Nama: Ali bin Abi Thalib as;
Gelar: Amirul Mu’minin;
Julukan: Abu al-Hasan, Abu Turab;
Ayah: Abu Thalib (Bapa saudara Rasululullah saww);
Ibu: Fatimah binti Asad;
Tempat dan tanggal lahir: Mekkah, Jum’at 13 Rajab (di dalam Baitullah);
Hari dan tanggal wafat: Malam Jum’at, 21 Ramadhan 40 H;
Umur: 63 Tahun;
Sebab kematian: Ditikam oleh Abdurrahman ibnu Muljam;
Makam: Najaf Al-Syarif (Iraq);
Jumlah anak: 36 Orang, 18 laki-laki dan 18 perempuan;
Anak laki-laki:
1. Hasan Mujtaba,
2. Husein,
3. Muhammad Hanafiah,
4. Abbas al-Akbar, yang dijuluki Abu Fadl,
5. Abdullah al-Akbar,
6. Ja’far al-Akbar,
7. Utsman al- Akbar,
8. Muhammad al-Ashghar,
9. Abdullah al-Ashghar,
10. Abdullah, yang dijuluki Abu Ali,
11. ‘Aun,
12. Yahya,
13. Muhammad al Ausath,
14. Utsman al Ashghar
15.Abbas al-Ashghar,
16. Ja’far al-Ashghar,
17. Umar al-Ashghar,
18. Umar al-Akbar;
Anak perempuan:
1. Zainab al-Kubra,
2. Zainab al-Sughra,
3. Ummu al-Hasan,
4. Ramlah al-Kubra,
4. Ramlah al-Sughra,
5. Ummu al-Hasan,
6. Nafisah,
7. Ruqoiyah al-Sughra,
8. Ruqoiyah al-Kubra,
9. Maimunah,
10. Zainab al-Sughra,
11. Ummu Hani,
12. Fathimah al-Sughra,
13. Umamah,
14. Khodijah al-Sughra,
15. Ummu Kaltsum,
16. Ummu Salamah,
17. Hamamah,
18. Ummu Kiram.
Riwayat Hidup
Imam Ali bin Abi Thalib as adalah sepupu Rasulullah saw. Dikisahkan bahwa pada saat ibunya, Fatimah binti Asad, dalam keadaan hamil, beliau masih ikut bertawaf di sekitar Ka’bah. Karena keletihan yang dialaminya lalu si ibu tadi duduk di depan pintu Ka’bah seraya memohon kepada Tuhannya agar memberinya kekuatan. Tiba-tiba tembok Ka’bah tersebut bergetar dan terbukalah dindingnya. Seketika itu pula Fatimah binti Asad masuk ke dalamnya dan terlahirlah di sana seorang bayi mungil yang kelak kemudian menjadi manusia besar, Imam Ali bin Abi Thalib as.
Pembicaraan tentang Imam Ali bin Abi Thalib tidak dapat dipisahkan dengan Rasulullah saw. Sebab sejak kecil beliau telah berada dalam didikan Rasulullah saw, sebagaimana dikatakannya sendiri: “Nabi membesarkan aku dengan suapannya sendiri. Aku menyertai beliau kemanapun beliau pergi, seperti anak unta yang mengikuti induknya. Tiap hari aku dapatkan suatu hal baru dari karakternya yang mulia dan aku menerima serta mengikutinya sebagai suatu perintah.”
Setelah Rasulullah saw mengumurnkan tentang kenabiannya, beliau menerima dan mengimaninya dan termasuk orang yang masuk islam pertama kali dari kaum laki-laki. Apapun yang dikerjakan dan diajarkan Rasulullah kepadanya, selalu diamalkan dan ditirunya. Sehingga beliau tidak pernah terkotori oleh kesyirikan atau tercemari oleh kelakuan hina dan jahat dan tidak tenodai oleh kemaksiatan. Keperibadian beliau telah menyatu dengan Rasululullah saw, baik dalam kelakuannya, pengetahuannya, pengorbanan diri, kesabaran, keberanian, kebaikan, kemurahan hati, kefasihan dalam berbicara dan berpidato.
Sejak masa kecilnya beliau telah menolong Rasulullah saw dan terpaksa harus menggunakan kepalan tangannya dalam mengusir anak-anak kecil serta para bajingan yang diperintah kaum kafir Quraish untuk mengganggu dan melempari batu kepada diri Rasulullah saw.
Keberaniannya tidak tertandingi, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw: “Tiada pemuda sehebat Alî.” Dalam bidang keilmuan, Rasul menamakannya sebagai pintu ilmu. Bila ingin berbicara tentang kesalehan dan kesetiaannya, maka simaklah sabda Rasulullah saw: “Jika kalian ingin tahu ilmunya Adam, kesalehan Nuh, kesetiaan lbrahim, keterpesonaan Mûsa, pelayanan dan kepantangan Isa, maka lihatlah kecemerlangan wajah Alî.” Beliau merupakan orang yang paling dekat hubungan kekeluargaanya dengan Nabi saw sebab, beliau bukan hanya sepupu nabi, tapi sekaligus sebagai anak asuhnya dan suami dari putrinya serta sebagai penerus kepemimpinan sepeninggalnya saw.
Sejarah juga telah menjadi saksi nyata atas keberaniannya. Di setiap peperangan, beliau selalu saja menjadi orang yang terkemuka. Di perang Badar, hampir separuh dan jumlah musuh yang mati, tewas di ujung pedang Imam Ali as. Di perang Uhud, yang mana musuh Islam lagi-lagi dipimpin oleh Abu Sofyan dan keluarga Umayyah yang sangat memusuhi Nabi saw, Imam Ali as kembali memainkan peranan yang sangat penting, yaitu ketika sebagian sahabat tidak lagi mendengarkan wasiat Rasulullah agar tidak turun dari atas gunung, namun mereka tetap turun sehingga orang kafir Quraish mengambil kedudukan mereka, lmam Ali bin Abi Thalib as segera datang untuk menyelamatkan diri nabi dan sekaligus menghalau serangan itu.
Perang Khandak juga menjadi saksi nyata keberanian Imam Ali bin Abi Thalib as ketika memerangi Amar bin Abdi Wud. Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian. Demikian pula halnya dengan perang Khaibar, di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi saw bersabda: “Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, ternyata Imam Ali bin Abi Thalib as yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya hingga terbelah menjadi dua bagian.
Begitulah kegagahan yang ditampakkan oleh Imam Ali dalam menghadapi musuh islam serta dalam membela Allah dan Rasul-Nya. Tidak syak lagi bahwa seluruh kehidupan Imam Ali bin Abi Thalib as dipersembahkan untuk Rasul demi keberhasilan projek Allah. Kecintaan yang mendalam kepada Rasulullah benar-benar terbukti lewat perjuangannya. Penderitaan dan kesedihan dalam medan perjuangan mewarnai kehidupannya. Namun, penderitaan dan kesedihan yang paling dirasakan adalah saat ditinggalkan Rasulullah saw. Tidak cukup itu, 75 hari kemudian istrinya, Fatimah Zahra, juga meninggal dunia.
Kepergian Rasululullah saw telah membawa angin lain dalam kehidupan Imam Ali as. Terjadinya perternuan Saqifah yang menghasilkan pemilihan khalifah pertama, baru didengarnya setelah pulang dari kuburan Rasulullah saw. Sebab, pemilihan khalifah itu menurut sejarah memang terjadi saat Rasulullah belum dimakamkan. Pada tahun ke-13 H, khalifah pertama, Abu Bakar as-Shiddiq, meninggal dunia dan menunjuk khalifah ke-2, Umar bin Khaththab sebagai penggantinya. Sepuluh tahun lamanya khalifah ke-2 memimpin dan pada tahun ke-23 H, beliau juga wafat. Namun, sebelum wafatnya, khalifah pertama telah menunjuk 6 orang calon pengganti dan Imam Ali as termasuk salah seorang dari mereka. Kemudian terpilihlah khalifah Utsman bin Affan. Sedang Imam Ali bin Abi Thalib as tidak terpilih karena menolak syarat yang diajukan Abdurrahman bin Auf yaitu agar mengikuti apa yang diperbuat khalifah pertama dan kedua dan mengatakan akan mengikuti apa yang sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Pada tahun 35 H, khalifah Utsman terbunuh dan kaum muslimin secara aklamasi memilih serta menunjuk Imam Ali sebagai khalifah dan pengganti Rasululullah saw dan sejak itu beliau memimpin negara Islam tersebut. Selama masa kekhalifahannya yang hampir 4 tahun 9 bulan, Ali mengikuti cara Nabi dan mulai menyusun sistem yang islami dengan membentuk gerakan spiritual dan pembaharuan.
Dalam merealisasikan usahanya, beliau menghadapi banyak tantangan dan peperangan, sebab, tidak dapat dimungkiri bahwa gerakan pembaharuan yang dicanangkannya dapat medorong dan menghancurkan keuntungan-keuntungan pribadi dan beberapa kelompok yang merasa dirugikan. Akhirnya, terjadilah perang Jamal dekat Bashrah antara beliau dengan Talhah dan Zubair yang didukung oleh Mua’wiyah, yang mana di dalamnya Aisyah “Ummul Mu’minin” ikut keluar untuk memerangi Imam Ali bin Abi Thalib as. Peperangan pun tak dapat dihindari, dan akhirnya pasukan Imam Ali as berhasil memenangkan peperangan itu sementara Aisyah “Ummul Mu’rninin” dipulangkan secara terhormat kerumahnya.
Kemudian terjadi “perang Siffin” yaitu peperangan antara beliau as melawan kelompok Mu’awiyah, sebagai kelompok oposisi untuk kepentingan pribadi yang mendorong negara yang sah. Peperangan itu terjadi di perbatasan Iraq dan Syiria dan berlangsung selama setengah tahun. Beliau juga memerangi Khawarij (orang yang keluar dan lingkup Islam) di Nahrawan, yang dikenal dengan nama “perang Nahrawan”. Oleh karena itu, hampir sebagian besar hari-hari pemerintahan Imam Ali bin Abi Thalib as digunakan untuk peperangan dalam melawan pihak- pihak oposisi yang sangat mendorong dan merugikan keabsahan negara Islam.
Akhirnya, menjelang subuh, 19 Ramadhan 40 H, ketika sedang shalat di masjid Kufah, kepala beliau ditebas dengan pedang beracun oleh Abdurrahman bin Muljam. Menjelang wafatnya, pria sejati ini masih sempat memberi makan kepada pembunuhnya. Singa Allah, yang dilahirkan di rumah Allah “Ka’bah” dan dibunuh di rumah Allah “Mesjid Kufah”, yang mempunyai hati paling berani, yang selalu berada dalam didikan Rasulullah saw sejak kecilnya serta selalu berjalan dalam ketaatan pada Allah hingga hari wafatnya, kini telah mengakhiri kehidupan dan pengabdiannya untuk Islam.
Beliau memang telah tiada namun itu tidak berarti seruannya telah berakhir, Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup tetapi kamu tidak menyadarinya.” (Quran 2:154)
(dedyzulvita/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar