( 04-11-2013 Pukul 20:25:48 WIB )
TANGERANG
- Ahad 03/03/13, suara tepuk tangan bergema ketika Dr. K.H. A. Muhaimin
Zen, MA selesai menyampaikan pemaparan bukunya “Al-Quran 100% (seratus
persen) Asli Sunni-Syi’ah Satu Kitab Suci” yang dibedah di Auditorium
Rusunawa Pesantren Takhasus IIQ Jakarta.
Acara bedah buku
tersebut dihadiri oleh sekitar 200 mahasiswa yang memenuhi ruangan.
Selain itu hadir pula Dr. H. Khalid Al-Walid, yang merupakan narasumber
dari pihak Syi’ah dan Dr. Hj. Romlah Widayati, MA. yang merupakan
narasumber dari pihak Sunni.
Acara
tersebut diprakarsai oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ushuluddin
(BEMFU) IIQ Jakarta. Adapun tema yang diusung dalam acara tersebut
yaitu “Sunni-Syi’ah dalam Satu Naungan Kitab Suci”. Atikah Nur Rahmawati
selaku Presiden BEMFU menjelaskan Tema ini dipilih karena dianggap
sangat tepat dengan kondisi yang terjadi antara Sunni-Syi’ah di
Indonesia. Harapannya dengan kembali kepada kitab suci yang sama, mereka
(Sunni-Syi’ah) dapat menjalani kehidupan yang damai dan rukun hingga
terciptalah masyarakat Muslim yang kuat dan harmonis.
Dalam
bukunya yang diterbitkan oleh Nur Al-Huda, Dr. KH. A. Muhaimin Zen, MA
menyatakan bahwa umat muslim Sunni maupun umat Muslim Syi’ah memiliki
Al-Quran yang sama. Istilah tahrif atau perubahan Al-Quran yang
dilancarkan oleh musuh-musuh Syi’ah terhadap Syi’ah, merupakan salah
satu biang keladi penyebab perpecahan diantara umat Muslim, khususnya
yang terjadi diantara umat Sunni dan Syi’ah. Menurut Kyai Muhaimin, tahrif
terhadap Al-Quran yang dilakukan oleh kaum minoritas Syi’ah telah
ditentang oleh kalangan ulama Syi’ah sendiri. Hal ini disebabkan karena
dalil yang mereka gunakan untuk membuat pernyataan tahrif ini bersumber pada riwayat-riwayat yang sanadnya dinilai lemah, mursal, atau terputus. Peristiwa tahrif
Al-Quran tidak hanya terjadi di kalangan umat Syi’ah saja, akan tetapi
terjadi pula dalam kalangan umat Sunni. Hal ini berdasarkan beberapa
riwayat hadis yang disandarkan kepada sahabat Umar ibn Khatab dan
Aisyah, dan juga terdapat perbedaan-perbedaan diantara mushaf para
sahabat. Akan tetapi pernyataan ini juga telah ditolak oleh mayoritas
ulama Sunni. Intinya, baik Sunni maupun Syi’ah memiliki satu kitab suci
yang sama yang kita sebut sebagai Mushaf Usmani.
Kyai
Muhaimin menambahkan “Adanya perbedaan jumlah huruf, ayat, dan surat
yang terdapat dalam mushaf-mushaf sahabat sejatinya mengandung
penafsiran, doa, hadis nabi, dan hadis qudsi. Seandainya mushaf-mushaf
tersebut masih ada dan kemudian diteliti lebih jauh, serta membuang
semua penafsiran, hadis nabi, hadis qudsi, dan doa tentu akan ditemukan
kesesuaian jumlah huruf dan ayat yang terdapat dalam Mushaf Usmani”.
Dr.
H. Kholid al-Walid sebagai narasumber yang memaparkan mengenai Syi’ah
sangat mengapresiasi dengan baik lahirnya buku ini. Beliau menilai,
lahirnya buku ini merupakan angin segar pada saat ini. Di mana saat ini
telah terjadi fitnah besar yang melanda kedaulatan umat Muslim. Pakar
filsafat yang sempat mengenyam pendidikan selama 8 tahun di Takhasus
Filsafat dan Tasawuf Qom Iran ini menyatakan bahwa dalam literatur
kitab-kitab hadis Syi’ah, ulama-ulama Syi’ah selain mengambil dasar
hukum dari qoul Nabi Muhammad, juga mengambil dasar hukum dari pendapat
imam-imam Syi’ah. Dan hadis-hadis mengenai tahrif Al-Quran di kalangan ulama Syi’ah tidak menetapi syarat muafaq untuk dijadikan sebagai sumber hukum.
Setali tiga uang dengan Dr. KH. A. Muhaimin Zen, Dr. H. Kholid Al-Walid menyatakan hal yang sama bahwa tidak ada tahrif
antara Al-Quran yang ada pada umat Syi’ah maupun pada umat Sunni. Lebih
lanjut beliau mengatakan “kalau terjadi perbedaan tentulah para sahabat
waktu itu sudah meluruskan, karena sahabat adalah orang-orang yang
menyaksikan dan mendengar langsung bagaimana Al-Quran dibacakan dan
dibukukan pada waktu itu. Sehingga kalau terjadi perbedaan tentulah
mereka yang paling keras menolaknya”.
Adapun
mengenai perbedaan jumlah huruf, ayat dan surah dalam beberapa mushaf
itu sangat mungkin terjadi. Hal ini mengingat pada masa sahabat terdapat
kebebasan kepemilikan mushaf pribadi dikalangan para sahabat, seperti
mushaf Ali, mushaf Ibn Mas’ud, mushaf Ubay bin Ka’ab, mushaf Ibn Abbas,
dan masih banyak yang lainya.
Narasumber
yang ketiga Dr. Hj. Romlah Widayati, MA. yang datang pada acara bedah
buku tersebut ternyata menggantikan bapak Dr. H. Ahsin Sakho Muhammad.
Beliau sengaja diutus oleh bapak Rektor mengingat beliau pernah datang
ke Iran pada tahun 2007 sebagai Official dalam rangka memperingati
maulid Siti Fatimah. Beliau sangat antusias ketika menjelaskan bagaimana
sikap santunnya orang-orang Muslim di Iran. Dan ketika kembali dari
Iran, beliau mendapatkan souvenir berupa 2 buah mushaf cetakan Iran.
Mushaf tersebut ditulis oleh Khattat Usman Thaha sama seperti mushaf di
Indonesia yang juga ditulis oleh syaikh Usman Thaha. Perbedaan yang
mencolok dari mushaf tersebut adalah mushaf cetakan Iran menyisipkan
tentang biografi Ahlibait dipengantar mushaf. Adapun isi dari mushaf
cetakan Iran sama persis dengan mushaf cetakan Indonesia.
Berbicara mengenai tahrif, beliau menilai wajar jika hal itu terjadi. Mengingat dalam mushaf sahabat banyak ditemukan Al-Qur’an Tafsiriyyah dan ragam Qira’at Tafsiriyyah. Sebagai dosen yang sangat mumpuni dalam bidang qiraat sab’ah, ibu Romlah banyak mengupas terjadinya tahrif
Al-Qur’an yang disebabkan munculnya ragam qiraat. Di sinilah akhirnya
terlihat korelasi yang apik dari pemaparan dua narasumber sebelumnya dan
penambahan keterangan yang terkait dengan ragam qiroat yang mana hal
tersebut dianggap merupakan salah satu sumber masalah tahrif.
Berdasarkan
pemaparan dari para narasumber dapat disimpulkan bahwa baik Sunni
maupun Syi’ah memiliki Al-Quran yang sama dan tidak ada tahrif di dalamnya. (Ulfatul Maghfuroh)
___________
Sumber:
1. http://www.pesantreniiq.or.id/index.php/warta/44-warta/297-sunni-syiah-dalam-satu-naungan-kitab-suci
(iiq/pesantreniiq/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar