Pada hari Asyura tahun 61 hijriah, padang Karbala saat itu menyaksikan peristiwa heroik yang ditampilkan oleh cucu kesayangan Rasulullah Saw, Imam Husein as dan para sahabatnya yang setia. Pada saat yang sama, Imam Ali Zainal Abidin as, putra Imam Husein as, tergeletak sakit di kemah. Kondisi itu membuat Imam Ali Zainal Abidin as tidak dapat bangkit membantu ayahnya dan para pejuang Karbala. Akan tetapi jiwa Imam Ali Zainal Abidin as yang juga dikenal al-Sajjad atau orang yang banyak bersujud, tak dapat ditahan untuk membantu ayahnya, tapi raga sama sekali tak mengizinkan.
Kondisi sakit Imam Ali Zainal Abidin pada hari Asyura mengandung hikmah ilahi dan rahasia Tuhan. Setelah peristiwa Asyura, Imam al-Sajjad mengemban tanggung jawab kepemimpinan demi menjaga risalah kenabian Rasulullah Saw.
Sejarah mencatat, tatkala pertempuran di padang Karbala bergolak, Imam Sajjad as mendengar suara ayahnya, Imam Husein as yang berkata: “Siapakah yang menolongku?”, dalam keadaan lemah beliau pun berusaha bangkit seakan hendak memenuhi panggilan ayahnya. Namun melihat hal itu, Ummi Kultsum, bibi beliau pun berusaha menahannya pergi lantaran masih lemahnya kondisi kesehatan Imam Sajjad as. Dengan penuh harapan, beliau berkata, “Bibi, ijinkan aku pergi berjihad bersama putra Rasulullah saw”. Akan tetapi, karena lemahnya kondisi jasmani beliau, Imam pun tak mampu mengantarkan dirinya ke garis pertempuran. Hingga akhirnya takdir pun menyelamatkan beliau dan cita-cita kebangkitan Imam Husein dapat terus diperjuangkan.
Imam al-Sajjad menerima tanggung jawab kepemimpinan atau imamah pada umur 23 tahun. Tanggung jawab itu diterima saat kondisi sangat pelik. Pada masa itu, Dinasti Bani Umayyah berkuasa. Masyarakat saat itu jauh dari ajaran murni agama Islam. Akan tetapi penguasa saat itu berpenampilan religius, tapi pada dasarnya bertujuan membabat habis nilai-nilai agama.
Dinasti Umayyah di masa itu juga berusaha mengesankan kebangkitan Imam Husein sebagai langkah ekstrim yang keluar dari ajaran agama. Bani Umayyah berupaya menghapuskan pesan Imam Husein di padang Karbala supaya tidak sampai ke masyarakat. Di tengah kondisi seperti itu, Imam Ali Zainal Abidin as berusaha menjelaskan tujuan-tujuan penting kebangkitan Imam Husein as sehingga konspirasi musuh yang berupaya memojokkan posisi Ahlul Bait as dihadapkan pada kegagalan total.
Imam Ali Zainal Abidin as bersama Sayidah Zainab as memegang peran penting dalam menyampaikan pesan-pesan gerakan Imam Husein as kepada masyarakat. Salah satu lembaran penting dalam sejarah pasca Peristiwa Karbala adalah pidato tegas Imam al-Sajjad di masjid Bani Umayyah, Syam. Dengan pidatonya, Imam al-Sajjad mampu menyampaikan pesan revolusionernya dengan landasan argumentasi kuat dan logis.
Saat Imam as digelandang bersama para tawanan Karbala dan sampai di kota Kufah, beliau melontarkan orasi yang sangat memukau dan menyentuh, sampai-sampai seluruh warga kota Kufah seakan tersihir oleh orasi beliau. Setelah memaparkan tentang keutamaan Ahlul Bait Nabi dan Imam Husein as, beliau berbicara kepada warga Kufah: “Wahai umat manusia, demi Allah aku bersumpah dengan kalian, apakah kalian ingat, kalian sendiri yang telah menulis surat kepada ayahku, namun setelah itu kalian menipunya? Kalian menjalin janji dan berbaiat kepadanya, namun kalian juga yang memeranginya? Lantas dengan mata yang mana lagi kalian akan melihat saat Rasulullah Saw di hari Kiamat kelak berkata, ‘Kalian telah bunuh Ahlul Baitku dan mematahkan kehormatanku!'”
Puncak orasi Imam Sajjad as saat beliau berpidato di hadapan khalifah zalim, Yazid bin Muawiyah di Syam. Seluruh kejahatan dan kebobrokan penguasa zalim itupun diungkap secara jelas oleh Imam as hingga Yazid kehilangan muka. Dalam salah satu bagian pidatonya, Imam Sajjad as menuturkan, “Wahai umat manusia, Allah Swt menganugerahkan keutamaan-keutamaan seperti keilmuan, kesabaran, kedermawanan, kelugasan dan keberanian kepada Ahlul Bait Rasulullah Saw. Allah juga menganugerahkan kecintaan kepada Ahlul Bait pada hati orang-orang mukmin.” Beliau menambahkan, “Wahai umat manusia, barangsiapa yang tidak mengenal aku, maka aku akan mengenalkan diriku.” Dikatakannya, “Akulah putra Fatimah, akulah putra seorang yang syahid saat bibirnya kering kehausan”.
Imam pun terus menegaskan keutamaan diri dan keluarganya hingga masyarakat Syam pun menangis penuh penyesalan. Untuk memotong pidato Imam Sajjad, Yazid pun memerintahkan untuk melantunkan azan.
Pidato Imam al-Sajjad membuat kondisi kota Syam yang juga pusat pemerintahan dinasti Umayyah saat itu menjadi kalang kabut. Bahkan para petinggi Bani Umayyah memutuskan untuk segara membawa Imam Husein dan para tawanan keluarga Nabi lainnya ke Madinah. Tak dapat dipungkiri, pidato Imam Sajjad berhasil membangkitkan nurani masyarakat kota Syam yang selama ini dikuasai Dinasti Bani Umayyah. Di pusat pemerintahan, para petinggi Bani Umayyah tidak mampu menghalau pidato-pidato Imam Ali Zainal Abidin as yang memancarkan semangat revolusi dan gerakan anti-arogansi. Pencerahan Imam Sajjad as secara perlahan, mampu membangkitkan semangat umat Islam untuk melawan kezaliman di berbagai penjuru. Karena itu, pasca tragedi Karbala muncul belbagai gerakan kebangkitan menentang ketidakadilan pemerinatahan Bani Umayyah.
Setiba di kota Madinah, Imam al-Sajjad terus melanjutkan pidato-pidato pencerahannya yang isinya menyingkap kezaliman penguasa Bani Umayyah. Sementara itu, para penguasa Bani Umayyah kian bersikap sewenang-wenang. Saat itu, perjuangan utama Imam Sajjad as mempunyai misi untuk meluruskan pandangan masyarakat dan meningkatkan kesadaran umat.
Peran dan jasa berharga Imam Sajjad as pasca tragedi Asyura adalah menyebarkan risalah doa dan munajat yang sangat luhur. Kini kumpulan doa-doa dan munajat beliau itu dihimpun dalam sebuah kitab bernama Sahifah Sajjadiyah. Kendati doa dan munajat Imam Husein merupakan naskah doa, namun di dalamnya mengandung muatan ajaran Islam yang sangat luhur mengenai filsafat hidup, penciptaan, keyakinan, moral dan politik.
Imam al-Sajjad as dalam salah satu doanya mengatakan, “Ya Allah berilah kami kekuatan untuk mampu menjaga sunnah Nabi-Mu, dan berjuang melawan bid’ah-bid’ah, serta melaksanakan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar.”
Al-Sajjad dalam sejarah hidupnya selalu memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengungkap misteri di balik tragedi Karbala. Imam Ali Zainal Abidin as selalu meneteskan air mata dan menunjukkan duka yang mendalam saat menceritakan peristiwa pembantaian terhadap keluarga Nabi pada hari Asyura. Duka yang ditunjukkan Imam Sajjad as itulah yang akhirnya mampu membangkitkan semangat juang umat Islam dalam melawan kezaliman Bani Umayyah. Imam al-Sajjad as juga dikenal sebagai sosok pemaaf, pengasih dan populis.
Imam Ali Zainal Abidin as gugur syahid pada tahun 95 hijrah setelah penguasa Bani Umayyah, Walid bin Abdul Malik mengeluarkan perintah untuk meracuni al-Sajjad as.
(lenteralangit/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar