Mengapa tatkala menaklukkan Iran kaum Muslimin tidak mengizinkan orang-orang Iran memilih agama secara bebas?
Jawaban Global:
Memaksa
seseorang dalam menerima agama adalah suatu hal yang tidak mungkin
dapat dilakukan. Proses penyebaran Islam di Iran juga klaim keterpaksaan
orang-orang Iran dalam menerima Islam tidak dapat diterima. Karena pada
dasarnya kondisi keterpaksaan seperti ini tidak sesuai dengan watak dan
karakter orang Iran yang suka kebebasan. Sebagai contoh, setelah
penyerangan orang-orang Mongol ke Iran yang boleh jadi merupakan
penyerangan yang paling bengis dan kejam yang pernah terjadi di Iran dan
berujung pada punahnya sebagian besar warisan kebudayaan Iran-Islam,
orang-orang Iran tidak hanya menolak ajaran orang-orang Mongol bahkan
seiring dengan perjalanan waktu, orang-orang Mongol berkat interaksi dan
pertemanan dengan para ilmuan Islam Iran mereka memeluk Islam.
Jawaban Detil:
Sehubungan dengan pertanyaan Anda, pertama-tama kami akan menjelaskan dua poin penting sebagai berikut:
1. Pelbagai
peristiwa yang terjadi tatkala penaklukan pasca wafatnya Rasulullah Saw
sama sekali tidak dapat dibenarkan seratus per seratus. Karena dalam
keyakinan Syiah, khalifah hak Rasulullah Saw adalah Imam Ali As yang
banyak memberikan kontribusi bimbingan dan panduan dalam masalah seperti
ini. Namun bagaimanapun ketika itu, kekuasaan untuk mengambil keputusan
berada di tangan orang lain.
2. Hanya
saja Anda tidak menyodorkan dalil referensial yang menyatakan bahwa
orang-orang Muslim Iran terpaksa menerima agamanya dan dengan menganggap
peristiwa ini benar-benar terjadi sembari Anda mencari-cari dalilnya.
Untuk
menjelaskan kondisi Iran pada masa penaklukan di tangan kaum Muslimin
cukup bagi Anda mengkaji beberapa peristiwa yang terjadi pada masa itu.
Pelbagai penaklukan ini terjadi tatkala Raja Sasanid berhadapan dengan
pelbagai keonaran internal dan protes rakyat Iran.
Yezdgerd
III raja terakhir Dinasti Sasanid adalah seorang pemuda tanggung yang
tanpa kemampuan manejerial yang memadai telah menggiring Iran menjadi
sebuah negara yang lemah dan atas dasar ini musuh-musuh menyerang Iran[1] dari pelbagai penjuru.[2]
Dalam
penyerangan kaum Muslimin juga meski ibukota Iran terletak di Taispun
(kota Madain Iran sekarang ini) Yeadegerd III pertama kali kabur ke kota
Rey namun gubernurnya di kota Rey menolak kehadirannya. Kemudian ia
pergi ke Isfahan namun di sana juga ia tidak merasa aman dan bertolak
menuju Kerman. Setelah beberapa lama bermukim di Kerman, Yezdgerd III
kabur ke kota Moro dan pada jarak dua farsakh dari kota tersebut, ia
membuat sebuah altar dan di tempat itu ia melakukan kontak dengan para
panglimanya dari satu sisi. Dan dari sisi lain, ia meminta bantuan dari
beberapa orang raja dari negara-negara lain. Tatkala ia ingin mencari
perlindungan ke negeri Cina ia berhadapan dengan penentangan serius dari
para pembesar Iran. Mereka menyalahkannya dan beralasan bahwa apabila
kita berdamai dengan kaum Muslimin yang taat beragama, mengingat
kesetiaan mereka dan kita tetap tinggal di negeri kita maka hal itu
lebih baik ketimbang mencari suaka di negeri lain yang bukan saja tidak
beragama dan juga tidak jelas apakah mereka setia dengan janji mereka.
Pertentangan dan konfrontasi antara orang-orang Iran dan raja mereka
terus berlanjut hingga Yezdgerd III terbunuh oleh seorang Asia di Moro[3] dan dengan demikian dinasti kerajaan Sasanid pun berakhir dan kaum Muslimin berhasil merebut kekuasaan di Iran.
Proses peralihan kekuasaan, kecuali dalam beberapa kasus tertentu, [4]dilakukan
tanpa adanya pertumpahan darah. Kemudian setelah itu, orang-orang
Iranlah yang dengan semangat dan gairah yang tinggi memainkan peran
penting dalam menyebarkan Islam. Di antara dalil yang menegaskan bahwa
orang-orang Iran tidak terpaksa dalam menerima Islam adalah kebanyakan
ulama Islam berasal dari negeri Persia.
Penyusun kitab-kitab ternama Syiah yaitu Kutub al-Arba’ah misalnya Syaikh Shaduq (dari kota Rey), Syaikh Kulaini (dari sebuah desa dekat kota Rei), Syaikh Thusi (dari Thus Khurasan).
Penyusun kitab-kitab ternama Ahlusunnah yaitu Shihâh Sittah
juga adalah orang-orang Persia seperti Bukhari (dari Bukhara), Muslim
(dari Naisyabur), Turmidzi (dari Turmudz), Nisai (Nisa), Ibnu Majah
(dari Qazwin), dan Abu Daud (dari Siistan) yang kesemua penyusun kitab
ini berasal dari tempat-tempat yang secara geografis termasuk dalam
wilayah Iran ketika itu.
Dengan
mencermati kitab-kitab lainnya juga akan kita jumpai pengaruh
kebanyakan para ulama Iran lainnya bagi Islam dan kaum Muslimin.
Dalil
lainnya adanya kecendrungan hati orang-orang Iran terhadap Islam adalah
bahwa pasca penyerangan orang-orang Mongol ke Iran yang boleh jadi
merupakan penyerangan yang paling bengis dan paling berdarah yang pernah
terjadi di Iran dan berujung pada punahnya sebagian besar warisan
kebudayaan Iran-Islam, orang-orang Iran, tidak hanya tidak tertarik
kepada agama dan ajaran orang-orang Mongol bahkan seiring dengan
perjalanan waktu, orang-orang Mongollah yang kemudian memeluk Islam buah
dari pertemanan dan interaksi mereka dengan para ilmuan Iran.
Kesimpulan
yang dapat ditarik dari semua ini bahwa pemaksaan masyarakat kuat dan
besar semisal Iran tidak dapat diterima mengingat latar belakang
kebudayaan Iran adalah peradaban paling kuno di dunia. Jadi kecil
kemungkinan mereka terpaksa dalam dalam menerima agama baru. Dan apabila
rakyat Iran menerima Islam secara lahir dan karena paksaan, maka pada
kesempatan pertama dan persis ketika menyaksikan adanya kelemahan dalam
pemerintahan Islam tentu mereka akan bangkit memberontak melawan
pemerintahan tersebut. Sementara kita saksikan adanya pelbagai gerakan
pemberontakan dengan slogan-slogan non-Islam tidak mendapat sambutan
hangat dari orang-orang Iran. Bahkan sebaliknya, pelbagai kebangkitan
menuntut keadilan seperti gerakan-gerakan Alawiyan yang menyerukan
dihidupkannya kembali nilai-nilai orisinal Islam, gerakan-gerakan itu
mendapat sokongan penuh dan luas orang-orang Iran dan sebagaimana yang
Anda saksikan mazhab yang mayoritas dianut di Iran adalah mazhab
Ahlulbait padahal kebanyakan pasukan kaum Muslimin yang merupakan para
penakluk pertama Iran tidak demikian adanya dan pengikut para khalifah
pada masa itu. Dan hal ini merupakan dalil yang lain bahwa Islam tidak
masuk secara paksa dalam hati-hati orang-orang Iran. Karena pada
dasarnya orang-orang Syiah tidak memiliki kekuasaan pemerintahan yang
dapat melaksanakan paksaan ini. Sejatinya pemaksaan menerima suatu agama
tidak mungkin dapat dilakukan. Sebagaimana pada masa kontemporer juga
kita saksikan bahwa pasca dasawarsa berturut-turut Islam phobia
berkembang di negara-negara bagian Uni Soviet dan propaganda ide-ide
komunis dan semisalnya dan adanya upaya untuk memaksa masyarakatnya
untuk menganut ajaran komunis, namun kaum Muslimin di wilayah tersebut
tidak kuasa menahan pelbagai kesulitan yang ditimpakan kepada mereka,
hingga batasan tertentu kaum Muslimin menjaga identitas keislaman mereka
dan hal ini juga ada dapat diterapkan bagi orang-orang Kristen yang
bertempat tinggal di tempat itu.
Referensi:
[1]. Musuh-musuh
dari pelbagai penjuru dan bukan hanya orang-orang Arab Muslim yang
berasal dari wilayah Barat (Perhatikan baik-baik)
[2]. Ibnu Jarir Thabari, Târikh al-Umam wa al-Muluk, jil. 1, hal. 632, Muassasah al-‘Alami, Beirut.
[3]. Ibid, jil. 3, hal. 244-249 (dengan ringkasan)
[4]. Seperti peperangan Qadisiya dan Nahawand.
(islamquest/ABNS)
0 komentar:
Posting Komentar