“Rasul-rasul itu Kami utamakan sebagian mereka atas sebagian yang lain.” (Qs. al-Baqarah 2:253)
Setiap
Nabi dan Rasul Allah memiliki kelebihannya tersendiri didalam
menjalankan misi mereka kepada umatnya, tapi walau demikian, al-Qur’an
justru melarang manusia untuk membeda-bedakan mereka, sebab kesemuanya
adalah utusan Allah yang Maha Agung. Dan hanya Allah sajalah yang
berhak untuk menilai derajat dari masing-masing Nabi-Nya itu, aturan
tersebut berlaku kepada siapa saja tanpa terkecuali kepada Nabi Muhammad
Saw selaku Nabi terakhir.
Masing-masing
Nabi dan Rasul Allah itu memiliki misi yang sama, mengajarkan kepada
umatnya mengenai Tauhid, bahwa Tidak ada sesuatu apapun yang wajib
untuk disembah melainkan Allah yang Esa, berdiri dengan sendirinya,
tanpa beranak dan tanpa diperanakkan alias Esa dengan pengertian yang
sebenar-benarnya, bukan Esa yang Tiga alias Tritunggal.
Masing-masing
utusan Allah itu diberi kelebihan tersendiri yang lebih dikenal dengan
nama “Mukjizat”, dimana tiap-tiap mukjizat ini diberikan sesuai dengan
konteks jaman, kebudayaan dan cara berpikir manusia kala itu, meskipun
ada juga beberapa mukjizat yang sama yang dimiliki antar Nabi dan
Rasul Allah tersebut.
“Ucapkanlah:
“Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami
dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan
anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, ‘Isa dan para Nabi
dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara
mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri”.
(Qs. Ali Imran 3:84)
“Orang-orang
yang beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya dan tidak membedakan
seorangpun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka
pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs.
An-Nisa’ 4:152)
Tegas dan gamblang sekali penyataan ayat al-Qur’an diatas.
Disini saya ingin mengajak kita semua membahas satu persatu makna yang tersurat maupun tersirat dari kedua ayat diatas ini :
“Ucapkanlah:
“Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami
dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan
anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, ‘Isa dan para Nabi
dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara
mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri”. (Qs. ali Imran
3:84)
Ayat 3:84 ini dimulai dengan kata perintah penegas : Kul [Katakan!].
Siapa yang disuruh oleh Allah ini ? Jawabnya adalah merefer pada umat Muhammad Saw, yaitu kita kaum Muslimin seluruhnya.
Mari kita periksa ayat tersebut yang secara nyata mewajibkan bagi umat Muhammad menghilangkan rasa diskriminasi kenabian.
Kul ‘Amanabillahi = Katakanlah! Kami [umat Muhammad] beriman kepada Allah
Wama unzila ‘alaina = dan apa yang diturunkan kepada kami [yaitu al-Qur’an melalui Muhammad]
Wama unzila ‘ala Ibrahim = dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim
Wa Isma’il = dan kepada Ismail
Wa Ishaq = dan kepada Ishaq
Wa Ya’qub = dan kepada Ya’qub
Wal Asbasi wama utiya Musa = dan apa yang diberikan kepada keturunan mereka dan juga kepada Musa
Wa ‘Isa = dan kepada ‘Isa
Wannabiyyu namirrobbihim = serta Nabi-nabi dari Tuhan mereka
Lanufarriku
bayna ahadimminhum = dan kami [umat Muhammad] tidak membeda-bedakan
diantara mereka [yaitu para Nabi dan Rasul itu].
Wanaghnu lahu muslimun = dan kepada-Nya [Allah] kami menyerahkan diri [Muslim]
Sekali
lagi, ayat al-Qur’an diatas menafikan kerendahan derajat seorang Nabi
dan Rasul dengan Nabi dan Rasul Allah yang lainnya, dan itu
diberlakukan secara menyeluruh dengan kalimah “Lanufarriku bayna
ahadimminhum”.
Membandingkan
antar Nabi yang satu dengan Nabi lainnya seperti yang dilakukan oleh
banyak jemaah dan manusia rasanya adalah sudah melampaui apa yang
diperintah oleh Allah sendiri dalam al-Qur’an, dan bertindak demikian
berarti kita telah menyalahi al-Qur’an (dengan istilah kasarnya kita
telah berdosa karena mengabaikan perintah al-Qur’an).
Bukan
pada tempatnya bagi manusia untuk menilai kemuliaan derajat antar para
utusan Allah sebab memang manusia pada dasarnya tidak pernah tahu dan
tidak pernah mengerti mengenai hal tersebut, penegasan 3:84 ini diulang
kembali oleh Allah pada ayat 2:136.
Pada
ayat 2:253, 17:55 Allah dengan tegas mengatakan bahwa hanya Dia-lah
yang patut mengadakan penilaian ketinggian derajat antar Rasul-Nya. Dan
hal ini memang sudah sewajarnya sebab hanya Dia-lah yang lebih
mengetahui dan memiliki otoritas penuh dalam menilai apa dan bagaimana
karakter masing-masing utusan-Nya itu.
Kita
sering mendengar adanya orang menyebut : “Nabi besar Muhammad…”, jika
begitu apakah ada Nabi kecil ? Tidakkah itu juga sudah melanggar apa
yang diperintahkan oleh al-Qur’an diatas untuk tidak melebihkan antara
para Nabi dan Rasul ?
Dalam
catatan sejarah al-Qur’an dipaparkan bahwa Allah telah melebihkan
serta memuliakan para Nabi-Nya seperti Musa [7:144], Daud dan Sulaiman
[27:15], Isa Almasih [3:45-46], Muhammad [94:4], Ibrahim [2:124] dan
lain sebagainya [Nuh, Ayyub, Harun dll] yang kesemuanya tercantum dalam
ayat 4:163, 33:7 dan berbagai ayat lainnya yang tersebar dalam
al-Qur’an.
Membeda-bedakan
para utusan Allah dalam sudut pandang apapun hanya akan menyebabkan
diskriminasi yang berkepanjangan yang dapat menyebabkan manusia
terjerumus mendewakan salah satu dari mereka dan mencampakkan yang
lainnya sehingga menimbulkan fitnah, khurafat dan pelecehan kepada
mereka. Semua Nabi dan Rasul sebelum Muhammad wajib untuk dihormati,
mereka semua adalah orang-orang yang suci dan telah mengantarkan
kaumnya kepada peradaban yang mengenal nilai-nilai keTuhanan dan juga
sebagai penyampai khabar gembira akan kehadiran Rasulullah Muhammad Saw
selaku Nabi penutup.
Mungkin
memang itu adalah salah satu bentuk kecintaan kita kepada Nabi Saw,
namun jika apa yang kita lakukan itu justru tidak sesuai, apakah hal
ini masih bisa diterima ?
Bagaimana pendapat anda jika demi untuk mencari keridhoan Allah maka sholat subuh kita tambah menjadi 4 raka’at ?
Ditinjau
dari satu sudut, penambahan raka’at ini memang baik, tapi ditinjau
dari sudut yang lain, maka tindakan ini salah dan tidak dibenarkan,
sholat kita bukan diterima tapi malah ditolak.
Begitulah kira-kira gambaran surah ali Imran 3:84, dan sekarang kita beralih ke Surah an-Nisa’ 152 :
“Orang-orang
yang beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya dan tidak membedakan
seorangpun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka
pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs.
An-Nisa’ 4:152)
Pada
ayat diatas juga disebutkan bahwa “Orang yang Beriman kepada Allah dan
para Rasul” ditekankan dengan penambahan kalimat “Dan tidak membedakan
seorangpun di antara mereka”.
Jadi
kalimat keberimanan orang kepada Tuhan dan Rasul tidak sempurna jika
mereka masih saja mengadakan perdebatan mengenai kemuliaan seorang
Rasul dari Rasul yang lainnya, namun bagaimanapun juga secara manusiawi
adalah wajar bila suatu saat kita lalai dan melakukannya tanpa kita
sadari, untuk itulah pada bagian akhir ayat diatas diakhiri dengan
pernyataan Allah : “Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Allah
Maha Tahu dan Bijaksana, Dia sadar manusia tidak akan bisa lepas dari
kefanatikannya kepada para Nabi mereka maka dari itu Allah mengampuni
perbuatan kita tersebut dan tidak akan menghukum kita, tetapi Allah
juga memberi persyaratan pengampunannya sebagaimana yang tercantum
dalam al-Qur’an Surah al-Maidah ayat 39 :
“Maka
barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki
diri Maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sungguh Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Ma’idah 5:39)
Setelah sadar kita
melakukan kesalahan, kita koreksi diri kita sendiri agar tidak
mengulanginya kembali dilain waktu maka bertaubatlah kepada Allah atas
kesalahan yang kita buat maka niscaya, jika kita ikhlas melakukannya,
maka Allah akan mengampuni kita.
(Armansyah/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar