan Maroko.
[6] Tampaknya Maimun adalah nama dari seseorang.
[7] Al-Kafi, juz 1, hal. 476 & 477; Tankihul Maqâl, juz 3, bagian 2, hal. 76; Muntaha Amal, juz 2, hal. 336.
[8] Itsbâtul Wasiyyah, Masu'diy, hal. 189-190.
[9] Yaitu Hisyam bin Ahmar.
[10] I'lamul Wara', juz 2, hal. 31-32; A'walim Bahroniy, juz 21, hal.13 dan 14.
[11] Tanqihul Maqal, juz 3 bagian kedua, hal 76; Muntaha al-Amal, juz 2, hal. 336.
[12] Syarh Wiladatu lImam, di kitab Hayattul Imam Musa bin Ja'far as, juz 1, hal. 43-45.
[13] Julukan Imam Musa al-Kadzim as.
[14] Itsbatul Washiyyah, hal. 190-191.
[15] Ibn Jauzi dalam al-Tadzkiroh, hal. 312; Fathimah binti Husain al-Atsram bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib as.
[16] Muntahal Amal, juz 2, hal. 69, dzikr Imam zainal Abidin as.
(alhassanain/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar